(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Antonius Gunawan Dharmadji

Perdagangan lintas batas menghadirkan peluang besar bagi para pelaku usaha, namun sekaligus membawa risiko pelanggaran Hak Cipta dan Merek. Hal ini menjadikan perlindungan terhadap Hak Cipta dan Merek bukan hanya sebuah pilihan, melainkan keharusan. Di sinilah peran penting rekordasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Apa itu Rekordasi?

Perekaman (Recordation) adalah kegiatan untuk memasukan data HKI ke dalam database kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pasal 1 angka 17 PMK No. 40 Tahun 2018 tentang Perekaman, Penegahan, Jaminan, Penangguhan Sementara, Monitoring dan Evaluasi dalam Rangka Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual).

Baca juga: Penegakan Hak Kekayaan Intelektual oleh Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai: Prosedur Dan Tindakan 

Rekordasi berperan penting dalam memastikan perlindungan efektif HKI di Indonesia. Melalui proses rekordasi, DJBC memperoleh data komprehensif mengenai HKI yang terdaftar, seperti merek dan hak cipta. Data ini menjadi landasan bagi DJBC untuk melakukan pengendalian impor dan ekspor terhadap barang-barang yang diduga melanggar HKI.

Proses Perekaman Data HKI (Rekordasi)

Perekaman data HKI melibatkan pengintegrasian informasi terkait HKI, seperti merek dan hak cipta, ke dalam sistem database kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Proses ini dilakukan secara gratis melalui Sistem Aplikasi Ceisa HKI, memungkinkan pemilik atau pemegang hak HKI untuk mengajukan permohonan perekaman secara mudah dan efisien.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 40 Tahun 2018, skema pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Status Pemilik Merek / Pemegang Hak Cipta adalah badan usaha: Pertama, pastikan kepemilikan HKI adalah badan usaha yang berkedudukan di Indonesia. Jika pemilik HKI adalah perusahaan asing, maka harus memiliki badan usaha yang berkedudukan di Indonesia.
  2. Pengajuan Permohonan Rekordasi: Pemilik HKI mengajukan permohonan perekaman data HKI disertai dengan dokumen persyaratan yang lengkap. Terlebih dahulu Pemilik merek harus membuat user pada Ceisa HKI di customer.beacukai.go.id
  3. Penunjukan Examiner: Pemilik HKI dapat menunjuk Examiner yang memahami mengenai merek / hak cipta barang yang akan dilakukan rekordasi. Examiner bisa berasal dari perusahaan atau luar perusahaan, dan dapat berjumlah lebih dari 1 orang.
  4. Pemeriksaan Formal: DJBC melakukan penelitian formal untuk memastikan kelengkapan dan kesesuaian persyaratan administrasi yang diajukan pemohon.
  5. Pemeriksaan Material: Setelah persyaratan administrasi lengkap, dilakukan penelitian material untuk memastikan kesesuaian antara data HKI yang didaftarkan dengan objek yang dilindungi.
  6. Persetujuan/Penolakan: Setelah melalui penelitian material, DJBC akan menerbitkan keputusan berupa persetujuan atau penolakan permohonan perekaman data HKI.
  7. Persetujuan: Jika permohonan disetujui, maka data HKI akan dicatat dalam sistem database DJBC
  8. Jangka waktu: Setelah perekaman selesai, DJBC akan memberikan dokumen kepada pemohon sebagai bukti rekordasi. Perlu dicatat bahwa rekordasi berlaku paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal persetujuan dan dapat diperpanjang

Dokumen Persyaratan Rekordasi

Dokumen yang diperlukan untuk rekordasi antara lain:

  1. FC Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahan Terakhir
  2. FC NPWP
  3. FC SIUP atau TDP
  4. FC Surat Domisili
  5. FC Sertifikat Merek atau FC Surat Pendaftaran/ Pencatatan Hak Cipta yang diterbitkan oleh DJKI
  6. Data mengenai ciri keaslian produk (merek, tampilan produk, kemasan, rute distribusi, dll)
  7. Surat Pernyataan (Lampiran B – PMK 40/PMK.04/2018)
  8. Bukti Pengalihan hak (apabila hak dialihkan)
  9. Data pihak yang diberikan hak untuk melakukan impor/ekspor
  10. Data lainnya yang dibutuhkan oleh DJBC

HS Code vs Nice Classification

Apakah semua sertifikat merek dapat digunakan sebagai syarat pengajuan rekordasi HKI, mengingat panduan di DJKI menggunakan Nice Classification, sedangkan Bea Cukai menggunakan HS Code? Bagaimana cara mengkonversi antar HS Code dan Nice Classification, mengingat dari 45 kelas yang ada di Nice Classification hanya kelas merek dagang kelas 1 hingga 34 yang dapat dilakukan rekordasi?

Penting untuk dicatat bahwa konversi antara HS Code dan Nice Classification tidak selalu mudah karena keduanya memiliki tujuan dan struktur yang berbeda. Meskipun demikian, kedua sistem ini dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi. Di masa mendatang, tidak menutup kemungkinan bagi pihak yang mampu menginisiasi konversi ini untuk memberikan bantuan yang sangat berarti.

Pemilik Merek di Luar Negeri

Apabila pemilik merek berada di luar negeri, maka untuk melakukan rekordasi di Indonesia, langkah yang dapat diambil adalah melakukan perjanjian lisensi terlebih dahulu dengan badan usaha yang berkedudukan di Indonesia. Melalui perjanjian lisensi, pemilik merek dapat memberikan izin kepada badan usaha di Indonesia untuk menggunakan merek tersebut dalam kegiatan bisnisnya di wilayah Indonesia.

Perjanjian lisensi ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai penggunaan merek, pembayaran royalti, masa berlaku lisensi, wilayah geografis yang dicakup, dan hak serta kewajiban kedua belah pihak. Setelah perjanjian lisensi tercapai, badan usaha di Indonesia yang telah memperoleh izin tersebut dapat mengajukan permohonan rekordasi HKI kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Proses rekordasi kemudian akan melibatkan badan usaha tersebut sebagai pemohon, dengan menyertakan dokumen-dokumen yang diperlukan dan mematuhi prosedur yang telah ditetapkan oleh DJBC. Setelah proses rekordasi selesai, badan usaha tersebut akan menjadi pemilik rekordasi HKI di Indonesia, yang memberikan perlindungan hukum terhadap merek tersebut dalam perdagangan lintas batas di negara ini.

Baca juga: Kebijakan dan Pengaturan Impor Pasca Berlakunya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 

Dengan demikian, perlindungan terhadap HKI, khususnya Hak Cipta dan Merek, bukan hanya merupakan pilihan tetapi keharusan dalam menghadapi perdagangan lintas batas yang kompleks. Rekordasi HKI oleh DJBC memainkan peran krusial dalam memastikan perlindungan efektif terhadap HKI di Indonesia. Melalui proses rekordasi yang melibatkan pemilik atau pemegang hak, baik dalam negeri maupun luar negeri, DJBC memastikan bahwa barang-barang yang diduga melanggar HKI dapat dikendalikan secara efisien, menjaga integritas merek dan hak cipta di pasar global.

Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual