Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.
Editor: Antonius Gunawan Dhaarmadji, S.H.
Advokat atau lebih dikenal dengan pengacara adalah subjek pajak yang masuk kualifikasi sebagai profesi yang melakukan pekerjaan bebas. Pengertian pekerjaan bebas berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), menyebutkan “Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.” Lebih lanjut berdasarkan Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi, disebutkan bahwa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
Dalam aspek perpajakan seseorang pengacara wajib memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu:
- Kewajiban memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini dilakukan mengingat pengacara tersebut telah memenuhi syarat subjektif maupun objektif dalam memiliki NPWP.
- Badan atau orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan dari jasa hukum yang mendapatkan omset atau peredaran bruto di atas Rp 4,8 miliar maka wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
- Penghasilan yang didapat atau diperoleh di bidang jasa hukum seperti jasa konsultasi, sukses fee dan lain-lain maka penghasilan tersebut diperhitungkan kembali di SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan bukti potong PPh 21 bagi orang pribadi atau PPh 23 bagi pengacara berbentuk persekutuan perdata/firma.
- Pengacara yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas maka wajib menyelenggarakan pembukuan atau dapat melakukan pencatatan dalam menghitung penghasilan netto. Hal ini dilakukan dengan syarat Wajib Pajak orang pribadi tersebut memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar.
- Pengacara yang melakukan usaha berbentuk Badan maka wajib melakukan pembukuan berdasarkan UU KUP.
- Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan wajib melakukan rekonsiliasi fiskal, yaitu penyesuaian antara pembukuan secara komersial dengan pembukuan secara fiskal.
- Pengacara yang melakukan pekerjaan bebas atas jasa hukum dan memiliki peredaran bruto di atas Rp 4,8 miliar, maka memiliki kewajiban menyelenggarakan pembukuan, memungut PPN atas penghasilan yang diterima, melaporkan SPT Masa, PPN dan PPh serta wajib melaporkan SPT Tahunan.
Baca juga: Pemeriksaan Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak
Perlu diketahui berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf (i) Undang Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dijelaskan bahwa pembagian laba dari badan usaha yang didirikan oleh wajib pajak di bidang jasa hukum seperti persekutuan dan firma, tidak menjadi objek pajak bagi orang pribadi yang menerima penghasilan. Berikut contoh jenis penghasilan yang diterima pengacara yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan dan sebagai perhitungan pajak penghasilan, yaitu:
- Pekerjaan Bebas
- Usaha di luar profesi
- Penghasilan dari pemberi kerja
- Komisi dan imbalan lainnya
- Royalti
- Sewa Harta
- Penjualan Harta, dan lainnya
Wajib Pajak memiliki kewajiban pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan. Formulir SPT Tahunan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri atas SPT 1770SS, 1770 S dan 1770. Kemudian untuk Wajib Pajak Badan menggunakan formulir SPT 1771. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menerima penghasilan dari jasa hukum yang telah dipotong PPh, maka Orang Pribadi atau Badan tersebut berhak untuk mendapatkan bukti potong atas PPh yang telah dipotong.
Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak