(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam Hukum Acara Perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak Penggugat dan Tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya karena pihak Tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan pihak Penggugat.

Dalam perkara perdata terdapat dua jenis gugatan, diantaranya :

  1. Gugatan Permohonan (Voluntair)

Gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan. Sebagaimana sebutan voluntair dapat dilihat dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 (diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999) yang menyatakan:

“Penyelesaian setiap perkara yang diajukan kepada badan-badan perdilan mengandung pengrtian di dalamnya penyelesaian masalahyang bersangkutan dengan yuridiksi voluntair”

Ciri-ciri gugatan voluntair diantaranya adalah:

  • Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata.
  • Gugatan atau permohonan ini adalah tanpa sengketa.
  • Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan.
  • Para pihak disebut Pemohon dan Termohon.
  1. Gugatan (Contentius)

Gugatan contentious adalah suatu permasalahan perdata yang berbentuk gugatan. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 (diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999), tugas dan wewenang peradilan selain menerima gugatan voluntair namun juga menyelesaikan gugatan contentious.

Ciri-ciri gugatan contentious diantaranya adalah:

  • Masalah yang diajukan adalah penuntutan suatu hak atas sengketa antara seseorang atau badan hukumdengan seseorang atau badan hukum yang lain.
  • Adanya suatu sengketa dalam gugatan ini.
  • Terdapat lawan atau pihak lain yang bisa ikut diseret dalam gugatan ini.
  • Para pihak disebut penggugat dan tergugat.

Proses pemeriksaan gugatan di pengadilan berlangsung secara kontradiktor (contradictoir), yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat untuk membantah dalil-dalil penggugat dan sebaliknya penggugat juga berhak untuk melawan bantahan tergugat. Dengan kata lain, pemeriksaan perkara berlangsung dengan proses sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun dalam bentuk kesimpulan (conclusion). Pengecualian terhadap pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan melalui verstek atau tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secara sah dan patut oleh juru sita. Setelah pemeriksaan sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan akan mengeluarkan putusan atas gugatan tersebut.

Dalam Hukum Acara Perdata, putusan pengadilan dapat berupa 3 hal yakni:

  1. Gugatan Dikabulkan

Suatu gugatan adengan syarat bila dalil gugatnya dapat dibuktikan oleh penggugat sesuai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 KUHP/Pasal 164 HIR. Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada yang dikabulkan seluruhnya, ditentukan oleh pertimbangan majelis hakim. 

  1. Gugatan Ditolak

Apabila penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya, akibat hukum yang harus ditanggungnya atas kegagalan membuktikan dalil gugatannya adalah gugatannya mesti ditolak seluruhnya. Jadi, jika suatu gugatan tidak dapat dibuktikan dalil gugatannya bahwa tergugat patut dihukum karena melanggar hal-hal yang disampaikan dalam gugatan, maka gugatan akan ditolak.  

  1. Gugatan Tidak Dapat Diterima

Gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR jo. SEMA No. 4 Tahun 1996:

a. gugatan tidak memiliki dasar hukum;

b. gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;

c. gugatan mengandung cacat atau obscuur libel; atau

d. gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya.

Terhadap gugatan yang mengandung cacat formil (surat kuasa, error in personaobscuur libel, premature, kedaluwarsa, ne bis in idem), putusan yang dijatuhkan harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan: menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO). 

Dasar putusan NO (tidak dapat diterima) ini dapat dilihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1975 Jo Putusan Mahkamah Agung RI No.565/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1973, Jo Putusan Mahkamah Agung RI No.1149/K/Sip/1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa terhadap objek gugatan yang tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima.