(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Virus Corona (Covid-19) menjadi topik utama sebagai permasalahan di dunia internasional saat ini karena telah memakan banyak korban, serta penyebaran virus tersebut yang sangat cepat. Wabah covid-19 yang sudah menyebar ke berbagai negara termasuk salah satunya di Indonesia. Covid-19 telah melumpuhkan ekonomi beberapa negara karena telah dikategorikan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 22-23 Februari 2020. Pandemi adalah penyakit menular yang mengancam banyak orang di dunia secara bersamaan. Penyebaran Covid-19 juga telah berdampak pada sektor pariwisata, transportasi, dan manufaktur.

Menurut Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Prio Pambudi, “pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat didukung oleh konsumsi yakni sebanyak 56% porsinya dan sebenarnya konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh makanan dan minuman saja, tetapi juga pakaian, transportasi, komunikasi, dan lainnya.”

Permasalahan paling sangat terasa yakti terhadap sektor pariwisata yang mengalami penurunan sangat drastis akibat pelarangan penerbangan sementara dari berbagai negara baik keluar atau masuk dalam suatu negara kecuali karena ada perjalanan khusus. Sementara itu, untuk mengurangi penyebaran Covid-19, Pemerintah Indonesia membatasi penerbangan dari dan ke China serta perdagangan ekspor dan impor Indonesia-China terutama pada komoditas komsumsi berupa makanan, buah-buahan dan hewan.

Baca juga: Aturan Pembatasan “Lockdown” UU Kekarantinaan Kesehatan

China merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering melakukan kegiatan impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Adanya Covid-19 yang terjadi di China menyebabkan perdagangan China memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dengan Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan penurunan harga komoditas dan barang tambang.

Untuk menyikapi hal tersebut, WHO telah melakukan pertemuan G20 yaitu Arab Saudi. Anggota G20 ini terdiri dari Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Uni Eropa. Dalam pertemuan G20, negara-negara G20 menyampaikan simpati kepada masyarakat dan negara yang terdampak Covid-19. Munculnya berbagai tekanan global, mendorong negara-negara G20 untuk meningkatkan kerja sama dengan mempererat kerja sama internasional. Negara-negara G20 telah sepakat memperkuat pemantauan terhadap risiko global yang berasal dari Covid-19, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko dan sepakat untuk mengimplementasikan kebijakan yang efektif baik dari sisi moneter, fiskal, maupun struktural.

Setelah pertemuan G20, Pemerintah akhirnya merilis stimulus jilid II untuk meminimalisir dampak dari Covid-19 terhadap perekonomian dalam negeri. Adapun kebijakan stimulus jilid II yang dirilis tersebut adalah sebagai berikut :

Kebijakan Stimulus Fiskal

  1. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21. Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan 200 juta rupiah pada sektor industri pengolahan (termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor-Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM)). PPh DTP diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar 8,60 triliun rupiah.
  2. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor. Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar 8,15 triliun rupiah. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cash flow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).
  3. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25. Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar 4,2 triliun rupiah.
  4. Relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar 1,97 triliun rupiah.

Kebijakan Stimulus Non-Fiskal

  1. Penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing. Dalam hal ini dokumen Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dokumen persyaratan ekspor kecuali diperlukan oleh eksportir. Implikasinya, terdapat pengurangan lartas ekspor sebanyak 749 kode HS yang terdiri dari 443 kode HS pada komoditi ikan dan produk ikan dan 306 kode HS untuk produk industri kehutanan.
  2. Penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas impor khususnya bahan baku yang tujuannya untuk meningkatkan kelancaran dan ketersediaan bahan baku. Stimulus ini diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen dan pada tahap awal akan diterapkan pada produk besi baja, baja paduan, dan produk turunannya yang selanjutnya akan diterapkan pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku industri manufaktur.
  3. Percepatan proses ekspor dan impor untuk reputable traders, yakni perusahaan-perusahaan terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Pada prinsipnya, perusahaan dengan reputasi baik akan diberikan insentif tambahan dalam bentuk percepatan proses ekspor dan impor yakni: penerapan auto response dan auto approval untuk proses Lartas baik ekspor maupun impor serta penghapusan laporan surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan. Hingga saat ini sudah ada 735 reputable traders yang terdiri dari 109 perusahaan AEO/Authrized Economic Operator dan 626 perusahaan yang tergolong MITA/Mitra Utama Kepabeanan.
  4. Peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE). Roadmap NLE mencakup antara lain integrasi antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem trucking, sistem gudang, sistem transportasi, sistem terminal operator, dan lainnya. Pemerintah mengharapkan dengan kehadiran NLE tersebut, dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan cara mengintegrasikan layanan pemerintah dengan platform-platform logistik yang telah beroperasi.

Stimulus dari sektor keuangan dalam rangka penanganan dampak Covid-19 juga dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional yang berisi:

  1. Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19, termasuk dalam hal ini adalah debitur UMKM.
  2. Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari:

a.Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit hingga Rp 10 miliar,

b.Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM. Kualitas kredit/pembiayaan yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi

  1. Debitur UMKM, Bank juga dapat menerapkan 2 kebijakan stimulus tersebut, yaitu:

a.Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain berdasarkan ketepatan membayar pokok dan/atau bunga,

b.Melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan UMKM tersebut, dengan kualitas yang dapat langsung menjadi lancar setelah dilakukan restrukturisasi kredit.

Baca juga: Siaga Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, stimulus jilid II ini akan lebih berfokus pada sektor produksi terutama sektor manufaktur. Sebab, sejak ditetapkan sebagai pandemi global, sektor tersebut kesulitan untuk mendapatkan barang modal dan bahan baku. “Ini pun bukan pengumuman terakhir karena perkembangan dan situasi ekonomi ini masih dinamis. Kita akan terus terbuka dengan situasi yang ada dan siapkan instrumen policy yang dimiliki untuk terus mitigasi atau meminimalkan dampak. Baik terhadap sektor pengusaha, perusahaan korporasi atau masyarakat. Jadi pemerintah selalu melihat dari sisi ekonomi, kita lihat demand side, konsumsi, investasi dan juga sektor usaha supply chain atau production side.” Dengan adanya stimulus jilid II tersebut diharapkan dapat mendorong perekonomian di Indonesia.

Tag: Berita , Artikel , Advokat