Author: Fica Candra Isnani, S.H.
Kecanggihan teknologi digital masa kini, nyatanya mampu memberikan akses secara luas bagi para penggunanya baik dalam hal menyimpan, merekam, menyalin, memperbanyak, dan menyebarkan. Kemudahan demikian yang akhirnya mendorong seseorang dapat dengan mudah menyimpan, merekam, menyalin terhadap suatu karya digital tanpa adanya izin terlebih dahulu dari pemiliknya. Pelanggaran Hak Cipta sendiri, saat ini menjadi salah satu objek pelanggaran HKI yang masih sering terjadi bahkan dapat kita jumpai di beberapa platform digital atau media sosial. Pelanggaran hak cipta yang hingga saat ini marak terjadi yaitu seperti cover lagu atau video repost yang diunggah melalui platform digital maupun media sosial yang tidak jarang dilakukan tanpa adanya izin dari pemilik Hak Cipta.
Menurut Patricia Loughan, hak cipta merupakan bentuk kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam kategori hak cipta, yaitu kesastraan, drama, musik dan pekerjaan seni serta rekaman suara, film, radio dan siaran televisi, serta karya tulis yang diperbanyak melalui perbanyakan (penerbitan). Lebih lanjut McKeough & Stewart menjelaskan bahwa perlindungan hak cipta merupakan suatu konsep dimana pencipta (artis, musisi, pembuat film) yang memiliki hak untuk memanfaatkan hasil karyanya tanpa memperbolehkan pihak lain untuk meniru hasil karyanya tersebut (Afrillyanna Purba, 2005: 19).
Baca juga: Teknik Penyusunan Drafting Desain Industri
Terkait objek perlindungan Hak Cipta Berdasarkan Ketentuan Pasal 58 jo 63 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC), Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang terdiri atas:
- buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya:
- ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
- drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- karya seni terapan;
- karya arsitektur;
- peta;
- karya seni batik atau seni motif lain;
- karya fotografi;
- Potret;
- karya sinematograh;
- terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
- terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modihkasi ekspresi budaya tradisional;
- kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
- kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
- permainan video; dan
- Program Komputer.
Terkait jangka waktu perlindungan hak cipta, untuk jenis perlindungan hak moral pada Hak Cipta berlaku tanpa adanya batas waktu sedangkan untuk perlindungan hak ekonomi pada Hak Cipta memiliki jangka waktu perlindungan yang berbeda-beda. Pelindungan Hak Cipta atas ciptaan seperti buku, lagu, lukisan berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, yang terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Pelindungan Hak Cipta atas ciptaan tersebut apabila dimiliki atau dipegang oleh badan hukum maka jangka waktu perlindungan adalah selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. Sedangkan pelindungan Hak Cipta atas ciptaan seperti karya fotografi, karya sinematografi, program komputer berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Baca juga: Teknik Penyusunan Spesifikasi Paten (Drafting Paten)
Hak Cipta sendiri merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang perlindunganya tidak lahir atas dasar pencatatan atau pendaftaran terlebih dahulu, melainkan lahir secara otomatis yang dikenal dengan prinsip deklaratif. Meski demikian, ada baiknya jika sebuah ciptaan diajukan pencatatan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Pencatatan ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang dicatat (Modul DJKI, 2020:48). Tujuan dari pencatatan tidak lain guna memudahkan sang pemilik dalam mengawasi peredaran atau penggunaan atas ciptaannya serta apabila terjadi sengketa dikemudian hari maka memudahkan pemilik dalam hal pembuktian.
Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual


 
					 
												