(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Antonius Gunawan Dharmadji, S.H.

Editor: Stefanus Kurniawan Dharmadji, S.H.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan salah satu alternatif cara yang dapat ditempuh oleh debitur untuk menghindar dari keadaan pailit. Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU Kepailitan), PKPU memberikan kesempatan bagi debitur yang memiliki utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada lebih dari 1 (satu) kreditur untuk mengajukan rencana perdamaian. Maka, ketika ada kesempatan PKPU debitur akan memilihnya bahkan dapat mengajukan PKPU tersebut berkali-kali.

Pertanyaannya, dapatkah PKPU diajukan lebih dari satu kali? Apakah nebis in idem tidak berlaku dalam perkara PKPU? Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah istilah nebis in idem tidak berlaku dalam perkara PKPU yang menyebabkan permohonan PKPU boleh dilakukan lebih dari satu kali. Hal ini dapat dibuktikan dalam praktik bahwa banyak debitur yang sudah lebih dari satu kali mengajukan PKPU ke Pengadilan Niaga.

Baca juga: Subrogasi Perbankan Dalam Kredit Macet KPR

Ricardo Simanjuntak menyebutkan bahwa alasan mengapa dalam PKPU tidak berlaku asas nebis in idem dikarenakan sifat dari perkara PKPU itu sendiri. PKPU bukanlah “sengketa”, melainkan hanya cara penagihan utang yang dapat diajukan kapan saja bahkan berulang. Hanya dengan memenuhi syarat adanya utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, ada lebih dari 1 (satu) kreditur, dan dapat dibuktikan secara sederhana, maka PKPU dapat diajukan kembali meskipun permohonan tersebut sebelumnya pernah ditolak.

Hal ini berbeda dengan kasus perdata yang sifatnya merupakan “sengketa” dari suatu permasalahan atau obyek yang akan diputus oleh hakim. Akibatnya, apabila permasalahan tersebut telah diputus oleh hakim sudah sewajarnya atas permasalahan yang sama tersebut tidak dapat diajukan gugatan kembali karena telah ada putusan yang berkekuatan hukum. Hal ini penting untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk para pihak yang bersengketa dan menghindari adanya dualisme putusan hakim pada tingkat yang sama.

Adapun dalam hukum perdata ketentuan nebis in idem diatur pada Pasal 1917 BW yang pada pokoknya menyebutkan bahwa putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum harus diputus dengan hal dan alasan yang sama, terhadap pokok perkara yang sama dan diajukan oleh para pihak yang sama pula.

Pertanyaan lain muncul apabila dalam suatu permohonan PKPU debitur menolak dan tidak mengakui adanya utang. Ricardo Simanjuntak menerangkan meskipun debitur tidak mengakui adanya utang, asalkan kreditur memiliki bukti yang kuat (prima facie evidence) bahwa utang itu ada, maka dalil debitur yang menolak mengakui adanya utang dapat dikesampingkan. Pembuktian utang tersebut dapat melalui berbagai cara, seperti halnya membuktikan dengan adanya kontrak yang mengatur dengan tegas permasalahan utang, melalui somasi untuk pelunasan utang, dan dapat melalui surat pengakuan utang oleh debitur. Pentingnya memiliki bukti yang kuat tersebut telah diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan.

Kurator dan pengurus Doni Budiono menjelaskan bahwa tidak ada larangan mengajukan permohonan PKPU lebih dari satu kali. Hal ini dikarenakan penagihan utang tidak selamanya mudah, sehingga sudah sepatutnya dibuka kesempatan agar kreditur dapat terus menerus melakukan penagihan melalui mekanisme PKPU.

Baca juga: Taktik Penyelesaian Kredit Macet Dalam Sektor Perbankan Saat Pandemi Covid-19

Sebaliknya, pengajuan permohonan PKPU tidak dapat dilakukan kembali apabila telah tercapai homologasi (perdamaian). Hal ini disebabkan pasca homologasi baik debitur dan kreditur telah terikat pada perjanjian perdamaian yang disahkan oleh Pengadilan Niaga. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 286 UU Kepailitan: “Perdamaian yang telah disahkan mengikat semua Kreditor, kecuali Kreditor yang tidak menyetujui rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 ayat (2).

Apabila debitur tidak memenuhi perjanjian tersebut, maka upaya hukum yang dapat diajukan oleh kreditur bukanlah mengajukan permohonan PKPU kembali, melainkan dapat menuntut pembatalan homologasi. Pasal 291 jis. Pasal 170, Pasal 171 UU Kepailitan mengatur bahwa konsekuensi pembatalan perjanjian perdamaian (homologasi) adalah debitur harus dinyatakan pailit.

Tag: Berita , Artikel , Kurator dan Pengurus