(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati

Sengketa mengenai Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) merupakan salah satu jenis sengketa yang sering terjadi antara Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Importir. Dasar penerbitan Surat Penetapan Kembali dan/atau Nilai Pebean (SPKTNP) diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU Kepabeanan SPKTNP merupakan surat pemberitahuan yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean pada barang impor yang dikenakan bea masuk atau pajak impor. Sebelumnya PDB Law Firm telah membahas dalam artikel yang berjudul Apa Yang Dimaksud Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean?

Pada artikel ini akan membahas lebih lanjut dengan memberikan contoh sengketa yang timbul akibat diterbitkannya Surat Penetapan Kembali dan/atau Nilai Pebean. Dalam Putuan Pengadilan Pajak Nomor: PUT-001094.47/2022/PP/MXVIIA Tahun 2023, Pemohon Banding PT. Kencar Sukses Investama mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak akibat diterbitkannya SPKTNP oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean merupakan sengketa atas penetapan kembali tarif bea masuk terhadap PIB Tahun 2021 berdasarkan dengan Laporan Hasil Audit yang dilakukan oleh DJBC.

Bahwa dalam sengketa a quo, SPKTNP diterbitkan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun telah memenuhi ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU Kepabeanan, yang menyatakan: ”Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk menghitung bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean.”

Dalam putusan a quo pokok sengketa mengenai pembebanan tarif bea masuk atas barang impor Propylene Copolymer TF451 atas 16 (enam belas) PIB, Negara Asal Korea, yang diberitahukan Pemohon Banding sesuai dengan Laporan Hasil Audit tanggal 21 Desember 2021 yang diklasifikasikan pada pos tarif 3902.30.90 dengan pembebasan tarif bea masuk 0% (AKFTA) kemudian dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan diklasifikasikan ke dalam pos tarif 3902.10.40 dengan tarif bea masuk 5% (AKFTA) sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Baca juga: Sengketa Pembatalan Tarif Preferensi SKA Form-E

Menurut Terbanding, Pejabat Bea dan Cukai telah melaksanakan kewenangan dibidang Kepabeanan dan Cukai dengan melakukan audit kepabeanan terhadap Pemohon Banding dan berdasarkan Laporan Hasil Audit. Terbanding telah dilakukan pengujian terhadap Klasifikasi Barang yang diimpor oleh Pemohon Banding dengan kesimpulan yaitu terhadap barang berupa Propylene Copolymer TF451 dilakukan penetapan klasifikasinya ke dalam pos tarif 3902.10.40 (tarif bea masuk 5% (AKFTA)).

Berdasarkan Hasil Pengujian dan Identifikasi Barang yang dilakukan oleh Terbanding, diketahui bahwa contoh barang impor yang diterima oleh Balai Laboratorium Bea dan Cukai Surabaya berupa butiran berwarna putih dengan kandungan polipropilena 95,50% dan etilena sebesar 4,40%. Contoh uji 100% tidak lolos saringan dengan bukaan mesh 1 mm dan 100% lolos saringan dengan bukaan mesh 5 mm. Contoh uji tidak larut dalam air dan kloroform. Jenis sediaan contoh uji merupakan plastik. Contoh uji diidentifikasi sebagi polimer dan propilena dalam bentuk asal.

Hasil identifikasi Terbanding, diketahui bahwa barang impor dalam sengketa a quo memiliki kandungan polimer dari polipropilena sebanyak 95,60% (lebih dari 95%) sehingga berdasarkan Catatan 4 Bab 39 BTKI 2017 tidak tepat diklasifikasikan ke dalam pos 3902.30 sebagai kopolimer propilena, melainkan lebih tepat diklasifikasikan ke dalam pos 3902.10 sebagai polimer dari polipropilena dan barang impor memiliki bentuk butiran sehingga memenuhi kriteria dimaksud ”bentuk asal” sebagaimana diatur dalam Catatan 6 Bab 39 BTKI 2017. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.010/2017 tanggal 27 Februari 2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA), untuk pos tarif 3902.10.40 dikenakan pembebanan bea masuk sebesar 5% (AKFTA).

Dalam uraian banding Pemohon Banding, mengajukan bukti berupa hasil laboratorium dari pihak supplier (Korea) yang menyatakan bahwa butiran putih mengandung 88,8% propylene dan 6,2% Ethylene serta 5% 1-Butene. Hal ini diperkuat dengan hasil uji lab dari dalam negeri yang menyatakan bahwa resin memiliki nilai Ethylene sebesar 6,88%. Menurut Pemohon Banding, berdasarkan hasil uji lab dari pihak supplier dari Korea dan pengujian dari dalam negeri yang menyatakan bahwa butiran plastik memiliki nilai Ethylene diatas 5% dan terdapat kandungan 5% 1-Butene yang tidak disebutkan oleh Terbanding sehingga barang impor a quo tidak memiliki kandungan polimer dari polipropilena lebih dari 95%. Maka butiran plastik tersebut diklasifikasikan ke dalam pos 3902.30 sebagai Propylene Copolymers.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim disebutkan bahwa Majelis telah melakukan pemeriksaan mulai dari Identifikasi Barang, Klasifikasi Barang Impor dan Pembebanan Tarif Bea Masuk. Dalam pemeriksaan tersebut dijelaskan pada Material Safety Data Sheet yang diterbitkan oleh supplier dari Korea antara lain menyatakan: Product name: Terpolymer TF451, composition: Propylene-1-butene-Ethylene Copolymer > 99%. Pemeriksaan atas 16 (enam belas) Certificate of Analyst yang merupakan lampiran PIB yang disengketakan.

Dalam pertimbangan juga disebutkan bahwa Terbanding tidak melakukan pemeriksaan fisik barang impor yang disengketakan pada saat importasinya. Terbanding menyerahkan Hasil Pengujian dan Identifikasi Barang yang antara lain menyatakan identitas contoh barang berdasarkan dokumen Berita Acara Pengambilan Contoh Barang tanpa bulan dan tanpa tahun.

Berdasarkan Peraturan Diretur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2016 tentang Petunjuk Teknis Pengambilan Contoh Barang dan Pelaksanaan Pengujian Laboratorium Serta Identifikasi Barang di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang, Pasal 1 angka 9 menyatakan contoh barang adalah barang yang mewakili keseluruhan barang yang akan dimintakan pengujian laboratoris dan/atau identifikasi barang, sedangkan petunjuk teknis pengambilan barang diatur dalam Pasal 5 ayat (3) dan Lampiran III.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis atas Berita Acara Pengambilan Contoh Barang a quo, jumlah contoh barang yang diujikan sebanyak 1 (satu) kantong plastik tanpa menyebutkan jumlah dalam satuan yang jelas dan tanpa menyebutkan asal dokumen impor barangnya (PIB), Majelis berkesimpulan contoh barang yang diujikan tidak mewakili barang impor yang disengketakan yang akan dimintakan pengujian laboratoris dan/atau identifikasi barang sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 9, Pasal 5 ayat (3) serta Lampiran III Peraturan Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2016.

Dalam sengketa tersebut, banding yang diajukan oleh Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya oileh Majelis, sehingga atas barang impor yang diberitahukan dengan 16 (enam belas) PIB sesuai dengan Laporan Hasil Audit, diklasifikasikan pada pos tarif 3902.30.90 dengan pembebasan tarif bea masuk 0% (AKFTA), sehingga kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor nihil.

Baca juga: Tarif Preferensi Dalam Skema Free Trade Agreements

Dari uraian diatas, SPKTNP yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai bentuk kewenangan untuk penelitian dokumen pemberitahuan pabean karena pengajuan dokumen pemberitahuan pabean bersifat self assessment. Penerapan sistem self assessment tersebut memberikan kepercayaan kepada importir untuk memberitahukan sendiri tarif dan nilai pabeannya. Penelitian dilakukan dengan melakukan audit kepabeanan berupa pengujian sampel barang impor. Namun, berdasarkan putusan tersebut, Terbanding dalam melakukan pengambilan sampel tidak sesuai dengan Peraturan Diretur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2016 tentang Petunjuk Teknis Pengambilan Contoh Barang dan Pelaksanaan Pengujian Laboratorium Serta Identifikasi Barang di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang. Pemeriksaan hasil uji lab dan berita acara pengambilan contoh barang yang dilakukan oleh Majelis Hakim sangat penting dilakukan untuk menguji kandungan contoh barang serta juga harus sesuai dengan petunjuk teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga memberikan keadilan bagi para pihak yang bersengketa.

Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak