(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Fica Candra Isnani, S.H.

Proses penyelesaian sengketa di Indonesia dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yakni melalui jalur litigasi (pengadilan) atau melalui jalur non litigasi (diluar pengadilan). Untuk penyelesaian non litigasi dibagi menjadi dua macam, yakni Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Aturan terkait Arbitrase dan APS termuat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS). Definisi Arbitrase sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU AAPS adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Arbitrase masuk dalam lingkup alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, hanya saja penggunaannya harus didasarkan pada kesepakatan para pihak yang berbentuk dalam perjanjian. Penyelenggaraan arbitrase haruslah berdasarkan suatu persetujuan atau perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase yang dibuat para pihak sebelum timbulnya sengketa atau dalam suatu perjanjian tersendiri yang dibuat setelah timbulnya sengketa (Umar, 2016:38). Penyelesaian sengketa perdata melalui arbitrase dapat dilakukan melalui arbitrase ad hoc atau arbitrase institusional seperti BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia).

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Penyelesaian Sengketa Arbitrase Internasional Melalui HKIAC

Untuk dapat mengajukan suatu persoalan arbitrase melalui BANI harus ada persetujuan antara kedua belah pihak atau suatu klausul yang dicantumkan di dalam perjanjian yang menyatakan bahwa para pihak menyetujui bahwa segala sengketa diantara mereka akan diselenggarkaan melalui BANI (Winarta, 2013:102). Ketentuan penyelenggaraan Arbitrase melalui BANI di muat dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia Tahun 2022, yaitu:

  1. Proses arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian permohonan arbitrase oleh Pemohon kepada Sekretariat BANI. Isi Permohonan Arbitrase Permohonan Arbitrase harus memuat: a) Nama dan alamat para pihak; b) Keterangan tentang fakta-fakta dan dasar hukum Permohonan Arbitrase; c) Rincian permasalahan; dan d) Tuntutan dan/atau nilai tuntutan yang dimintakan. Dokumen permohonan harus dilampirkan salinan perjanjian bersangkutan yang memuat klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase dan dapat pula melampirkan dokumen-dokumen lainnya yang oleh Pemohon dianggap relevan.
  2. Proses selanjutnya yaitu penunjukan arbiter. Pemohon dapat menunjuk seorang arbiter paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak permohonan arbitrase didaftarkan di Sekretariat BANI atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua BANI. Apabila dalam batas waktu tersebut Pemohon tidak menunjuk seorang arbiter, maka penunjukan arbiter mutlak telah diserahkan kepada Ketua BANI. Ketua BANI berwenang, atas permohonan Pemohon apabila disertai dengan alasan-alasan yang sah, memperpanjang waktu penunjukan arbiter oleh Pemohon, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari.
  3. Setelah penunjukan arbiter dan membayar biaya perkara maka dilanjutkan pada proses pendaftaran perkara. Setelah menerima permohonan arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan, Sekretariat harus mendaftarkan permohonan tersebut dalam register BANI. Dewan Pengurus BANI akan memeriksa permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa. Sekretariat menyampaikan satu salinan permohonan arbitrase dan dokumen-dokumen lampirannya kepada Termohon, dan meminta Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis paling lambat 14 (empat belas) hari setelah menerima penyampaian permohonan arbitrase. Termohon wajib menyampaikan jawaban secara tertulis terhadap permohonan arbitrase Pemohon. Ketua BANI berwenang atas permohonan Termohon, memperpanjang waktu pengajuan jawaban oleh Termohon selambat-lambatnya pada sidang pertama. Termohon dalam jawabannya, harus mengemukakan pendapatnya terkait isi permohonan yang diajaukan oleh Pemohon. Termohon juga dapat melampirkan dokumen-dokumen yang dijadikan sebagai dasar atau menunjuk pada setiap dokumen-dokumen tambahan atau bukti lain yang akan diajukan kemudian.
  4. Tuntutan Balik. Termohon dapat mengajukan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian sehubungan dengan sengketa atau tuntutan yang diajukan oleh Pemohon yang disampaikan bersama dengan surat jawaban atau paling lambat pada sidang pertama.
  5. Jawaban Tuntutan Balik. Terhadap tuntutan balik (rekonvensi) yang diajukan oleh Termohon maka Pemohon yang dalam hal itu menjadi Termohon, berhak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Majelis Arbitrase, untuk mengajukan jawaban atas tuntutan balik (rekonvensi)
  6. Pemeriksaan Arbitrase. Majelis Arbitrase akan memeriksa dan memutus sengketa antara para pihak. Sebelum dan selama masa persidangan Majelis dapat mengusahakan adanya perdamaian di antara para pihak. Proses sidang pemeriksaan dilakukan oleh arbiter atau majelis arbitrase secara tertutup untuk umum, dan segala hal yang berkaitan dengan proses arbitrase seperti dokumen harus dijaga kerahasiannya.
  7. Proses Majelis Arbitrase menentukan, atas pertimbangan sendiri apakah sengketa dapat diputuskan berdasarkan dokumen-dokumen saja, atau perlu memanggil para pihak untuk datang pada persidangan.
  8. Putusan Akhir. Majelis Arbitrase wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis Arbitrase mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya. Putusan Arbitrase bersifat final and binding yang artinya putusan tersebut tidak dapat dimintakan upaya hukum seperti banding dan kasasi sehingga mengikat bagi para pihak yang bersengketa.

Baca juga: Kenali Alasan MK Membatalkan Penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase dan APS

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, arbitrase adalah salah satu lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan sengketa keperdataan. Pelaksanaan putusan arbitrase wajib dilaksanakan bagi pihak yang kalah secara suka rela mengingat sifat putusannya yang bersifat final and binding. Kerahasiaan dalam proses arbitrase tidak berarti mencegah pendaftaran Putusan pada Pengadilan Negeri ataupun pengajuannya ke Pengadilan Negeri di manapun di mana pihak yang menang dapat meminta pelaksanaan dan/atau eksekusi Putusan tersebut.

Tag: Berita , Artikel , Advokat