(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Ihda Aulia Rahmah, S.H.

Tindak pidana yang dilakukan “secara bersama-sama” dalam hukum pidana dikenal sebagai penyertaan (Tobing, 2013). Penyertaan atau deelneming merupakan pengertian dari semua bentuk turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana (Setyowati, 2018 : 284). Dalam hukum pidana ketentuan terkait penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP yang meliputi penyertaan sebagai turut melakukan dan penyertaan pembantuan membantu melakukan (Fahrurrozi & Gare, 2019 : 50).

Penyertaan sebagai turut melakukan tercantum dalam Pasal 55 KUHP yang menyatakan bahwa “Dihukum sebagai pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana, yakni: (1) Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu; (2) Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberikan kesempatan, sarana-sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. Dimana terhadapnya hanya dapat dipertanggungjawabkan apa yang sengaja mereka gerakan untuk dilakukan orang lain, berikut akibat-akibatnya.”

Baca juga: Proses Penetapan Eksekusi Perdata Oleh Pengadilan Negeri

Untuk penyertaan pembantuan membantu melakukan selanjutnya diatur dalam Pasal 56 KUHP yang menyatakan “Dihukum sebagai pembantu-pembantu didalam suatu kejahatan, yakni: (1) Mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam melakukan kejahatan tersebut; (2) Mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan, sarana-sarana, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan.”

Berkaitan dengan penyertaan pembantuan yang tercantum dalam Pasal 56 KUHP tersebut bersinggungan secara tidak langsung dengan Putusan Nomor 161/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Tim yang mengadili terdakwa atas nama Hendrik Abdul Rohman alias Hendrik Sutisna telah bersalah melakukan tindak pidana perpajakan secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan tunggal. Dimana terhadapnya didakwakan Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 terkait Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam Pasal 39A huruf a diatur bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.”

Pasal tersebut selanjutnya berhubungan dengan Pasal 43 dalam undang-undang yang sama yang menyatakan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.”

Dalam Putusan Nomor 161/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Tim Hendrik Sutisna selaku terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan dan pidana denda 2 (dua) x Rp. 4.800.138.762,00 yang berjumlah Rp. 9.600.277.524,00 (sembilan miliar enam ratus juta dua ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus dua puluh empat rupiah) dibagi 2 dengan terdakwa Sepi Muharram alias Cepi yaitu sejumlah Rp. 4.800.138.762,00 jika terdakwa tidak membayar denda paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan kemudian dilelang untuk membayar denda, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda, maka terdakwa dijatuhi hukuman kurungan pengganti denda selama 3 (tiga) bulan.

Putusan tersebut sudah sesuai dengan Pasal 39A jo 43 UU KUP. Namun berkaitan dengan putusan tersebut yang menyatakan bahwa pidana denda yang dijatuhkan terhadap terdakwa “dibagi 2 (dua)” dengan terdakwa Sepi Muharram tidak sejalan dengan ketentuan dalam UU KUP, sebab terdakwa Sepi Muharram berdasarkan pada fakta yang tercantum dalam putusan merupakan pihak yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh terdakwa Hendrik Sutisna. Dikatakan sebagai pihak yang membantu melakukan tindak pidana sebab terdakwa Sepi Muharram melalui koneksinya dengan petugas pajak diberikan sejumlah uang sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk menyelesaikan permasalahan penerbitan faktur pajak yang tidak sah oleh PT. Hendrika Putra Sejati milik Hendrik Sutisna atas perusahaan-perusahaan yang membutuhkan faktur pajak yang tidak berdasarkan pada transaksi yang sebenarnya.

Perbuatan membantu ini sejatinya juga diancam dengan Pasal yang sama yakni Pasal 39A UU KUP, karena secara jelas disebutkan dalam Pasal 43 UU KUP bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan 39A, berlaku juga bagi pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.” Namun perlu diketahui bahwa bantuan yang dilakukan oleh Sepi Muharram dalam kasus ini bukan termasuk penyertaan pembantuan yang diatur dalam Pasal 56 KUHP. Hal tersebut sejalan dengan pendapat R. Soesilo yang menyatakan bahwa orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” melanggar Pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam Pasal 221 KUHP (Sugali, 2022).

Sedangkan dalam kasus ini perbuatan yang dilakukan oleh Sepi Muharram merupakan bantuan yang diberikan setelah terdakwa melakukan tindak pidana. Dalam hal ini berupa menyelesaikan permasalahan atas faktur pajak yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya oleh terdakwa. Sehingga perbuatan yang dilakukan oleh Sepi Muharram tersebut bukanlah termasuk perbuatan penyertaan pembantuan dalam KUHP dan juga pihak lain yang ikut membantu melakukan tindak pidana perpajakan yang tercantum dalam Pasal 43 UU KUP.

Baca juga: Pelindungan Data Pribadi Tidak Hanya Persoalan Kebocoran Data, Tetapi Juga Keamanan

Oleh karenanya menurut penulis penjatuhan pidana terhadap Hendrik Sutisna sebagai terdakwa yang diancam dengan Pasal 39A jo. Pasal 43 UU KUP dengan menggunakan frasa “dibagi 2 (dua)” dengan terdakwa lain yakni Sepi Muharram bukanlah suatu hal yang dapat dibenarkan. Mengingat sejauh ini belum ada ketentuan yang mengatur terkait adanya pembagian dalam penjatuhan sanksi denda terhadap pihak lain yang terlibat dalam melakukan tindak pidana perpajakan. Apabila berdasarkan pada pandangan R. Susilo maka seharusnya terdakwa Sepi Muharram di proses dengan tindak pidana yang berbeda.

Download:

Putusan Nomor 161/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Tim

Tag: Berita , Artikel , Advokat