(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Amarullahi Ajebi

Pada dasarnya, perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak mengikuti prinsip asas pacta sunt servanda. Artinya, para pihak memiliki kewajiban untuk melaksanakan semua isi perjanjian yang telah disepakati. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Prinsip ini diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan persetujuan kedua belah pihak…”

Pemutusan perjanjian secara sepihak merupakan hal sering terjadi dalam kontrak bisnis. Hal ini dilakukan oleh pihak yang merasa tidak puas terhadap implementasi perjanjian sehingga menginginkan perjanjian segera diakhiri. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan apakah tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (PMH).

Baca juga: Asas-Asas Perjanjian dalam KUH Perdata

Menjawab pertanyaan di atas, Mahkamah Agung (MA) berpendapat bahwa jika salah satu pihak yang telah mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak, maka pihak yang telah membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hal ini terdapat dalam Putusan Mahkmah Agung (MA) Nomor 4/Yur/Pdt/2018 menyatakan: “Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum.”

Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan secara konsisten. Salah satu putusan yang mendukung pendapat Mahkamah Agung tersebut tercantum pada putusan Nomor 1051 K/Pdt/2014 (PT. Chuhatsu Indonesia vs PT. Tenang Jaya Sejahtera) tanggal 12 November 2014. MA berpendapat “Bahwa perbuatan Tergugat/Pemohon Kasasi yang telah membatalkan perjanjian yang dibuatnya dengan Penggugat/Termohon Kasasi secara sepihak tersebut dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak.”

Baca juga: Perbedaan “Batal Demi Hukum” dengan “Dapat Dibatalkan” dalam Perjanjian

Putusan ini  kemudian diperkuat pada putusan Peninjauan Kembali Nomor 580 PK/Pdt/2015. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menegaskan bahwa penghentian perjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum:“Bahwa penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu Tergugat harus membayar kerugian yang dialami Penggugat;”

Pemutusan perjanjian secara sepihak dapat dilakukan apabila telah disepakati dan tertulis dalam perjanjian. Para pihak dapat mengesampingkan Pasal 1266 KUH Perdata yang mengatur: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan.” Sebaliknya apabila tidak diatur dalam perjanjian maka perbuatan pemutusan perjanjian secara sepihak terkualifikasi sebagai PMH.

Tag: Berita , Artikel , Advokat