(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Amarullahi Ajebi, S.H.

Hak cipta muncul dari ide pemikiran kreatif manusia dalam menggunakan akal dan emosinya. Dari ide tersebut dapat menghasilkan karya-karya di bidang kesenian, pengetahuan, sastra yang diwujudkan dalam bentuk fisik maka berhak mendapatkan perlindungan. Definisi dari Hak Cipta sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari definisi Hak Cipta tersebut, dapat diketahui Indonesia menganut prinsip deklaratif yakni perlindungan secara otomatis apabila suatu ciptaan selesai diciptakan, kemudian mendapatkan pengakuan dari negara walaupun ciptaan tersebut belum dicatatkan atau dipublikasikan. Dari hak cipta tersebut timbul manfaat ekonomi bagi pencipta atau pemegang hak cipta, hak ekonomi tersebut yang berpotensi menimbulkan sengketa hak cipta (Damian, 2003:1-2). Salah satu sengketa hak cipta yang bisa diambil pelajarannya adalah sengketa Hak Cipta sketsa Tugu Selamat Datang yang dilakukan oleh PT. Grand Indonesia yang dimiliki oleh Alm. Joel Hendrik Hermanus Ngantung atau yang lebih dikenal dengan sebutan Alm. Henk Ngantung.

Baca juga: Apa Fungsi Simbol-Simbol Yang Terdapat Di Samping Logo Merek?

Sengketa tersebut bermula ketika ahli waris Alm. Henk Ngantung, yakni Sena Meaya Ngantung, Geniati Heneve Ngantoeng, Kamang Solana, dan Christie Pricilla Ngantung mengajukan gugatan atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh PT. Grand Indonesia. Semasa hidupnya, Alm. Henk Ngantung adalah seorang seniman sekaligus Gubernur Jakarta untuk periode tahun 1964 sampai 1965. Pada tahun 1962 Alm. Henk Ngantung telah menciptakan suatu sketsa sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang kemudian direalisasikan ke dalam bentuk Tugu yang berlokasi di Bundaran Hotel Indonesia bernama sketsa “Tugu Selamat Datang” yang sudah diumumkan oleh pencipta, serta didukung dengan pernyataan alm. Edi Sunarso yang menerangkan bahwa Tugu yang dipahatnya berasal dari sketsa ciptaan alm. Henk Ngantung. Ciptaan tersebut telah dicatatkan pada Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berdasarkan sertifikat Hak Cipta Nomor 46190 sehingga berhak mendapat perlindungan bagi pencipta semasa hidup maupun pemegang hak cipta setelah pencipta meninggal dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh UU Hak Cipta.

Alm. Henk Ngantung meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1991 dan mewariskan hak tersebut kepada ahli warisnya. Hak atas sketsa Tugu Selamat Datang sudah dicatatkan dalam surat yang diterbitkan dengan nomor HKI.2-KI.01.01-193 tertanggal 25 Oktober 2019 tentang pencatatan pengalihan hak atas ciptaan tercatat Nomor 46190, yakni Seni Gambar Sketsa “TUGU SELAMAT DATANG”, yang saat ini tercatat atas nama ahli warisnya sebagai Penggugat.

Mall Grand Indonesia sejak 2004 telah mengelola pusat perbelanjaan komersil yang berdiri tepat berhadapan dengan Tugu Selamat Datang yang merupakan realisasi dari ciptaan sketsa “Tugu Selamat Datang” karya Alm. Henk Ngantung. PT. Grand Indonesia menggunakan logo sepasang pria dan wanita menyerupai siluet Tugu Selamat Datang sebagai Merek terdaftar miliknya. Sehingga menurut Penggugat perbuatan pendaftaran logo Grand Indonesia tersebut melanggar hak Penggugat sebagai Pemegang Hak Cipta atas sketsa “Tugu Selamat Datang”.

Ahli waris Alm. Henk Ngantung menuntut PT. Grand Indonesia untuk membayar kerugian materiil yang dialami oleh Ahli waris Alm. Henk Ngantung atas penggunaan Logo Grand Indonesia yang sudah terjadi sejak tahun 2004 hingga tahun 2020, yaitu kurang lebih selama 16 tahun. Para pemegang hak meminta kompensasi ganti rugi sebesar Rp.1.000.000.000,-/tahun (satu milyar rupiah per tahun), sehingga apabila diperhitungkan sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2020, maka kompensasi ganti rugi yang dimohonkan Penggugat mencapai Rp.16.000.000.000,- (enam belas milyar rupiah).

Grand Indonesia melakukan pembelaan yaitu Alm. Henk Ngantung pada saat membuat Sketsa Tugu Selamat Datang atas perintah Presiden Soekarno dan dalam posisi sebagai Wakil Gubernur Jakarta, sehingga Alm. Henk Ngantung maupun ahli warisnya tidak berhak menyebut dirinya sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Ide pembuatan sketsa dan Tugu Selamat Datang bermula dari Presiden Soekarno, kemudian meminta Alm Edi Sunarso untuk membuat Tugu yang diberi nama Tugu Selamat Datang. Sebelum membuat Tugu tersebut, Alm. Henk Ngantung dan Alm. Edi Sunarso diminta oleh Presiden Soekarno untuk membuat sketsa Tugu dan Presiden Soekarno sebagai model untuk memperagakan posisi tokoh lelaki dan wanita saat pembuatan sketsa. Pembuatan sketsa berlangsung beberapa kali dalam beberapa waktu yang berbeda-beda, sampai akhirnya disetujui bentuk Tugu tersebut oleh Presiden Soekarno. Kemudian, Alm. Edi Sunarso membuat Tugu berdasarkan perintah dari Presiden Soekarno.

Menurut PT. Grand Indonesia selaku Tergugat berpendapat ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta tersebut dianggap Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara sebagai kedua pihak. Karena tidak ada diperjanjikan antara kedua pihak, maka secara yuridis Alm. Edi Sunarso adalah Pencipta dan Pemegang Hak Cipta Tugu Selamat Datang tersebut.

Pertimbangan dari Majelis Hakim yakni Alm. Henk Ngantung menciptakan sketsa “Tugu Selamat Datang” tersebut adalah untuk mewujudkan gagasan Presiden Soekarno dalam membuat suatu Tugu yang bertujuan untuk menyapa para delegasi Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Dalam hal ini, Alm. Henk Ngantung berposisi sebagai seniman (pelukis) dan juga menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta (1960-1964). Maka posisi Alm. Henk Ngantung dalam menciptakan sketsa “Tugu Selamat Datang” tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai seorang seniman (pelukis) bukan dalam posisi hubungan dinas sebagai Wakil Gubernur. Dengan demikian, Alm. Henk Ngantung adalah pencipta atas karya seni rupa berupa sketsa “Tugu Selamat Datang”.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada sengketa Hak Cipta Sketsa Tugu Selamat Datang dengan Nomor perkara 35/Pdt.Sus-HKI/Hak Cipta/2020/PN.Jkt.Pst memberikan amar putusan yakni menyatakan bahwa PT. Grand Indonesia telah melanggar hak ekonomi atas ciptaan sketsa/gambar “Tugu Selamat Datang” dengan mendaftarkan dan/atau menggunakan Logo Grand Indonesia yang menyerupai bentuk sketsa “Tugu Selamat Datang” dan Menghukum PT. Grand Indonesia untuk membayar kerugian materiil yang dialami ahli waris Alm. Henk Ngantung atas penggunaan Logo Grand Indonesia sebesar Rp.1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) yang dibayarkan secara penuh dan sekaligus setelah putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.

Baca juga: Bagaimana Perlindungan Hukum Logo, termasuk Hak Cipta atau Merek?

Menanggapi putusan tersebut PT. Grand Indonesia yang diwakili Dinia Widodo selaku Corporate Communication Manager menyatakan pihaknya siap membayar ganti rugi dan menghormati ketentuan hukum yang berlaku. PT. Grand Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan banding atas putusan Majelis Hakim tersebut (Wahyuni, 2021). Berdasarkan kasus tersebut di atas menurut Penulis pertimbangan Majelis Hakim sudah cukup tepat mengingat tidak ada ikatan dinas antara Alm. Henk Ngantung yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta tetapi dalam kapasitasnya sebagai seorang seniman (pelukis) sehingga ahli waris Alm. Henk Ngantung berhak atas sketsa “Tugu Selamat Datang”.

Download:

Putusan 35/Pdt.Sus-HKI/Hak Cipta/2020/PN.Jkt.Pst

Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual