Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya (Effendi Perangin, 2007:3). Penerapan hukum waris di Indonesia berdasarkan atas sistem hukum waris barat, sistem hukum waris adat dan sistem hukum waris Islam. Semuanya mempunyai masing-masing posisi dan berdiri sendiri, tetapi berlaku pada tempat dan waktu yang bersamaan.
Seorang ahli waris tidak dapat langsung dapat menguasai dan melakukan balik nama harta warisan peninggalan pewaris yang menjadi haknya. Terlebih dahulu harus ada tindakan hukum yang dilakukan guna peralihan hak atas nama pewaris kepada ahli waris. Untuk dapat melakukan tindakan hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus ditunjukkan atau dibuktikan dengan suatu keterangan yang menyatakan bahwa ahli waris adalah benar sebagai ahli waris dari pewaris (yang meninggal dunia) yaitu Surat Keterangan Waris (SKW).
Baca juga: Kenali Modus Kejahatan Terhadap Sertifikat Tanah
Surat Keterangan Waris diartikan sebagai suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan oleh dan dikuatkan oleh Kepala Desa Lurah atau Camat, yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris (I Gede Purwaka, 1999:57).
Sedangkan Surat Keterangan Waris (Verklaring van Erfpacht) menurut R. Soegondo Notodisorjo adalah: “…surat keterangan yang dibuat oleh Notaris yang memuat ketentuan siapa yang menurut hukum merupakan ahli waris yang sah dari seseorang yang meninggal dunia.”
Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan pengertian pendaftaran tanah, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Kegiatan pendaftaran tanah dilakukan salah satunya apabila terjadi perubahan data yuridis objek pendaftaran tanah seperti peralihan hak karena pewarisan (Urip Santoso, 2010:35).
Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak meninggal dunia. Sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru (Adrian Sutedi,2014:144). Sementara itu yang dimaksud pewarisan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun dari pemegang haknya sebagai pewaris kepada pihak lain sebagai ahli waris karena pemegang haknya meninggal dunia. Dengan meninggal dunianya pemegang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tersebut berpindah kepada ahli warisnya (Urip Santoso, 2010:398).
Dengan meninggalnya pewaris maka beralihlah hak atas tanah dari si pewaris kepada ahli waris, namun begitu proses peralihan tidak bisa begitu saja terjadi, oleh karena itulah dibutuhkan Surat Keterangan Waris (SKW) sebagai bukti bahwa pihak yang melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan adalah benar ahli waris dari si pewaris (yang meninggal dunia).
Apabila pewaris meninggalkan warisan berupa tanah, maka harus dilakukan peralihan hak atas tanah dengan nama pewaris menjadi dengan nama ahli waris. Untuk itu ahli waris harus melakukan pendaftaran peralihan haknya ke kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan sebagai berikut:
Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan:
- Sertipikat hak atas tanah atau sertipikat hak milik atas satuan rumah susun atas nama pewaris atau alat bukti pemilikan tanah lainnya;
- surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat yang bersangkutan dari kepala desa/lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang berwenang;
- surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa: 1. wasiat dari pewaris; 2. putusan pengadilan; 3. penetapan hakim/ketua pengadilan; 4. surat pernyataan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; 5. akta keterangan hak mewaris dari Notaris yang berkedudukan di tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; atau 6. surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
- Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan;
- bukti identitas ahli waris.
Pembuatan surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa SKW yang termuat di dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c tersebut diatas didasarkan kepada penggolongan penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 IS (Indische Staatregeling), yang mengatur penduduk Hindia Belanda menjadi 3 (tiga) golongan antara lain, Golongan Eropa, Golongan Bumiputera dan Golongan Timur Asing (Ramulyo Idris, 2012:28).
Untuk keseragaman dan berpokok pangkal pada pembagian golongan kewarganegaraan tersebut pembuatan SKW untuk WNI yaitu: 1. Golongan keturunan barat (Eropa) dibuatkan oleh Notaris; 2. Golongan penduduk asli, surat keterangan oleh para ahli waris disaksikan oleh Lurah dan diketahui oleh Camat; 3. Golongan keturunan Tiong Hoa, oleh Notaris; 4. Golongan keturunan Timur Asing lainnya, oleh Balai Harta Peninggalan (Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) tanggal 20 Desember 1969 Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan).
Baca juga: Peraturan Digitalisasi Sertipikat Tanah
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa SKW di Indonesia dibuat berdasarkan penggolongan dan oleh instansi yang berbeda-beda, SKW juga berisi mengenai keterangan yang menerangkan ahli waris, bersifat resmi, dicatatkan dan dikeluarkan oleh pejabat untuk memenuhi ketentuan formal. Sehingga, dalam melakukan pendaftaran ataupun untuk melakukan peralihan hak atas tanah harus diperhatikan pembuatan SKW-nya karena terdapat perbedaan siapa yang berwenang membuat SKW didasarkan pada golongan/keturunan.