Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.
Editor: Antonius Gunawan Dharmadji, S.H.
Pada dasarnya jika berbicara upaya keberatan dalam sengketa perpajakan, wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari Surat Ketetapan Pajak (SKP) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketetapan yang dapat diajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak, meliputi: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dasar hukum pengajuan keberatan diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan aturan pelaksananya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak sebelum mengajukan keberatan, yaitu:
- Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
- Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
- Satu keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
- Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui oleh wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum surat keberatan disampaikan;
- Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak dikirim atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak;
- Surat keberatan ditandatangani oleh wajib pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan wajib pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP; dan
- Wajib pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.
Baca juga: Pemeriksaan Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak
Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh wajib pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) PMK No. 9/PMK.03/2013 jo. PMK No. 202/PMK.03/2015, wajib pajak dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan tersebut terlampaui. Perlu diketahui bahwa tanggal penyampaian surat keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal surat keberatan diterima.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) PMK No. 9/PMK.03/2013 jo. PMK No. 202/PMK.03/2015, dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan.
Demikian ulasan singkat tentang syarat-syarat pengajuan keberatan dalam sengketa perpajakan sebagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak yang merasa tidak puas dengan surat ketetapan pajak dan menganggap bahwa jumlah potongan atau pungutan pajak tersebut tidak sesuai sebagaimana mestinya.
Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak