(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Indonesia perlu mewaspadai ancaman terjadinya resesi ekonomi akibat pandemi virus corona (covid-19) yang bukan hanya berdampak terhadap kesehatan, tetapi juga perekonomian. Secara sederhana resesi ekonomi dapat dipahami sebagai kelesuan ekonomi. Resesi diartikan sebagai kondisi di mana produk domestik bruto (GDP) mengalami penurunan atau pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama satu kuartal (3 bulan) terakhir.

Terjadinya resesi ekonomi sering kali diindikasikan dengan menurunnya harga-harga yang disebut dengan deflasi, atau sebaliknya inflasi di mana harga-harga produk atau komoditas dalam negeri mengalami peningkatan secara tajam. Dampaknya akan terjadi banyak pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Secara lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan daya beli masyarakat menurun yang berimbas pada turunnya keuntungan perusahaan.

Baca juga: Insentif Perpajakan Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona

Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam, mengkhawatirkan “jika pemerintah tidak bergerak cepat mengatasi penyebaran virus corona, maka akan menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi berkepanjangan.” Bahkan beberapa kebijakan stimulus sudah dikeluarkan pemerintah untuk membantu dunia usaha, guna mempersiapkan kebijakan untuk kondisi terburuk di Indonesia akibat penademi virus corona.

Kendati begitu, Piter mangatakan bahwa “Indonesia berpotensi mengalami krisis ekonomi, apabila terjadi faktor-faktor berikut, yakni suatu perekonomian dikatakan krisis apabila mayoritas pelaku ekonomi dihampir semua sektor tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi secara baik, semua indikator ekonomi mengalami perkembangan negatif.”

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, “kondisi ekonomi Indonesia tertekan akibat pandemi virus corona.” Jika pandemi virus corona tidak segera diatasi, diperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 2,5% atau bahkan 0% dengan kata lain tidak berkembang pada tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi yang hanya 0-2,5% bisa terjadi apabila masalah pandemi virus corona semakin berat diatasi dengan kata lain Indonesia tidak mampu menangani pandemi virus corona lebih dari enam bulan dan terjadi karantina wilayah atau lockdown.

Sementara itu, apabila diberlakukan kebijakan lockdown yang dilakukan tanpa perencanaan, dan dilakukan ketika korban virus corona sudah tidak tertanggulangi, maka proses penyembuhannya akan jauh lebih lama dan dampak negatifnya terhadap perekonomian justru akan jauh lebih besar.

Selain itu, sektor ekonomi berpeluang tidak berkembang jika perdagangan internasional hanya meningkat kurang dari 30%. Kemudian, industri penerbangan mengalami penurunan hingga 75%. Pertumbuhan ekonomi juga melihat dari jumlah kebutuhan konsumsi rumah tangga, terutama bahan pokok dan kesehatan. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD) sampai minggu ketiga Maret 2020 juga harus diperhatikan, sebab nilai tukar rupiah mengalami penurunan hingga sempat menembus Rp. 16.000,-/1 USD, meskipun akhirnya ditutup pada tingkat Rp. 15.900,-/1 USD. Sementara itu, rekor penurunan rupiah ketika krisis moneter terjadi pada 18 Juni 1998 yang mencapai Rp. 16.200,-/1 USD.

Fenomena di atas harus menjadi alarm bagi Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Kebijakan moneter disusun atas dasar asumsi rasionalitas pelaku ekonomi. Saat asumsi rasionalitas secara ekonomi tidak terpenuhi, maka kebijakan tidak akan efektif. Namun, Sri Mulyani menjelaskan bahwa “jika penanganan virus covid-19 bisa ditangani dengan cepat atau sekitar tiga hingga enam bulan, kemungkinan pertumbuhan ekonomi masih bisa di atas 4%.” Hal tersebut dapat dilihat dengan memperhitungkan penurunan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) secara drastis dalam beberapa minggu terakhir.

Baca juga: Kebijakan Pemerintah Dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Darurat Sipil Untuk Mengatasi Penyebaran Covid-19

Disisi lain, Presiden Joko Widodo meminta gubernur di berbagai wilayah memperhitungkan dampak penyebaran virus covid-19 terhadap aspek sosial dan ekonomi. Sehingga, Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan bantuan sosial secara tepat sasaran. Hal itu juga perlu diikuti dengan memfokuskan kembali dan relokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh Pemerintah Daerah diharapkan memangkas rencana belanja bukan prioritas, seperti perjalanan dinas, pertemuan, dan belanja lainnya.

Untuk itu, demi mengatasi lesunya perekonomian di Indonesia akibat pandemi virus covid-19 perlu ditingkatkan kesadaran para pelaku usaha dengan mengarahkan pemodal domestik membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas oleh pemodal asing. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didorong membeli kembali sahamnya. Perbankan perlu dikondisikan agar menurunkan suku bunga kredit kepada industri substitusi impor. Konsumen pun diimbau agar seperlunya membeli barang. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisasi resesi ekonomi yang terjadi akibat penyebaran pandemi covid-19 di Indonesia.

Tag: Berita , Artikel , Advokat