(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Permohonan Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus kembali putusan Pengadilan Pajak sesuai yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak. Sebagaimana diketahui bahwa permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Terhadap putusan Pengadilan Pajak tidak ada upaya hukum banding maupun kasasi, akan tetapi terdapat upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Dalam artikel ini penulis akan mengulas suatu putusan peninjauan kembali atas sengketa kepabeanan dan cukai atas penetapan PPN bahan pakan ternak yang diajukan oleh PT. Central Proteina Prima, Tbk (Pemohon Peninjauan Kembali) melawan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Termohon Peninjauan Kembali) yang telah diputus berdasarkan Putusan Nomor: 2790/B/PK/Pjk/2022 tanggal 19 Mei 2022 yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung.

Baca juga: Peninjauan Kembali Sengketa Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Memiliki Hubungan Istimewa (Transfer Pricing)

Permohonan peninjauan kembali yang diajukan pada tanggal 21 Desember 2021 dengan pokok sengketa Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Nomor: SPKTNP-664/WBC.11/2020 tanggal 28 Agustus 2020 sehingga menimbulkan hutang Pajak Pertambahan Nilai atas barang impor wheat flour (for raw material animal feed) yang digunakan untuk pembuatan pakan ikan dengan PIB Nomor: 099971 tanggal 12 September 2018, pos tarif 1101.00.19  yang dikenakan PPN 10% sehingga menyebabkan kurang bayar Rp. 200.530.000,00 (dua ratus juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah).

Adapun pertimbangan Majelis Hakim Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali tersebut yaitu terdapat kekeliruan dalam menilai fakta dan menerapkan hukum sehingga Majelis Hakim Agung membatalkan putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT-013389.47/2020/PP/MXVIIA Tahun 2021, tanggal 22 September 2021. Menurut pendapat Majelis Hakim Agung kewenangan memungut PPN merupakan serta merta yang melekat tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, namun berdasarkan pemeriksaan Majelis Hakim Agung atas barang wheat flour (for raw material animal feed) yang digunakan untuk pembuatan pakan ikan dengan PIB Nomor: 099971 tanggal 12 September 2018, pos tarif 1101.00.19  tidak tercantum dalam rincian bahan pakan ikan yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diuraikan dalam Lampiran II Peraturan menteri Keuangan Nomor: 142/PMK.010/2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 267/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan Untuk Pembuatan Pakan Ternak dan Pakan Ikan Yang Atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PMK 142/2017).

Selain itu, wheat flour (for raw material animal feed) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PP 81/2015) Jo. Pasal 6 PMK 142/2017. Berdasarkan PP 81/2015 juga dijelaskan bahwa importasi wheat flour (for raw material animal feed) dibebaskan atau dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang mulai berlaku 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal 9 November 2015, sedangkan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) PP 81/2015 pemberian fasilitas perpajakan dimaksud tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKP) PPN, sehingga penerbitan keputusan SPKTNP dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus dibatalkan karena tidak memiliki dasar pijakan hukum.

Dengan dasar pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim Agung menyimpulkan bahwa penerbitan keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai harus dibatalkan karena tidak memiliki dasar pijakan hukum dalam rangka penyelenggaraan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan jo. Pasal 1, Pasal 4 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/ PMK.010/2017.

Baca juga: Penghapusan Jalur Kuning Atas Impor

Sehingga berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan membatalkan putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT-013389.47/2020/PP/MXVIIA Tahun 2021, tanggal 22 September 2021 yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Baca selengkapnya: Putusan Nomor: 2790/B/PK/Pjk/2022

Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak