Author: Putri Ayu Trisnawati
Pembagian harta waris menurut hukum perdata umumnya digunakan oleh mereka yang beragama selain Islam. Dalam hukum waris perdata, hak laki-laki dan perempuan dalam hal waris dinilai setara, hal ini berbeda dengan pembagian waris untuk yang beragama Islam. Hak waris diutamakan diberikan kepada keluarga, baik sedarah atau karena perkawinan. Dasar hukum yang digunakan dalam hukum waris perdata menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Dalam hal hukum waris perdata, terdapat tiga unsur penting yang harus diperhatikan yaitu ada seseorang yang meninggal dunia atau pewaris (erflater), ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat meninggal dunia atau ahli waris (erfgenaam), dan ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan atau harta warisan (natenschap). Waktu terbukanya pembagian harta warisan menurut sistem hukum perdata yaitu apabila seseorang telah meninggal dunia sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 830 KUHPerdata.
Baca juga: Pahami Syarat dan Prosedur Pembubaran CV
Asas yang berlaku dalam hukum waris perdata yaitu apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya. Hak-hak dan kewajiban tersebut meliputi harta kekayaan atau hak dan kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang. Dalam Pasal 833 KUHPerdata menyebutkan bahwa ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal. Maksud dari pasal tersebut harta warisan tidak hanya uang atau barang, melainkan hak dan kewajiban berupa utang juga termasuk dalam warisan. Lantas, siapa saja yang berhak menerima warisan?
Dalam KUHPerdata, penerima waris diatur dalam Pasal 832 yang dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:
a.Golongan I : keluarga yang ada dalam garis lurus kebawah yaitu suami atau istri yang hidup lebih lama, dan anak-anak sah, serta keturunannya. Namun perlu diperhatikan sebelum warisan dibagikan kepada ahli waris apabila terdapat suami/istri yang masih hidup maka terhadap harta bersama harus dilakukan pembagian terlebih dahulu. Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, mulai dari perkawinan dilangsungkan hingga berakhir. Setelah bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama suami/istri dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu, hal ini sesuai yang diatur dalam Pasal 128 KUHPerdata.
b.Golongan II : keluarga yang ada dalam garis lurus ke atas, orang tua dan saudara kandung dan keturunan saudara;
c.Golongan III : kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas;
d.Golongan IV : anggota keluarga yang berada pada garis kesamping dan keluarga lain hingga derajat keenam, seperti paman, bibi, serta saudara kakek dan nenek.
Selain itu, KUHPerdata juga mengatur mengenai ahli waris yang dilarang menerima pembagian harta waris. Disebutkan dalam Pasal 838 KUHPerdata bahwa terdapat empat kategori orang-orang yang dianggap tidak pantas menjadi ahli waris, yaitu:
1.Orang yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris;
2.Orang yang pernah dijatuhi hukuman karena memfitnah pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman paling lama lima tahun atau lebih berat;
3.Orang yang menghalangi pewaris dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; dan
4.Orang yang telah menggelapkan atau memusnahkan, atau memalsukan wasiat pewaris.
Meskipun adanya golongan-golongan pewaris, tidak serta merta seseorang berhak mengklaim warisan dari saudaranya. Pembagian waris diprioritaskan pada Golongan I selama masih hidup semua, sehingga golongan dibawahnya tidak berhak menerima harta waris. Dalam hal pembagian harta warisan, menurut Pasal 914 KUHPerdata, setiap ahli waris mendapatkan bagian mutlak atau besarnya menurut hukum (legitieme portie) yang pembagiannya disesuaikan dengan jumlah anak yang ada.
Baca juga: Kebijakan Anti Dumping Terhadap Produk Impor
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa warisan tidak hanya meliputi harta benda saja yang dapat dinilai dengan uang, namun segala hak dan kewajiban misalnya berupa utang juga termasuk warisan. Selain itu, dalam KUHPerdata telah dijelaskan mengenai siapa saja yang berhak menerima warisan dengan perhitungan pembagian harta waris. Dalam hukum waris ini, jika Golongan I masih ada, maka Golongan II dan seterusnya tidak akan mendapatkan pembagian harta waris. Dengan adanya pengaturan mengenai warisan dan hak waris ini, akan memudahkan dalam menentukan pembagian harta waris kepada masing-masing ahli waris.