(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Amarullahi Ajebi, S.H.

Setiap perusahaan sudah seharusnya memiliki kesadaran akan pentingnya sebuah merek yang digunakan dalam menjalankan usaha barang dan/atau jasa. Merek berfungsi untuk membedakan asal usul, kualitas dan keaslian produk barang dan/atau jasa dan cerminan dari nilai atau kualitas dari yang diperdagangkan. Dengan adanya merek juga akan mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Merek merupakan aset yang mempunyai nilai dapat dikategorikan sebagai benda bergerak karena dapat dialihkan dan benda tidak berwujud (intangible asset) karena tidak mempunyai bentuk yang dapat dilihat. Karenanya hak kekayaan intelektual yang salah satunya adalah merek mengikuti pengaturan Hak Kebendaan, menjadi sebuah pertanyaan apakah hak merek termasuk kedalam harta pailit yang dapat dilakukan sita umum dalam pemberesan harta pailit?

Pengertian dari hak kebendaan (zakelijkrecht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang, sedangkan suatu hak perseorangan (persoonlijkrecht) memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap orang (Subekti, 2005:62). Selain itu, hak merek terdiri atas hak ekonomi yang melekat padanya, hak ekonomi berupa sejumlah uang dari keuntungan yang diperoleh karena penggunaan hak merek tersebut atau karena penggunaan dari orang lain berdasarkan perjanjian lisensi.

Baca juga: Penghapusan Paten Melalui Surat Edaran Dianggap Batal Demi Hukum?

Hal tersebut sejalan dengan Pasal 1 angka 5 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek) yang berisi hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Pemegang hak merek yang telah mendaftarkan mereknya, sudah seharusnya mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum bahwa pemegang merek terdaftar satu satunya yang berhak atas merek tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, hak atas merek merupakan suatu hak kebendaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yakni barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek dari hak milik. Hak kekayaan intelektual dikategorikan sebagai benda dan oleh karenanya pengaturan mengenai hak kekayaan intelektual juga mengikuti konsep pengaturan hukum benda/barang sebagaimana terdapat di dalam Buku Kedua KUH Perdata tentang Benda.

Selain itu, hak kekayaan intelektual sebagai benda terdapat dalam Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif  yang mengatur “dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang.”

Hal tersebut sejalan dengan hak kebendaan menurut KUH Perdata yang dapat dibedakan menjadi hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijk zekenheidsrecht) dan hak kebendaan yang memberikan kenikmatan (zakelijk genotsrecht). Dengan demikian, dengan diakuinya hak kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang, semakin ditegaskan kembali bahwa hak kebendaan melekat pada hak atas kekayaan intelektual (Allo, 2022).

Mengenai kepailitan terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (yang selanjutnya disebut UU Kepailitan) yakni “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.” Kepailitan pada dasarnya diadaptasi dari Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, yang mengatur bahwa semua barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan terhadap pelunasan utang debitor dan hasil penjualan terhadap seluruh aset tersebut dibagi secara prorata kepada para kreditor.

Akibat hukum dari putusan pailit tersebut mengakibatkan debitor tidak berwenang lagi mengurus harta kekayaannya karena seluruh harta kekayaannya ditempatkan dalam status sita umum, di bawah penguasaan seorang kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga dan dalam pengawasan seorang Hakim Pengawas. Kurator yang akan mengurus dan menyelesaikan harta pailit serta menyelesaikan hubungan hukum antara debitor dengan kreditornya dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan untuk membayar semua hutang debitor pailit secara proporsional (prorata parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.

Sedangkan yang dimaksud dengan harta pailit meliputi seluruh harta kekayaan debitor pailit dan segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berlangsung. Terkait dengan kepemilikan hak merek, hak merek merupakan benda bergerak tidak berwujud yang memiliki nilai komersial yang sangat tinggi. Tanda kepemilikan hak merek dapat dibuktikan dari sertifikat merek yang diperoleh sejak merek tersebut didaftarkan.

Baca juga: Kronologi Mahkamah Agung Mengabulkan Permohonan Pendaftaran Merek “Acer Predator”

Dalam hal, keadaan bahwa semua harta kekayaan debitor pailit yang berada dalam sita umum karena adanya putusan pailit dari pengadilan, maka debitor pailit tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaannya. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa hak merek dapat dimasukkan sebagai boedel atau harta pailit, karena pada hak merek selalu melekat hak ekonomi. Dengan demikian, hak merek yang telah didaftarkan atas nama debitor pailit merupakan benda yang dimiliki debitor pailit yang merupakan harta kekayaan debitor pailit dapat dilakukan sita umum untuk pelunasan utang dalam rangka pemberesan harta pailit.

Tag: Berita , Artikel , Kurator dan Pengurus