(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Kepailitan merupakan sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitor oleh kurator kepada semua kreditor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing (Suci & Poesoko, 2016:64). Syarat-syarat kepailitan untuk dapat diajukan ke pengadilan niaga setidaknya harus memenuhi beberapa unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU) yang berbunyi: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas satu atau lebih kreditornya”.

Menurut Hadi Shubhan, pengertian kepailitan yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 UUK PKPU dan dihubungkan dengan persyaratan pengajuan pernyataan pailit sebagaimana diuraikan dalam Pasal 2 ayat (1) UUK PKPU, ternyata kepailitan mengandung unsur-unsur adanya debitor yang mempunyai dua orang atau lebih kreditor dan tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo dan utang tersebut sifatnya dapat ditagih maka dapat dipailitkan melalui putusan pengadilan dengan diletakkannya sita umum atas harta debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dan Pengurus di bawah pengawasan Hakim Pengawas (Hadi Shubhan, 2014: 67).

Baca juga: Kenali Perbedaan Antara Kepailitan dan PKPU

Pembuktian sederhana dalam memutuskan permohonan pailit telah diatur dalam Faillissements-verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Faillissementsverordening menentukan pembuktian sederhana dilakukan terhadap adanya peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan yang menunjukkan debitor berada dalam keadaan telah berhenti membayar utang-utangnya, dan jika permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seorang kreditor, maka terdapat hak penagihan dari kreditor tersebut. Pendapat ini berkembang berkaitan dengan pembuktian sederhana pada masa Faillissementsverordening antara lain pembuktian tentang debitor dalam keadaan berhenti membayar harus dilakukan secara sederhana (summier). Artinya, pengadilan di dalam memeriksa permohonan pernyataan pailit tidak perlu terikat dengan sistem pembuktian dan alat-alat bukti yang ditentukan dalam hukum acara perdata.

Contoh penerapan pembuktian sederhana pada masa berlakunya Faillissementsverordening adalah bukti dan pengakuan debitor yang menyatakan debitor sampai saat permohonan ini diajukan tidak mungkin lagi membayar utang-utangnya karena usahanya telah tidak beroperasional, menunjukkan secara singkat telah dapat dibuktikan debitor berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya. Contoh pembuktian sederhana lainnya, harta kekayaan debitor sudah tidak mencukupi lagi untuk membayar utang-utangnya dan debitor sudah dalam keadaan berhenti membayar serta sebagian kreditor tidak berkeberatan debitor dinyatakan pailit. Dengan demikian, telah cukup bukti untuk menyatakan debitor dalam keadaan pailit (Siti Anisah, 2008: 61).

Selain itu, pembuktian sederhana juga telah diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UUK PKPU yang berbunyi: “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi”. Maksud dari pembuktian sederhana tersebut sesuai Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UUK PKPU adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

Baca juga: Problem Norma dan Praktik Kepailitan & PKPU di Indonesia

Berdasarkan fakta adanya dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar maka Hakim harus memutus permohonan pailit yang diajukan baik oleh Kreditor ataupun Debitor dengan tidak mempersoalkan materi besar kecilnya utang Debitor kepada Kreditor, sehingga berapapun utang Debitor kepada Kreditor jika telah terbukti secara sederhana maka Hakim harus mengabulkan permohonan pailit tersebut. Dengan demikian, proses pemeriksaan permohonan kepailitan di Pengadilan Niaga cukup dilakukan secara sederhana tanpa harus mengikuti prosedur dan sistem pembuktian yang diatur di dalam hukum acara perdata pada umumnya, karena proses penyelesaian permohonan pailit pada Pengadilan Niaga relatif lebih cepat dibanding perkara perdata pada umumnya di Pengadilan Negeri yaitu harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

Tag: Berita , Artikel , Kurator dan Pengurus