Author: Amarullahi Ajebi, S.H.
Akhir-akhir ini bioskop di Indonesia tengah diramaikan dengan Film berjudul Miracle in Cell No. 7. Film tersebut berhasil meraih 1.150.346 penonton dalam waktu 4 hari saja sejak tayang perdana pada 8 September 2022. Film Miracle in Cell No. 7 merupakan adaptasi film populer dari Korea Selatan dengan judul yang sama yang rilis pada tahun 2013, Miracle in Cell No.7 juga sudah banyak diadaptasi oleh negara-negara lain, seperti India, Filipina, Turki dan Indonesia. Lalu bagaimana pengaturan hukum adaptasi film dari luar negeri di Indonesia.
Film-film yang telah populer dan sukses di negara asalnya, tidak jarang diadaptasi oleh rumah produksi film di Indonesia dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dari kesuksesan film tersebut seperti di negara asalnya. Film hasil adaptasi terkadang dilakukan penyesuaian kultur dan budaya atau perubahan alur cerita yang sedikit berbeda. Istilah adaptasi film terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (yang selanjutnya disebut UU Hak Cipta) yakni “Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: (d) pengadaptasian, pengaransemenan, pentransformasian Ciptaan.”
Baca juga: Implikasi Penerapan Prinsip First To File Dalam Sengketa Merek Gen Halilintar
Mengenai pelaksanaan hak ekonomi tersebut berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak melalui perjanjian lisensi sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU Hak Cipta yang berisi “Kecuali diperjanjikan lain, pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (21, Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (21).”
Perjanjian lisensi tersebut akan memiliki akibat hukum bagi pihak ketiga, apabila perjanjian lisensi sudah dicatatkan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 15 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual yang mengatur “Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dan tidak diumumkan, tidak berakibat hukum kepada pihak ketiga.”
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, apabila terdapat rumah produksi film di Indonesia yang ingin melakukan adaptasi film dari luar negeri, maka harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pemegang Hak Cipta atas film melalui perjanjian lisensi. Selanjutnya dilakukan pencatatan perjanjian lisensi kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri agar memiliki akibat hukum kepada pihak ketiga.
Baca juga: Perlindungan Hak Cipta Pada Video Pertunjukan Farel Prayoga di Istana Negara
Maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa adaptasi film dari luar negeri ke Indonesia bukan merupakan pelanggaran hak cipta sepanjang telah terjadi kesepakatan yang dicatatkan dalam perjanjian lisensi. Apabila terdapat pihak yang mengadaptasi film tanpa izin, Pemegang Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta melalui Pengadilan Niaga atau mengajukan laporan pelanggaran hak cipta melalui Kepolisian atau Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual