(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Debitor dalam menghadapi proses pailit serta melindungi harta dan posisinya supaya  tidak dinyatakan sebagai debitor pailit dapat melakukan langkah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). PKPU merupakan suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim Pengadilan Niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian dari hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut (Munir Fuady, 2010: 177).

Di dalam PKPU terdapat upaya perdamaian yang diatur pada Pasal 265 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU). Perdamaian dalam PKPU merupakan langkah yang menentukan bagi debitor karena dengan adanya upaya perdamaian debitor dapat  mengajukan rencana perdamaian terkait pengelolaan utangnya. Permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitor maupun oleh kreditornya. Ketentuan kreditor dapat mengajukan PKPU merupakan ketentuan baru dalam UUK PKPU (Hadi Shubhan, 2008: 147). Apabila PKPU diajukan oleh debitor maka debitor dapat melampirkan proposal rencana perdamaian secara bersama-sama dengan permohonan PKPU tersebut atau dapat diserahkan kemudian pada saat berlangsungnya masa PKPU Sementara.

Baca juga: Perbedaan Rencana Perdamaian Dalam Kepailitan dan PKPU

Rencana perdamaian yang dimaksud adalah kerangka perdamaian berbentuk proposal yang meliputi tawaran–tawaran tentang pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Proposal rencana perdamaian ini ditujukan untuk menjadi perjanjian baru sebagai pembaharuan terhadap perjanjian utang piutang yang dibuat sebelumnya antara debitor dan kreditor. Hal tersebut dikarenakan debitor diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya kepada kreditor sesuai yang dengan perjanjian utang piutang yang mengikat debitor dan kreditor sebelumnya, maka dibutuhkan prosedur dan tata cara baru terhadap pembayaran utang-utang debitor agar dapat meyakinkan para kreditor untuk menerimanya.

Rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitor tentu bisa diterima atau di tolak oleh para kreditor. Untuk dapat diterima, rencana perdamaian ini harus memenuhi ketentuan pada Pasal 281 UUK PKPU, yaitu:

  1. Persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui dan mereka hadir pada rapat kreditor dimana kreditor yang hadir itu telah mewakili minimal 2/3 bagian dari seluruh utang yang diakui, dan
  2. Persetujuan dari 1/2 jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tangggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 dari seluruh tagihan kreditor.

 Apabila rencana perdamaian diterima oleh para kreditur, maka proposal perdamaian tersebut akan disahkan oleh Pengadilan Niaga (Homologasi). Rencana perdamaian yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga akan memiliki kekuatan hukum tetap dan harus dilaksanakan oleh debitor agar debitor terhindar dari kepailitan. Status harta kekayaan debitor setelah putusan pengesahan perdamaian menjadi kembali berada dalam keadaan normal, pengurus wajib melakukan pengembalian seluruh harta kekayaan debitor termasuk benda, uang, buku bahkan dokumen penting yang dimiliki oleh debitor (Pasal 167 ayat (2) UUK PKPU), sehingga dengan adanya pengembalian harta kekayaan debitor tersebut debitor dapat melanjutkan usaha atau bisnisnya dan kepengurusan perseroan  mengenai  harta  kekayaan  perseroan  seperti  halnya  tidak  pernah  terjadi  PKPU, karena pengesahan perdamaian mengakibatkan berakhirnya PKPU (Sutan Remy Sjahdeini, 2010: 416).

Namun perlu diketahui bahwa rencana perdamaian yang telah disetujui oleh para kreditor, pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila (Pasal 285 ayat (2) UUK PKPU):

  1. harta debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
  2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;
  3. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; dan/atau
  4. imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

Baca juga: Kenali Perbedaan Antara Kepailitan dan PKPU

Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian maka dalam putusan yang sama pengadilan wajib menyatakan debitor pailit dan tidak dapat lagi ditawarkan suatu perdamaian kembali dan karenanya harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi (Pasal 292 UUK PKPU). Terhadap penolakan pengesahan perdamaian tersebut tidak dapat diajukan upaya kasasi.

Berdasarkan uaraian diatas, dapat disimpulkan bahwa PKPU menganut prinsip perdamaian tunggal dimana debitor hanya diberikan kesempatan satu kali untuk mengajukan rencana perdamaian. Apabila debitor tidak menawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak maka berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit debitor berada dalam keadaan insolvensi.

Tag: Berita , Artikel , Kurator dan Pengurus