(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Nur Laila Agustin, S.H.

Dalam beraktifitas sehari-hari manusia tidak akan lepas dengan benda, baik produk kerajinan, produk rumah tangga, produk industri rumah tangga bahkan produk industri besar. Produk ini tercipta karena adanya keinginan manusia agar dalam melakukan seluruh kegiatannya lebih mudah dan cepat. Terciptanya sebuah produk yang memiliki aspek fungsi dan teknis yang biasanya disebut dengan desain industri. Sebuah desain yang telah diciptakan termasuk hak kekayaan intelektual yang dapat dilindungi, maka hendaknya dilakukan permohonan pendaftaran atas desain industri ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Dapat diketahui perlindungan hukum yang diberikan terhadap desain industri yaitu didapat dari sudut hukum perdata dan hukum pidana. Berbicara perlindungan hukum terhadap hak desain industri secara hukum pidana. Ketika terjadi tindak pidana terhadap hak desain industri maka hal yang dapat dilakukan yaitu melakukan pengaduan kepada pihak yang berwajib, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 54 ayat (3)  UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (disebut UU Desain Industri) “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat 2 (dua) merupakan delik aduan.”

Baca juga: Ketentuan Hukum Terhadap Perlindungan Hak Cipta Berupa Arsitektur Peninggalan Kolonial

Namun dalam UU Desain Industri tidak mengatur secara khusus tentang delik aduan maka yang berlaku dalam hal terjadi tindak pidana terhadap hak desain industri adalah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Delik aduan dalam KUHP ini terdapat batasan waktu yakni tertuang dalam Pasal 74 ayat (1) KUHP “Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.”

Pada praktiknya pengaduan ini dapat dicabut apabila pengaduan telah ditarik atau telah tercapai perdamaian melalui penyelesaian secara kekeluargaan (MediaJustitia, 2022), hal ini juga dijelaskan dalam Pasal 25 KUHP “Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan”.

Akibat dari delik aduan tersebut mengarah ke sanksi pidana terhadap pelanggar. Ditetapkannya sanksi pidana tersebut sebagai delik aduan memiliki konsekuensi ketidak berwenangan aparat untuk melakukan proses hukum jika tidak didahului oleh adanya aduan, dengan demikian, pihak yang dirugikan mempunyai pilihan yang tegas dan tidak dapat diganggu gugat (Utama, 2016:48).

Lantas bagaimana akibat hukum apabila pengadu melebihi waktu yang sudah dijelaskan dalam Pasal 74 ayat (1) KUHP? Dalam hal ini jika didapati waktu pengaduan melebihi 6 (enam) bulan maka seharusnya tidak dapat diproses dan/atau diputus ditolak oleh Majelis Hakim, seperti contoh dalam Putusan Nomor 819/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Pst.

Putusan Nomor 819/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Pst menjelaskan bahwa saksi korban Teguh Wibawanto selaku Direktur PT. Hydra Water Technology, sekaligus sebagai pemegang Hak Desain Industri atas Konfigurasi Nomor Pendaftaran : ID 0028805–D, menurut Pasal 9 ayat (1) UU Desain Industri adalah orang yang dapat bertindak sebagai “pengadu”, pada tanggal 7 Mei 2014 saksi korban Teguh Wibawanto telah mengirimkan peringatan melalui email yang salah satunya ditujukan kepada Terdakwa melalui email kepada PT. J Water Filter Indonesia, kemudian pada tanggal 28 November 2015, PT. Hydro Water Technology mengirimkan Somasi No : 01- 28/Som/HWT/XI/2015 yang ditandatangani saksi korban Teguh Wibawanto, yang ditujukan kepada Terdakwa yang isinya menyatakan pada pokoknya menyatakan J Water Filter melakukan pelanggaran hak cipta dan desain industri No. A00201003295 dengan sengaja membuat filter air menyerupai produk PT. Hydro Water Technology, namun Terdakwa tidak merespon. Kemudian saksi korban Teguh Wibawanto melaporkan perbuatan Terdakwa ke Polda Metro Jaya pada tanggal 12 November 2018, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LP/6175/XI/2018/PMJ/Dit Reskrimsus tertanggal 12 November 2018.

Melihat kasus posisi diatas jika dianalisis sangatlah jelas bahwa terhitung sejak tanggal 7 Mei 2014 ketika saksi korban mengirimkan peringatan melalui email kepada Terdakwa, sampai dengan saksi korban melaporkan perbuatan Terdakwa ke Polda Metro Jaya pada tanggal 12 November 2018 telah lebih dari 4 tahun, hal ini sesuai dengan isi Pasal 74 ayat (1), tenggang waktu pengaduan atas perbuatan Terdakwa “hanya dapat dilakukan dalam waktu enam bulan” sejak saksi korban mengetahui adanya kejahatan. Selain itu, sejak tanggal 28 November 2015 ketika PT. Hydro Water Technology mengirimkan Somasi yang ditujukan kepada Terdakwa sampai dengan saksi korban melaporkan perbuatan Terdakwa ke Polda Metro Jaya pada tanggal 12 November 2018 yang mana telah lebih dari 2 (dua) tahun.

Baca juga: Urgensi Pembuktian “Itikad Tidak Baik” Dalam Gugatan Pembatalan Merek

Akibat dari keterlambatan pengaduan yang dilakukan saksi korban maka penuntutan Penuntut Umum atas tindak pidana terhadap hak desain industri tidak dapat diterima dan ditolak, sebab telah hapus karena daluwarsa yang mana daluwarsa dari pengaduan tidak boleh lebih dari 6 bulan sejak diketahui adanya tindakan kejahatan.

Download:

Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 819/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Pst

Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual