Author: Neza Cavela Maharani, SH
Rabu, 17 Juli 2019 telah berlangsung seminar dengan tema “Problem Norma dan Praktik Kepailitan & PKPU Di Indonesia” di Ruang Serba Guna Fakultas Kedokteran PF 6 Universitas Surabaya atas kerja sama Fakultas Hukum Universitas Surabaya dengan Jimmy Simanjuntak Dedy Kurniadi (JSDK). Dalam seminar ini terdapat 7 (tujuh) orang narasumber yang memaparkan isu-isu yang berbeda seputar kepailitan dan PKPU. Narasumber tersebut antara lain: Dr. Ricardo Simanjuntak, S.H., LL.M., ANZIF., CIP., MCIArb., Cand. Dr. Doni Budiono, S.T., S.E., Ak., S.H., M.H., M.S.A., CA., Dedy Kurniadi, S.H., M.H., Dr. Jimy Simanjuntak, S.H., M.H., Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum., CLA., Ir. B. E. Hermawan, S.H., M.H., MBA., CLA., dan Dr. Sylvia Janisriwati, S.H., M.Hum. Seminar ini dipandu oleh Muhammad Ismak, S.H., M.H. sebagai moderator.
Narasumber pertama yang merupakan Ketua Dewan Penasehat AKPI, Ricardo Simanjuntak menyampaikan topik tentang eksistensi Undang-Undang Kepailitan & PKPU dimaknai sebagai ancaman atau memberikan kepastian hukum dalam berusaha. Di awal pemaparannya ditegaskan bahwa kepailitan itu untuk kepentingan debitur dan kreditur (keduanya). Hal itu dikarenakan kepailitan selalu bisa digunakan untuk kepentingan kreditur dan debitur. UU kepailitan bisa digunakan oleh kreditur sebagai alat paksa untuk debitur membayar utang dengan ancaman jika tidak membayar utang maka debitur dipailitkan. Akan tetapi disisi lain, UU Kepailitan dijadikan oleh banyak debitur yang mengalami kesulitan sebagai jalan keluar dari bisnisnya dengan cara mempailitkan dirinya sendiri secara sukarela, sehingga kreditur tidak memperoleh pelunasan sebagaimana mestinya.
Salah satu pemaparan dari Ricardo Simanjuntak juga menyinggung persoalan arbitrase dalam hal terdapat klausul arbitrase dalam perjanjian. Ricardo Simanjuntak berpendapat bahwa apabila suat sengketa sudah masuk dalam persoalan kewajiban pembayaran (payable) maka langsung bisa dibawa sengketa tersebut ke Pengadilan Niaga. Akan tetapi apabila sengketa tersebut tidak mengenai persoalan pembayaran dan mengenai pemenuhan prestasi lainnya maka harus diselesaikan di arbitrase.
Dari segi perpajakan dalam seminar ini juga menghadirkan Doni Budiono selaku konsultan pajak dan kurator. Dalam pemaparannya tentang upah buruh melawan utang pajak Doni Budiono menjelaskan bahwa Putusan MK No. 67/PPU-XI/2013 yang menyebutkan bahwa upah buruh di atas kreditur separatis dan utang pajak merupakan bentuk dari posisi MK sebagai Positif Legislator. MK sebagai lembaga yang berwenang menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 memiliki batasan yaitu hanya berwenang menyebutkan bahwa suatu undang-undang konstitusional atau inkonstitusional terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (MK hanya sebagai negatif legislator). Sehingga apabila terjadi konflik norma diantara undang-undang MK tidak berwenang menentukan mana yang lebih tinggi dari undang-undang yang lain.
Di dalam putusan tersebut MK yang menguji Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan menggandengkannya dengan undang-undang lain dalam hal ini Pasal 21 KUP adalah tidak tepat. Sebagaimana pendapat dari Prof. Mahfud MD. Apabila terjadi pertentangan diantara undang-undang itu adalah tugas dari DPR dan Presiden yang memutuskannya. Menurut Hans Kelsen dalam buku General Theory of Law and State, menegaskan…” A court which is competent to abolish laws individually or generally function as a negative legislator” yang dapat diartikan bahwa fungsi dari pengadilan (Mahkamah Konstitusi) adalah untuk menghapus undang-undang yang tidak sesuai dengan UUD 1945 (hanya sebagai negatif legislator).
Dalam topik memaksimalkan penyelesaian debitur yang merupakan tugas dari kurator dan pengurus Dedy Kurniadi menjelaskan bahwa ini dilakukan melalui pemberesan atau restrukturisasi utang. Janji UU kepailitan sebenarnya memberikan janji adanya penyelesaian utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Ketentuan yang harus dijalankan pengurus untuk memaksimalkan PKPU antara lain:
- Diberi kewajiban untuk melaporkan harta debitur
Setara dengan kurator yaitu menelusuri harta kekayaan dari debitur dalam proses PKPU
Karena dalam PKPU debitur diberikan kesempatan untuk mengajukan rencana perdamaian
- Pengurus tidak hanya menjadi administrator tetapi juga harus bisa mengatur negosiasi antara debitur dengan kreditur dalam proses PKPU
Yang sering adalah pengurus gagal dan tidak menyadari bahwa harusnya debitur yang melakukan rencana perdamaian harus menjabarkan secara terbuka berapa kekuatan kekayaan yang ada pada dirinya untuk bisa menunda suatu proses utang piutang, memabah jaminan untuk menyelesaikan utang piutang tanpa harus pailit
Sementara bagi kurator untuk memaksimalkan penjualan degan harga yang baik harus berdasarkan Pasal 185 UU Kepailitan.
Jimmy Simanjuntak, yang merupakan calon ketua AKPI menyampaikan bahwa terhadap permasalahan sita umum dengan sita pidana pihak kepolisian mengatakan bahwa sita pidana lebih kuat. Sementara itu kurator/praktisi mengatakan bahwa sita umum lebih kuat. Sementara itu, Jimmy Simanjuntak berpendapat bahwa sita pidana karena kepentingannya adalah hanya untuk pembuktian dan proses penuntutan persidangan maka sebetulnya bisa berjalan bersamaan tanpa ada yang mengatakan bahwa pidana lebih kuat / sita umum lebih kuat. Karena jika pidana lebih kuat dia hanya membicarakan tentang objek terkait dengan pidana sedangkan sita umum membicarakan seluruh harta debitur yang gunanya untuk pengembalian kepada kreditur.
Salah satu Pakar hukum Kepailitan dari UGM, Prof Tata Wijayanta yang turut hadir sebagai narasumber berkesempatan memberikan materi tentang putusan pailit dalam kaitannya dengan boedel pailit yang berada di luar wilayah Indonesia. Di dalam UU Kepailitan tidak mengatur secara rinci bagaimana jika ada aset yang terletak di beda luar Indonesia, karena masing-masing setiap negara punya yurisdiksi masing-masing (punya kedaulatan) tentunya tidak mungkin putusan pengadilan niaga berlaku juga bisa dilaksanakan di negara lain, demikian juga sebaliknya.
Prof Tata menjelaskan bahwa yang dapat dilakukan adalah dengan cara gugatan, karena dalam asasnya gugatan itu diajukan di tempat tergugat berdomisili, tetapi ada pengecualiannya karena asas juga bisa digunakan dimana benda itu berada. Artinya terhadap aset yang ada diluar yuridiksi suatu wilayah Negara ada 2 solusi Perjanjian (treaty) antar negara atau melalui gugatan.
Narasumber ke-6 (keenam) Hermawan menjelaskan dalam hal terdapat penanggung, maka penanggung tidak dapat bertanggung jawab apabila pada perjanjian perdamaian tersebut penanggung tidak dimintakan penetapan pengadilan. Ini yang menjadi dilema problem norma dan praktek, pada dasarnya praktek tidak mudah untuk dijalankan. Mengajukan pada saat perjanjian perdamaian Pasal 1820 sudah jelas penanggung tidak boleh menanggung lebih besar daripada debitur.
Narasumber terakhir Sylvia Janisriwati, dosen fakultas hukum ubaya berkesempatan memberikan pemaparan terkait tugas kurator sebagai likuidator. Dalam UU PT ketika terjadi kepailitan yang menjadi likuidator adalah kurator sebagaimana penjelasan Pasal 142 ayat (2) huruf a UU PT. Kurator bertindak sebagai likuidator setelah proses kepailitan berjalan. Selain itu kurator saat menjadi likuidator bertanggung jawab terhadap RUPS sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 152 ayat (1) UU PT.