Author: Putri Ayu Trisnawati
Hukum Pajak termasuk dalam ruang lingkup hukum publik dalam hal ini adalah Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara yang mengatur hubungan antara warga negara khususnya wajib pajak dengan negara. Sebagai hukum administrasi, tujuan dibentuknya peraturan perundang-undangan perpajakan adalah sebagai alat kebijakan ekonomi pemerintah untuk membiayai pembangunan dan pengeluaran negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Norma atau kaidah dalam Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi administrasi, apabila sanksi administrasi belum mencapai tujuan, maka baru diberikan sanksi pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remidium). Hukum pajak sebagai hukum administrasi publik di dalamnya memuat seperangkat ancaman sanksi, terutama sanksi administrasi agar undang-undang a quo dapat menjalankan fungsinya menciptakan tata tertib dan keseimbangan (restitutio in integrum), selain itu dalam UU KUP juga mengatur sanksi pidana di bidang perpajakan.
Baca juga: Pembagian Waris Untuk Anak Tiri
Pada umumnya, hukum atas tindak pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) namun dalam UU KUP juga mengatur sanksi pidana sebab berlaku asas lex specialis derogat legi generalis. Artinya, penggunaan tindak pidana umum dalam KUHP ditujukan kepada tindak pidana yang tidak termasuk ke dalam ranah tindak pidana khusus di bidang perpajakan. Sebagai contoh, dalam Pasal 36A ayat (3) UU KUP menyebutkan bahwa pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP.
Meskipun definisi tindak pidana perpajakan tidak disebutkan secara jelas dalam UU KUP, namun secara khusus telah memuat ketentuan pidana pada Bab VIII. Selain itu, dalam aturan teknis terkait dengan pajak, pemerintah telah memberikan definisi tindak pidana perpajakan yang dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021, yang berbunyi tindak pidana di bidang perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh undang-undang di bidang perpajakan yang meliputi Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B, Pasal 41C, dan Pasal 43 Undang-Undang KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang PBB, Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Bea Meterai, dan Pasal 41A Undang-Undang PPSP.
Dalam pasal ketentuan pidana tersebut diatas, suatu perbuatan yang dapat disebut sebagai tindak pidana di bidang perpajakan apabila terpenuhi unsur-unsur tindak pidana. Unsur yang harus dipenuhi meliputi:
1.Unsur subjek yaitu wajib pajak (orang pribadi atau badan) dan pihak lain.
2.Unsur perbuatan yaitu yang bersifat melawan hukum.
3.Unsur akibat yaitu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
4.Unsur kesalahan
Apabila ditemukan indikasi adanya tindak pidana di bidang perpajakan, yang berhak melakukan penyidikan yakni Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. PPNS melakukan penyidikan berupa serangkaian tindakan dalam rangka mencari serta mengumpulkan bukti serta menemukan tersangkanya. PPNS akan memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Jika berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum, maka proses dilanjutkan pelimpahan berkas Pengadilan.
Baca juga: Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Perdata
Dari uraian diatas, dengan adanya ketentuan pidana dalam bidang perpajakan diharapkan menciptakan kepatuhan wajib pajak. Penegakan hukum di bidang perpajakan sangat dibutuhkan dalam sistem pemungutan pajak self assesment, sebab wajib pajak dituntut secara mandiri untuk menghitung, menyetor, serta melaporkan pajak yang terutang.