(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati

Hak-hak yang timbul diatas hak permukaan bumi berupa hak atas tanah termasuk di dalamnya bangunan atau benda-benda diatasnya diatur oleh negara. Negara berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa untuk kemakmuran rakyat. Untuk memberi kepastian penggunaan hak atas tanah, negara memberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU PA) untuk mengatur hubungan hukum antara orang/badan hukum dengan tanah. Dalam UU PA menjelaskan bahwa negara memberikan beberapa macam hak-hak atas tanah antara lain Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, dan hak lain yang tidak termasuk dalam hak tersebut serta hak yang sifatnya sementara.

Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi salah satu hak atas tanah yang diakui oleh negara. HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan dan mempunyai bangunan diatas tanah milik orang lain yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu. Berdasarkan Pasal 35 UU PA, HGB memiliki jangka waktu paling lama 30 tahun, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. HGB merupakan salah satu hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia maupun badan hukum yang berkedudukan di wilayah indonesia yang dapat dijaminkan dan memiliki harga pasar.

Baca juga: Upaya Hukum Terhadap Putusan Renvoi Prosedur

Dalam hal khusus mengenai jaminan berupa hak atas tanah, berdasarkan Pasal 39 UU PA jo. Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (PP 18/2021) HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UU Hak Tanggugan).

HGB yang telah dibebani Hak Tanggunan dijadikan sebagai bentuk jaminan pelunasan utang. Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa penguasaan atas Hak Tanggungan merupakan kewenangan bagi kreditor tertentu untuk berbuat sesuatu mengenai Hak Tanggungan yang dijadikan agunan. Namun bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitor cidera janjii dan mengambil hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas utang debitor kepadanya. Jadi, dalam hal ini kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat melakukan lelang eksekusi atas HGB yang dibebani Hak Tanggungan jika debitor cidera janji sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

Namun harus diperhatikan, HGB merupakan hak atas tanah dengan jangka waktu tertentu. Setiap hak atas tanah yang diberikan untuk waktu terbatas, suatu saat akan berakhir jangka waktunya. Berdasarkan Pasal 40 UU PA HGB bisa hapus karena berakhirnya jangka waktu atas tanah tersebut. Lalu, bagaimana jika HGB yang dibebani Hak Tanggungan tersebut hapus?

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Hak Tanggugan jika HGB hapus maka hak tanggungan juga menjadi hapus. Namun, hapusnya Hak Tanggungan tentu saja tidak menyebabkan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut menjadi hapus. Sejak hapusnya Hak Tanggungan karena HGB tidak dilakukan perpanjangan atau jangka waktunya berakhir, utang debitor tidak lagi dijamin dengan Hak Tanggungan. Kedudukan kreditor yang semula sebagai kreditor pemegang jaminan yang memiliki hak eskekusi menjadi kreditor konkuren dan tidak lagi memiliki hak untuk mengeksekusi jaminan. Akibatnya, jika debitor cedera janji/wanprestasi dengan tidak melakukan pembayaran utang, kreditor tidak dapat menjual secara lelang objek yang dijadikan jaminan utang tersebut.

Baca juga: Parate Executie Kreditor Separatis dalam Kepailitan

Dari uraian diatas, dalam hal jaminan utang berupa HGB harus dilakukan tindakan preventif untuk mencegah timbulnya masalah dikemudian hari, khususnya yang dapat merugikan kreditor. Sebelum melakukan perjanjian kredit dengan jaminan berupa HBG harus dipastikan jangka waktu dalam HGB tersebut belum berakhir sesuai dengan termin pelunasan kredit. Selain itu, sebagai kreditor selaku pihak pemegang Hak Tanggungan harus mengamankan kedudukan kreditor yang memiliki hak eksekusi sesuai Pasal 6 UU Hak Tanggungan manakala debitor melakukan wanprestasi dengan tidak melakukan pembayaran atas utangnya, sehingga kreditor dapat melelang objek jaminan Hak Tanggungan tersebut untuk membayar atau melunasi utangnya.

Tag: Berita , Artikel , Advokat