(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Antonius Gunawan Dharmadji, S.H.

Paten berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) didefinisikan sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Hak ekslusif menimbulkan hak pada pemegang paten untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten.

Dalam perkembangannya pemafaatan dan penggunaan hak ekslusif oleh pemegang paten menimbulkan persoalan terutama pada bidang farmasi. Polemik yang selalu menjadi isu hukum adalah manakah yang harus diutamakan antara perlindungan hukum terhadap inventor atau perlindungan terhadap kepentingan umum.

Mengatasi persoalan hukum tersebut, pada tahun 2001 negara-negara anggota World Trade Orgaization  (WTO) telah mengadakan pertemuan yang dikenal dengan Doha Declaration. Hasil dari pertemuan tersebut menjelaskan bahwa negara anggota WTO akan mengedepankan akses pada obat-obatan dan memberikan kebebasan terhadap negara anggota dalam mengambil langkah-langkah untuk melindungi kesehatan publik. Tanpa mengurangi hak pemegang paten, maka akses terhadap obat-obatan tersebut harus memenuhi kriteria “keadaan darurat (emergency)” atau “situasi lain yang bersifat sangat mendesak (extreme urgency)”.

Baca juga: Perbedaan Paten dan Paten Sederhana

Tindak lanjut dari Doha Declaration salah satunya disepakati adanya ketentuan tentang pelaksanaan paten oleh pemerintah yang kemudian diakomodir dalam Article 31 TRIPs. Pada dasarnya ketentuan pelaksanaan paten oleh pemerintah dilakukan dalam kondisi darurat, negara bisa memproduksi obat tanpa perlu membayar royalty paten, tetapi diganti dengan pembayaran tertentu yang lebih rendah dari paten.

Dalam hukum nasional ketentuan pelaksaan paten oleh pemerintah diaur pada Pasal 109 ayat (1) huruf b UU Paten menyebutkan Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat. Lebih lanjut berdasarkan Pasal 111 huruf a UU Paten disebutkan bahwa pelaksanaan paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b meliputi produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD).

Mengacu pada ruang lingkup pelaksaan paten oleh pemerintah di atas, maka produk farmasi termasuk vaksin virus covid-19 yang saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, nantinya pelaksanaannya dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, mengingat bahwa virus covid-19 saat ini termasuk dalam Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Dengan demikian diharapkan vaksin atas virus covid-19 dapat diperoleh dengan harga yang murah karena merupakan hasil produksi dari Pemerintah.

Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual