(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Novita Indah Sari

Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) didefinisikan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih lainnya. Lebih lanjut, Subekti memberikan definisi perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Subekti, 1979:1).

KUH Perdata mengatur agar hubungan hukum setiap orang yang terikat melalui perjanjian memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sah perjanjian meliputi adanya 1) kesepakatan para pihak, 2) kecakapan para pihak, 3) terdapat hal tertentu (objek perjanjian), dan 4) sebab yang halal (objek perjanjian bukan suatu yang dilarang). Secara teori syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif, karena berkaitan dengan subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif, karena berkaitan dengan objek dari perjanjian atau perbuatan hukum yang dilakukan.

Baca juga: Penentuan Usia Dewasa Atau Cakap Hukum Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Ketika syarat subjektif dalam perjanjian tidak dipenuhi, maka dapat  mengakibatkan perjanjian tersebut “dapat dibatalkan”. Sedangkan apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak dipenuhi, maka akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi “batal demi hukum”.

Istilah “dapat dibatalkan” dimaknai bahwa sebelum perjanjian dinyatakan batal atau diajukan pembatalan, maka semua perbuatan dan tindakan hukum dalam perjanjian tersebut dianggap sah sampai ada pihak yang membatalkan (Suparna Wijaya, 2022: 86). Perjanjian masih memiliki kekuatan hukum mengikat dan tetap eksis selama tidak ada pembatalan terhadap perjanjian. Lebih lanjut menurut Pasal 1446 KUH Perdata pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang dalam kondisi tidak cakap hukum. Sebagai contoh perjanjian jual beli yang dilakukan oleh orang dewasa dan anak-anak merupakan salah satu contoh perjanjian yang dapat dibatalkan. Hal ini karena anak-anak pada dasarnya tidak memenuhi unsur kecakapan hukum sehingga dalam kondisi demikan, anak-anak yang belum dewasa dapat mengajukan pembatalan perjanjian.

Baca juga: Apakah Surat Perjanjian Wajib Diberi Meterai?

Istilah “batal demi hukum” berarti bahwa dari semula perjanjian dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah lahir. Artinya perjanjian tersebut dari awal dianggap tidak pernah eksis. Sehingga perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat dan tidak bisa dilaksanakan. Apabila tetap dilaksanakan maka akan berakibat perjanjian tersebut bertentangan dengan hukum. Sebagai  contoh jual beli narkoba merupakan perjanjian yang batal demi hukum. Hal ini karena objek perjanjian tersebut merupakan sesuatu yang dilarang oleh hukum.

Tag: Berita , Artikel , Advokat