Author: Putri Ayu Trisnawati
Sengketa mengenai tarif prefensi dibidang kepabenaan merupakan salah satu jenis sengketa yang sering terjadi antara Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Importir. Tarif Preferensi merupakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Tarif preferensi dari masing-masing komoditas pada tiap perjanjian perdagangan dapat dilihat melalui Indonesia National Trade Repository (INTR) atau melalui Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasinal. Sebelumnya PDB Law Firm telah membahas dalam artikel yang berjudul Tarif Preferensi Dalam Skema Free Trade Agreements.
Pada artikel ini akan membahas lebih lanjut dengan memberikan contoh sengketa yang timbul akibat pembatalan tarif preferensi SKA Form-E karena diragukan keabsahannya oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Sengketa Kepabeanan dengan pokok sengketa pembatalan tarif preferensi pembatalan SKA Form-E dapat dilihat dalam putusan pengadilan pajak nomor PUT-014249.45/2021/PP/M.XVIIB Tahun 2022 dengan Pemohon Banding PT. Sejahtera Lestari Farma. Duduk perkara sengketa banding ini adalah atas Keputusan Keberatan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas imoportasi ”Amoxiciffin Trihydrate Compacted” sesuai dengan PIB yang telah diberitahukan oleh Pemohon Banding pada pos tarif 2941.10.20 dengan tarif Bea Masuk 0% (ASEAN-China Free Trade Area/ACFTA dengan Form-E), dan ditetapkan oleh DJBC pada pos tarif 2941.10.20 dengan tarif Bea Masuk 5% (Most Favoured Nation/MFN atau Bea Masuk Berlaku Umum) sehingga tidak mendapatkan tarif preferensi terhadap ACFTA.
Menurut DJBC, setelah dilakukan penelitian terhadap SKA Form-E, tarif preferensi tidak dapat diberikan kepada Pemohon Banding dan importasi barang dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum karena Form-E tersebut tidak memenuhi persyaratan terkait ketentuan prosedural pengisian SKA yang menimbulkan keraguan atas origin criterian atas barang dimaksud. Dalam penelitian SKA tersebut Pemohon Banding dianggap tidak dapat menunjukkan dan membuktikan bahwa Hangzhou Chentuo Import and Export Trade Co.Ltd yang tertera pada Form-E merupakan manufacturer yang bertindak sebagai authorised representatif untuk mengajukan SKA.
Baca juga: Tarif Preferensi Dalam Skema Free Trade Agreements
Bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) PMK Nomor 17/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi dan Persetujuan Tertentu Antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat Tiongkok, menyatakan:
”Terhadap SKA Form-E yang diragukan keabsahannya dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA melalui contact point, dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN)”.
Sehingga menurut DJBC dalam Form SKA tersebut tidak memenuhi persyaratan terkait ketentuan prosedural pengisian SKA dan menetapkan pembebanan tarif bea masuk ditetapkan menjadi tarif bea masuk MFN atas barang yang diimpor dan mengakibatkan kekurangan pembayaran.
Namun hal tersebut disanggah oleh Pemohon Banding dengan melampirkan bukti-bukti berupa dokumen pelengkap pabean yang menunjukkan bahwa SKA Form-E yang dilampirkan merupakan asli yang diterima dari Eksportir di China dan Pemohon Banding juga membuktikan bahwa barang impor a quo berasal dan diberangkatkan dari pelabuhan Shanghai China oleh Hangzhou Chentuo Import and Export Trade Co.Ltd yang beralamat di China telah sesuai dengan invoice dan dokumen pendukung lainnya.
Pembatalan SKA Form-E yang dilakukan oleh DJBC juga dipertanyakan oleh Pemohon Banding apakah DJBC telah melakukan permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA melalui contact point sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang telah dijelaskan diatas. Sebab, dengan adanya permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA akan membuktikan bahwa Hangzhou Chentuo Import and Export Trade Co.Ltd merupakan manufacturer yang bertindak sebagai authorised representatif untuk mengajukan SKA.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, sebagaimana Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan telah memberikan wewenang atributif kepada Menteri untuk menerbitkan peraturan menteri yang mengatur mengenai tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Berdasarkan Pasal 1 PMK Nomor 26/PMK.010/2017, pemberlakuan tarif ACFTA terdapat ketentuan dalam Operational Certification Procedures (OCP) for The Rules of Origin of the ACFTA yang telah disahkan dengan Kepres Nomor 48 Tahun 2004.
Bahwa dalam pertimbangan Majelis Hakim disebutkan atas keraguan DJBC terhadap Form-E, DJBC telah mengirimkan Retroactive Check on Certificate of Origin kepada otoritas penerbit Form-E (Issuing authority) Hangzhou Customs District of People’s Republic of China. Berdasarkan Issuing authority yang diterbitkan oleh Hangzhou Customs District of People’s Republic of China dikonfirmasi bahwa:
“HANGZHOU CHENTUO IMP EXP CO.,LTD indicated in Box 1 was an export agent, who had registered with the present office and was authorized by the manufacturer to apply the said certificate on its behalf.”
Berdasarkan hal tersebut diatas dalam pertimbangan Majelis Hakim, mengacu pada bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding dan hasil pemeriksaan terhadap PIB, Invoice, SKA Form-E dan dokumen pelengkap pabean lainnya, di dapati bahwa Hangzhou Chentuo Import and Export Trade Co.Ltd merupakan “Third Party Operator” sesuai pada kolom 7 yang tercantum dalam Form-E.
Sehingga berdasarkan hall tersebut diatas, Majelis Hakim mengabulkan seluruhnya permohonan banding dari Pemohon Banding. Majelis Hakim berpendapat bahwa penerbitan SKA Form-E telah sesuai ketentuan prosedural sehingga atas importasi Pemohon Banding mendapatkan tarif preferensi bea masuk ACFTA untuk pos tarif 2941.10.20 dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%.
Baca juga: Tok! MK Perpanjang Batasan Waktu Penggunaan Merek Non-Use
Dari sengketa diatas, harus dipahami bahwa Third Country/Party Invoicing merupakan penerbitan invoice oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau bukan Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya Surat Keterangan Asal/Deklarasi Asal Barang hal tersebut sebagaimana telah dijelaskan dalam PMK Nomor 205/PMK.04/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Perjanjian atau Kesepakatan Internasional. Sehingga jika terdapat keraguan atas SKA, DJBC harus melakukan Retroactive Check on Certificate of Origin kepada otoritas penerbit untuk mendapatkan konfirmasi Issuing authority.
Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak