(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Wulandari

Dalam menghadapi meningkatnya minat masyarakat terhadap investasi, muncul kekhawatiran tentang adanya tindakan kejahatan seperti penipuan, manipulasi pasar, dan insider trading yang dilakukan oleh perusahaan penerbit (emiten) kepada investor. Penipuan di pasar modal, misalnya, terjadi ketika pihak emiten membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan informasi penting untuk memanipulasi investor agar mengambil keputusan yang menguntungkan emiten atau menghindari kerugian.

Permasalahan ini semakin rumit karena ada kesenjangan dalam kewenangan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap produk keuangan, yang bisa berpotensi menciptakan penyalahgunaan dalam berinvestasi atau ketidakpastian dalam pelaksanaan kebijakan, khususnya di pasar modal.

Baca juga: Perbedaan Equity CrowdFunding dengan Initial Public Offering

Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam penegakan hukum di pasar modal, OJK menerbitkan Peraturan OJK Nomor 65/POJK.04/2020 tentang Pengembalian Keuntungan Tidak Sah (Disgorgement) dan Dana Kompensasi Kerugian Investor di Bidang Pasar Modal. Disgorgement adalah tindakan OJK yang memerintahkan pihak yang melakukan pelanggaran di pasar modal untuk mengembalikan keuntungan yang diperoleh secara tidak sah atau melanggar hukum. Investor dapat mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi melalui jalur litigasi dengan dasar Pasal 111 UU Pasar Modal.

Sementara itu, Disgorgement Fund adalah dana yang dikumpulkan dari sanksi disgorgement yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran pasar modal. Dana ini dikelola dan didistribusikan oleh OJK kepada pihak yang dirugikan atas pelanggaran peraturan pasar modal, asalkan mereka telah mengajukan klaim dalam jangka waktu yang ditentukan. Disgorgement merupakan tindakan pencegahan agar pelaku kejahatan pasar modal tidak dapat menikmati keuntungan yang diperoleh secara ilegal atau dengan cara yang tidak sah.

Disgorgement sendiri adalah tindakan untuk memaksa pihak yang melakukan pelanggaran untuk mengembalikan keuntungan yang didapatkan secara legal melalui perintah atau paksaan hukum. Jika tidak dilakukan pembayaran, pihak yang bersangkutan dapat dikenai “upaya paksa” melalui proses hukum.

Di Indonesia, prosedur penetapan perintah Disgorgement merupakan mekanisme internal yang dilakukan oleh OJK setelah menemukan indikasi kuat pelanggaran pasar modal. Namun, ketentuan tentang mekanisme ini sebagian besar diatur dalam POJK Nomor 36/POJK.04/2018 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Sektor Pasar Modal.

Meskipun pengaturan Disgorgement ini dianggap sebagai payung perlindungan hukum baru bagi investor di Indonesia, namun perlu dicatat bahwa sumber dana Disgorgement Fund tergantung pada kemampuan pihak yang dikenai sanksi untuk membayar. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor dalam mendapatkan ganti rugi. OJK baru dapat membentuk Disgorgement Fund jika dana yang dihimpun dianggap layak (fisibel). Fisibilitas ini ditentukan berdasarkan jumlah Disgorgement yang berhasil ditagih, rencana biaya operasional, dan identifikasi awal mengenai apakah ada investor yang dirugikan.

Baca juga: Pengingkaran Perjanjian Perdamaian oleh Debitor dalam PKPU

Dengan penerbitan Peraturan OJK Nomor 65/POJK.04/2020 dan Surat Edaran OJK No. 17 Tahun 2021, pengaturan Disgorgement dan Disgorgement Fund menjadi penting dalam melindungi investor di pasar modal. Diharapkan bahwa dengan penerapan mekanisme ini, para pelaku pelanggaran akan terhalang untuk menikmati keuntungan ilegal, dan kerugian investor dapat dipulihkan. Disgorgement Fund juga memberikan perlindungan yang lebih luas dari Dana Perlindungan Pemodal, meliputi hampir semua jenis pelanggaran di pasar modal. Meskipun demikian, proses pembentukan dan pengelolaan dana ini berbeda dari Dana Perlindungan Pemodal dan tergantung pada penilaian fisibilitas oleh OJK.

Tag: Berita , Artikel , Advokat