(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati

Kepailitan menganut asas pari passu pro rata parte yaitu untuk menentukan pembagian hasil penjualan harta debitor pailit kepada para kreditor secara proporsiaonal, sama rata atau sama besar. Kurator bertanggungjawab melakukan pemberesan harta pailit untuk membayar utang kepada para kreditor. Dalam melaksanakan tugas pemberesan, kurator harus melakukan pencatatan seluruh harta pailit dan pencatatan seluruh utang debitor pailit. Terhadap pencatatan utang yang dilakukan oleh kurator, semua kreditor wajib menyerahkan piutang masing-masing kepada kurator disertai dengan dokumen/surat sebagai bukti adanya utang. Selanjutnya, kurator wajib memasukkan piutang yang diserahkan oleh masing-masing kreditor dan menyusunnya ke dalam daftar piutang sementara diakui dan piutang sementara di bantah termasuk dengan alasannya sebagaimana diatur dalam Pasal 117 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU).

Setelah dilakukan pencatatan daftar piutang oleh kurator, akan diselenggarakan rapat pencocokan piutang yang dipimpin oleh Hakim Pengawas. Kreditor wajib menghadiri sendiri  atau diwakilkan oleh kuasanya dalam rapat pencocokan piutang agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh Hakim Pengawas. Tidak jarang dalam rapat pencocokan piutang terdapat perselisihan antara kreditor dengan kurator terhadap daftar piutang. Perselisihan tersebut dapat berupa bantahan kreditor terhadap jumlah utang, utang kreditor tidak diakui atau ditolak oleh kurator. Apabila dalam rapat tersebut Hakim Pengawas tidak dapat mendamaikan maupun menyelesaikan perselisihan antara kreditor dengan kurator, maka Hakim Pengawas memerintahkan kedua belah pihak untuk menyelesaikan di pengadilan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 127 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Upaya penyelesaian perkara tersebut dikenal dengan istilah Renvoi Prosedur.

Baca juga: Parate Executie Kreditor Separatis dalam Kepailitan

Renvoi prosedur dapat diajukan oleh kreditor kepada Pengadilan Niaga perihal permohonan pecocokan kembali piutang terhadap daftar piutang yang diajukan oleh salah satu kreditor dibantah oleh kurator dan/atau kreditor lainnya pada saat dilakukan rapat pencocokan piutang. Syarat pengajuan renvoi prosedur yaitu harus diajukan atas perintah Hakim Pengawas dengan pokok sengketa yang berhubungan dengan daftar piutang atau selisih tagihan, para pihak yang berperkara harus diwakili oleh advokat dan kreditor yang mengajukan keberatan wajib hadir dalam persidangan.

Hak yang diberikan Pasal 127 UU Kepailitan dan PKPU kepada para pihak yang bersengketa untuk mengajukan permohonan pencocokan piutang kembali kepada Pengadilan Niaga bertujuan agar pengadilan dapat memeriksa dan memberikan putusan atas perkara tersebut. Renvoi prosedur memberikan perlindungan hukum dengan memungkinkan kreditor yang menghadapi penolakan atau bantahan tagihan oleh kurator untuk mengajukan keberatan tertulis yang mencakup alasan penolakan dan bukti yang cukup kepada Majelis Hakim. Selanjutnya, Majelis Hakim akan memeriksa dan memutus perkara renvoi prosedur tersebut dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak yang bersengketa.

Terhadap putusan renvoi prosedur tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, hal ini berdasarkan Pasal 68 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU. Upaya hukum terhadap putusan renvoi prosedur dapat dilakukan upaya hukum berupa kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Peninjauan kembali terhadap putusan kasasi renvoi prosedur diatur pada Pasal 295 UU Kepailitan dan PKPU. Alasan peninjauan kembali diatur pada Pasal 295 ayat (2) huruf a dan b UU Kepailitan dan PKPU yaitu (a) setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan; atau (b) dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

Baca juga: Sengketa Kepabeanan Atas Surat Penetapan Kembali dan/atau Nilai Pebean

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutus peninjauan kembali atas perkara renvoi prosedur berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menentukan bahwa terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjuan kembali. Namun, perlu diperhatikan bahwa untuk dasar alasan upaya hukum peninjauan kembali untuk perkara kepailitan telah ditentukan secara limitatif berdasarkan Pasal 295 ayat (2) huruf a dan b UU Kepailitan dan PKPU.

Tag: Berita , Artikel , Kurator dan Pengurus