(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Novita Indah Sari

Batas usia dewasa atau cakap hukum merupakan pengetahuan yang penting untuk diketahui. Hal ini karena batas usia dewasa atau cakap hukum akan menentukan apakah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang dapat dianggap sah ataukah tidak. Dalam lapangan hukum perjanjian batas usia dewasa atau cakap hukum termasuk dalam syarat subjektif yang dapat menentukan suatu perjanjian dapat dibatalkan. Selain itu hal ini juga berkaitan dengan penentuan hak dan kewajiban seseorang dalam hubungan hukum di masyarakat. Secara yuridis kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum berarti kecakapan untuk menjadi subjek hukum yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban (Harahap, 2020: 34).

Di Indonesia ketentuan batas usia dewasa atau cakap hukum masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Batas usia dewasa atau cakap hukum ini  memiliki ketentuan yang berbeda dan beragam antar peraturan satu dengan peraturan lainnya. Bahkan dalam satu undang-undang pun terdapat pula ketentuan batas usia dewasa atau cakap hukum yang berbeda.

Baca juga: Penentuan Usia Dewasa Atau Cakap Hukum Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Sebelum berlakunya SEMA No. 7 Tahun 2012, ketentuan batas usia dewasa atau cakap hukum dalam KUH Perdata memiliki beragam ketentuan. Menurut Pasal 330 KUH Perdata seseorang yang telah dewasa adalah mereka yang telah berusia 21 tahun atau telah menikah. Sedangkan dalam kecakapan menikah, menurut Pasal 29 KUH Perdata mengatur untuk laki-laki berusia 18 tahun sedangkan perempuan 15 tahun. Adapun dalam kecakapan membuat wasiat, menurut Pasal 897 KUH Perdata adalah minimal berusia 18 tahun. Namun setelah SEMA No. 7 Tahun 2012 berlaku, ketentuan batas usia dewasa atau cakap hukum dalam KUH Perdata tidak diberlakukan lagi. Rumusan kamar perdata dalam SEMA No. 7 Tahun 2012 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dewasa adalah cakap bertindak di dalam hukum yaitu orang yang telah mencapai umur 18 tahun atau telah kawin. Sedangkan untuk kecakapan melakukan perkawinan di atur dalam Undang-Undang Perkawinan.

Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seseorang dianggap cakap untuk menikah ketika telah berusia 19 Tahun, baik itu laki-laki atau perempuan. Sedangkan menurut Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seseorang tidak dianggap sebagai anak atau telah dewasa ketika telah berusia 18 tahun.

Selain itu dalam hal pidana, menurut Pasal 150 UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diatur bahwa seseorang tidak dianggap sebagai anak atau telah dewasa ketika telah berusia 18 tahun. Begitu pula dalam hal ketenagakerjaan, menurut Pasal 1 angka 26 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seseorang dianggap telah dewasa ketika berusia 18 tahun. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, seseorang tidak lagi dianggap sebagai anak atau telah dewasa ketika telah berusia 21 tahun.

Baca juga: Upaya Hukum Peninjauan Kembali Berupa Novum Dalam Sengketa Perpajakan

Beragamnya ketentuan batas usia dewasa atau cakap hukum menimbulkan pertanyaan manakah yang harus dijadikan acuan. Namun pertanyaan ini telah dijawab oleh Mahkamah Agung dalam melalui SEMA No. 4 Tahun 2016. Dalam SEMA tersebut dijelaskan bahwasanya penentuan mengenai batas usia dewasa dalam melakukan perbuatan hukum ditentukan berdasarkan undang-undang atau ketentuan yang mengaturnya dalam konteks perkara yang bersangkutan atau ditentukan secara kasuistis. Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penentuan batas usia dewasa atau cakap hukum tergantung pada dalam hal apa seseorang melakukan perbuatan hukum dan undang-undang yang mengaturnya.

Tag: Berita , Artikel , Advokat