(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Ihda Aulia Rahmah, S.H.

Dalam sistem perlindungan merek di Indonesia dikenal adanya asas first to file yang memiliki makna bahwa perlindungan hukum akan diberikan kepada pemilik merek yang telah mendaftarkan terlebih dahulu ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Namun dalam hal khusus, dalam pemberlakuan asas first to file di Indonesia dapat dikesampingkan apabila ditemukan bukti-bukti saat proses pendaftaran merek tidak beritikad baik dan melanggar peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan asas first to file dalam sistem perlindungan merek di Indonesia tidaklah bersifat mutlak. Sebab sangat mungkin adanya asas ini disalahgunakan oleh pihak lain untuk mendompleng merek terkenal yang pemiliknya belum mendaftarkan merek di Indonesia (Rendy Alexander, 2022: 2110).

Salah satu contoh kasus adanya penyalahgunaan tersebut diatas dapat dilihat dalam Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dimana dalam putusan tersebut terjadi sengketa antara Yoshikawa Corporation sebagai Penggugat dengan Suko Martin sebagai Tergugat dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) sebagai Turut Tergugat. Gugatan yang diajukan oleh Yoshikawa Corporation terhadap Suko Martin ini berkaitan dengan merek “Yoshikawa” yang dimilikinya dan terdaftar sejak 14 Juni 2002 dengan Nomor IDM000332132. Pihak Yoshikawa Corporation menggugat pembatalan atas merek tersebut karena dinilai memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek terkenal “Yoshikawa” milik Penggugat. Selain itu, pihak Penggugat juga beranggapan bahwa pendaftaran merek “Yoshikawa” oleh Suko Martin didasari dengan itikad tidak baik untuk mendompleng merek “Yoshikawa” yang sudah terkenal.

Baca juga: Akibat Hukum Bagi Penggugat Yang Tidak Memiliki Persona Standi in Judicio Dalam Mengajukan Gugatan Pembatalan Desain Industri

Terhadap gugatan tersebut kemudian pihak Tergugat memberikan jawaban dengan alasan bahwa gugatan Penggugat telah kedaluwarsa, karena diajukan lewat waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek) menyatakan bahwa “Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek”. Selain itu, berdasarkan asas first to file yang dianut di Indonesia maka sudah seharusnya merek “Yoshikawa” yang dimiliki oleh Suko Martin mendapatkan perlindungan karena merupakan merek yang pertama kali terdaftar sejak tanggal 14 Juni 2002. Disamping itu, merek “Yoshikawa” milik Yoshikawa Corporation belum terdaftar di Indonesia.

Meskipun merek “Yoshikawa” milik Yoshikawa Corporation belum terdaftar di Indonesia, mereka tetap dapat mengajukan gugatan pembatalan atas suatu merek. Hal tersebut tercantum dalam ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU Merek yang menyatakan bahwa “Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud ayat (1) setelah mengajukan permohonan kepada Menteri”. Berkaitan dengan daluwarsa UU Merek juga tidak memberikan batas waktu terkait gugatan pembatalan apabila ditemukannya unsur itikad tidak baik dan seterusnya. Ketentuan ini diatur secara eksplisit dalam Pasal 77 ayat (2) UU Merek.

Merek “Yoshikawa” milik Penggugat sendiri baru diajukan pendaftaran merek pada tanggal 7 Januari 2022 pada kelas barang 21. Apabila ditinjau dengan menggunakan asas first to file yang dianut dalam sistem perlindungan merek di Indonesia, maka yang seharusnya dilindungi adalah Merek “Yoshikawa” yang dimiliki oleh Tergugat yang sudah didaftarkan sejak tanggal 14 Juni 2002. Namun perlu diketahui bahwa asas ini pada hakikatnya tidak bersifat mutlak, karena bisa saja terdapat pemilik merek yang terlambat mendaftarkan mereknya namun telah menggunakan mereknya dalam waktu yang cukup lama dan mengajukan gugatan pembatalan merek atas adanya itikad tidak baik dalam proses pendaftaran merek tersebut.

Maksud dari itikad tidak baik tersebut diatas apabila merujuk pada Penjelasan Pasal 21 ayat (3) UU Merek adalah permohonan yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya, memiliki niat untuk meniru, menjiplak, atau mengikuti merek pihak lain demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan tidak sehat, mengecoh atau menyesatkan konsumen. Dimana salah satu contoh dari adanya itikad tidak baik tersebut adalah dengan memohonkan merek yang sama dengan merek pihak lain atau merek yang sudah dikenal masyarakat secara umum selama bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah dikenal tersebut. Dalam hal ini, meskipun merek “Yoshikawa” yang dimiliki oleh Penggugat belum terdaftar di Indonesia, tetapi merek ini telah terdaftar di berbagai negara dan berlangsung cukup lama sejak didaftarkannya merek ini pada tanggal 30 November 1992.

Fakta bahwa merek “Yoshikawa” yang dimiliki oleh Penggugat telah terdaftar di berbagai negara tersebut memiliki makna bahwa pemilik dari merek telah melakukan investasi di berbagai negara. Adanya fakta ini kemudian membenarkan anggapan bahwa merek “Yoshikawa” yang dimiliki oleh Penggugat telah menjadi merek terkenal. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 21 UU Merek yang menyatakan kriteria merek dapat dikategorikan sebagai merek terkenal ialah: (1) Pengetahuan umum masyarakat di bidang usaha yang bersangkutan; (2) Reputasi merek karena promosi yang gencar gencaran; (3) Investasi yang dilakukan oleh pemiliknya di beberapa negara; (4) Bukti pendaftaran di beberapa negara di dunia; dan (5) Hasil survei yang dilakukan oleh lembaga yang bersifat mandiri akan tetapi ditunjuk oleh Pengadilan Niaga.

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim atas merek “Yoshikawa” milik Tergugat dengan milik Penggugat memiliki persamaan pada pokoknya. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa terdapat unsur “itikad tidak baik” dalam proses pendaftaran merek “Yoshikawa” milik Tergugat. Sebab, merek “Yoshikawa” milik Penggugat telah menjadi merek terkenal dan terdaftar sejak tahun 1992 di Jepang. Meskipun sejatinya merek “Yoshikawa” milik Penggugat belum didaftarkan di Indonesia dan baru didaftarkan pada pertengahan tahun 2022, namun dikarenakan adanya itikad tidak baik dalam proses pendaftaran merek “Yoshikawa” milik Tergugat tersebut kemudian membatasi keberlakuan dari asas first to file dalam perlindungan merek di Indonesia.

Baca juga: Penghapusan Paten Melalui Surat Edaran Dianggap Batal Demi Hukum?

Sehingga menurut penulis putusan Majelis Hakim untuk mengabulkan gugatan Yoshikawa Corporation atas pembatalan merek “Yoshikawa” yang dimiliki Suko Martin adalah putusan yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Karena sejatinya meskipun merek “Yoshikawa” milik Suko Martin adalah merek yang pertama kali terdaftar di Indonesia, tetapi merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek “Yoshikawa” yang dimiliki Yoshikawa Corporation sejak tahun 1992 di Jepang. Selain itu, merek “Yoshikawa” yang dimiliki Yoshikawa Corporation telah menjadi merek terkenal yang telah terdaftar di negara-negara lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam proses pendaftaran merek “Yoshikawa” milik Suko Martin terdapat unsur itikad tidak baik dan terhadapnya tidak berlaku asas first to file.

Download:

Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual