(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati

Saat ini hampir seluruh tindak kejahatan yang ditangani oleh sistem peradilan pidana Indonesia selalu berakhir di pidana penjara. Diantara beberapa sanksi pidana penjara memang sering dijadikan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah kejahatan, namun dalam beberapa tindak kejahatan di mana kerusakan yang ditimbulkan kepada korban dan masyarakat masih bisa di restorasi maka sanksi pidana belum tentu merupakan solusi yang terbaik. Sehingga kondisi yang telah rusak dapat dikembalikan ke keadaan semula, sekaligus penghilangan dampak buruk atas pidana penjara.

Dalam menyikapi tindak kejahatan yang dianggap dapat di restorasi kembali, dikenal suatu paradigma penghukuman yang disebut sebagai Restorative Justice, di mana pelaku di dorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada korban, keluarganya dan juga masyatakat. Pengertian Restorative Justice atau keadilan restoratif termuat dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif Pasal 1 huruf 3 mengatur “Keadilan Restoratif merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Baca juga: Asas Ketertiban Umum Sebagai Dasar Penolakan Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia

Menurut Bagir Manan, bahwa penegakan hukum Indonesia bisa dikatakan “communis opinio doctorum”, yang artinya bahwa penegakan hukum yang sekarang dianggap telah gagal dalam mencapai tujuan yang diisyaratkan oleh undang-undang. Oleh karena itu, diperkenankanlah sebuah alternatif penegakan hukum, yaitu Restorative Justice System, dimana pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosio-kultural dan bukan pendekatan normatif (Dessi Perdani dkk, Vol.4:107).

Restorative Justice adalah suatu pendekatan keadilan yang memfokuskan kepada kebutuhan para korban, pelaku kejahatan, dan juga melibatkan peran serta masyarakat, dan tidak semata-mata memenuhi ketentuan hukum atau semata-mata penjatuhan pidana. Restorative Justice sendiri adalah upaya dalam menyelesaikan perkara pidana tanpa adanya peradilan dan sanksi penjara, namun Restorative Justice ini mengupayakan kembalinya situasi sebelum adanya tindak pidana dan mencegah adanya tindak pidana dengan mengutamakan musyawarah mufakat oleh kedua pihak dengan didampingi pihak penegak hukum dan menjunjung tinggi nilai keadilan. Sederhananya, Restorative Justice merupakan teori keadilan yang menekankan pada pemulihan kerugian yang disebabkan oleh perbuatan pidana.

Pada dasarnya Restorative Justice ini sama halnya dengan penyelesaian perkara melalui diversi yang mempunyai fungsi sama yaitu penyelesaian perkara pidana diluar peradilan, namun Restorative Justice tidak hanya mencakup tentang penyelesaian perkara pidana bagi pelaku anak saja yang disebut diversi, tetapi Restoratve Justice ini juga dapat diterapankan dalam pekara pidana umum. Penerapan Restorative Justice menitik beratkan kepada proses keadilan yang dapat memulihkan, yaitu memulihkan bagi pelaku tindak pidana anak, korban dan masyarakat yang terganggu akibat adanya tindakan pidana tersebut (Wagiati dan Melani 2013:134).

Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan Restorative Justice adalah pada perkara tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini, hukuman yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp 2,5 juta. Selain pada perkara tindak pidana ringan, penyelesaian dengan Restorative Justice juga dapat diterapkan pada perkara: a) tindak pidana anak; b) tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum; c) tindak pidana informasi dan transaksi elektronik; dan d) tindak pidana lalu lintas.

Sementara syarat pelaksanaan Restorative Justice termuat dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif. Persyaratan yang harus dipenuhi yakni persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum berlaku pada kegiatan penyelenggaraan fungsi reserse kriminal, penyelidikan, atau penyidikan. Sedangkan persyaratan khusus hanya berlaku untuk tindak pidana berdasarkan Restorative Justice pada kegiatan penyelidikan atau penyidikan.

Baca juga: Pengusaha Yang Tidak Membayar Upah Kerja Lembur Dapat Dipidana?

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak semua perkara tindak pidana dapat diselesaikan melalui Restorative Justice. Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan Restorative Justice adalah pada perkara tindak pidana ringan dengan hukuman yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp 2,5 juta dan mayoritas diterapkan dalam tindak pidana anak. Selain itu Restorative Justice bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga, dan masyarakat untuk memperbaiki suatu perbuatan melawan hukum dengan menggunakan kesadaran dan penyesalan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan bermasyarakat.

Tag: Berita , Artikel , Advokat