Author: Ihda Aulia Rahmah, S.H.
Pada tanggal 20 Desember 2022, Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh) sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Peraturan Pemerintah tersebut dalam Pasal 2 mengatur ketentuan terkait “objek pajak penghasilan yang berupa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan”.
Baca juga: Sosialisasi Aspek Perpajakan, Kurator dan Kepailitan
Adanya Peraturan Pemerintah ini juga kembali menegaskan terkait perubahan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) terhadap wajib pajak orang pribadi yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU HPP. Dalam pasal tersebut diatur bahwa tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Ketentuan tersebut merubah batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang mengatur bahwa tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Penegasan perubahan dari batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) terhadap wajib pajak orang pribadi ini menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat, dari yang pro hingga kontra. Dari sisi yang kontra banyak yang merasa keberatan karena muncul anggapan “pengaturan lapisan penghasilan kena pajak dan tarif pajak di UU HPP sekarang menyebabkan membayar pajak penghasilan menajdi lebih besar”. Namun, apabila ditinjau lebih jauh adanya perubahan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) sendiri justru lebih menguntungkan bagi wajib pajak orang pribadi. Hal tersebut dapat dilihat dari gambaran perbandingan perhitungan Pajak Penghasilan dari sisi ketentuan batas Penghasilan Kena Pajak dalam peraturan perundang-undangan yang lama dan yang baru di bawah ini.
Baca juga: Disparitas Pengenaan Sanksi Pidana Dalam Putusan Tindak Pidana Pajak!
Berdasarkan pada contoh perhitungan pajak tersebut, maka dapat diketahui bahwa setiap wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan 5 juta per bulan, baik menggunakan ketentuan dalam aturan yang lama atau yang baru memiliki jumlah pajak terutang yang sama tiap tahunnya. Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan lebih dari 5 juta per bulan justru mengalami penurunan jumlah pajak yang terutang per tahunnya. Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani juga menegaskan bahwa “adanya perubahan lapisan tarif PPh untuk melindungi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Banyak masyarakat di kelompok menengah bawah justru beban pajaknya lebih turun.” (Natalia, 2023). Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam Undang-Undang HPP tidak dimaksudkan untuk memberatkan wajib pajak tetapi sebaliknya justru meringankan beban wajib pajak.
Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak