Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.
Produk hukum berupa penetapan sementara dilatarbelakangi karena proses penyelesaian sengketa di pengadilan yang tidak dapat dilakukan dalam waktu yang cepat. Tujuan utama dari penetapan sementara adalah mencegah dan menghentikan pelanggaran hukum yang terjadi guna mencegah kerugian yang lebih besar. Melalui jalan penetapan sementara ini pencari keadilan dapat merasakan hadirnya keadilan, selama kasus yang dihadapi di Pengadilan tetap berjalan sampai Pengadilan membacakan putusannya.
Penetapan Sementara diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penetapan Sementara yang menjelaskan bahwa penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan berupa perintah yang harus ditaati semua pihak terkait berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pemohon terhadap pelanggaran hak atas Desain Industri, Paten, Merek dan Hak Cipta, untuk :
- Mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual dalam jalur perdagangan
- Mengamankan dan mencegah penghilangan barang bukti oleh Pelanggar.
- Menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar.
Indonesia telah meratifikasi TRIPs Agreement melalui UU No.7 Tahun 1994. Sebagai konsekuensinya, Undang-undang HKI harus menyesuaikan (comply) dengan ketentuan TRIPs tersebut. Penetapan sementara pengadilan merupakan mekanisme baru dalam UU HKIsebagai pelaksanaan TRIPs Agreement yang dikenal dnegan istilah ”injuction”. Penetapan Sementara secara substansi diatur dalam Pasal 50 Perjanjian TRIPs yang mengharuskan para anggotanya untuk mencega terjadinya suatu pelanggaran atas HKI dan untuk menjaga bukti yang relevan sehubungan dengan pelanggaran yang digugat, khususnya bila tiap penundaan mungkin akan mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada pemegang hak atau dimana ada suatu resiko yang dapat terlihat atas suatu bukti yang dirusak.
Penetapan Sementara diberikan sebelum perkara diperiksa. Interlocutory injunction ini dapat berupa preliminary injunction yaitu dimana setelah Termohon mendapat notice dan berkesempatan merespons, dan temporary restraining order yaitu tidak adanya notice atau pemberitahuan kepada Termohon. Interlocutory injunction baik dalam bentuk preliminary injunction maupun temporary restraining order yang diberikan sebelum perkara diperiksa (before hearing) tidak dikenal di dalam sistem hukum kita. Sistem hukum yang demikian hanya lazim di negara-negara Anglo Saxon.
Penetapan Sementara hanya diberikan oleh pengadilan apabila Pemohon dapat memberikan bukti yang kuat adanya dugaan pelanggaran HKI, menunjukkan kerugian, baik aktual maupun potensi yang diderita sangat serius, dan memberikan bukti valid (clear evidence) bahwa Termohon memiliki incriminating documents dan bukti lain dimana ada kekhawatiran barang bukti tersebut akan hilang atau dimusnahkan.
Tujuan diberikannya Penetapan Sementara ini diberikan sebelum perkara diperiksa adalah untuk membantu Pemohon menghitung dan mengkalkulasikan kerugian, baik aktual maupun potensi serta hilangnya keuntungan yang diharapkan pada saat meminta ganti rugi (damages) di dalam gugatan perdata atau pada saat perkara telah diperiksa.
Pengadilan tidak dapat menerbitkan Penetapan Sementara sebelum perkara diperiksa. Penetapan Sementara hanya dapat diberikan pada saat atau setelah perkara diperiksa dalam bentuk Putusan Sela atau Putusan Provisi. Dengan demikian gugatan harus diajukan terlebih dahulu dan perkara harus diperiksa terlebih dahulu. Putusan Provisi harus diminta oleh Penggugat di dalam petitum gugatan. Dengan kata lain, Putusan Provisi tersebut tidak dapat diberikan berdasarkan permohonan, tapi harus berdasarkan gugatan.
Setelah meratifikasi TRIPs Agreement, Undang-Undang yang melingkupi Hak Kekayaan Intelektual (UU KHI) mengikuti ketentuan Penetapan Sementara sebagaimana yang dimaksud di dalam peraturan tersebut. Namun ketentuan tersebut tidak jelas dan tidak rinci. Tidak disebutkan bagaimana proses pengajuannya di Pengadilan Niaga. Selain itu tidak disebutkan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan tersebut.
Undang-Undang HKI sebagaimana tersebut di atas hanya mensyaratkan permohonan penetapan sementara secara tertulis harus disertai bukti kepemilikan HKI, bukti awal adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran HKI, keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian. Namun demikian, bagaimana cara mengajukan permohonan Penetapan Sementara tersebut sampai sekarang tidak jelas. Belum ada satu pihak pun yang berani mencoba mengajukan permohonan tersebut ke Pengadilan Niaga karena mekanismenya belum jelas. Terlebih lagi, pemohon diwajibkan membayar uang jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank pula.