(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Ketentuan mengenai hukum pembuktian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) diatur dalam Buku ke empat yaitu Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945 KUHPerdata. Hukum pembuktian yang diatur dalam KUHPerdata tersebut adalah mengenai hukum pembuktian materiil, yaitu tentang alat-alat bukti tertentu serta kekuatan pembuktiannya, sedangkan hukum pembuktian yang diatur dalam Herziene Indonesisch Reglement (HIR), selain mengatur mengenai hukum pembuktian materiil, juga diatur mengenai hukum pembuktian formil, yaitu tentang tata cara mengadakan pembuktian dimuka persidangan.

Berdasarkan Pasal 1866 KUHPerdata, alat-alat bukti terdiri dari bukti tulisan, saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Bukti tulisan termasuk didalamnya adalah suatu akta otentik, yaitu suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta itu, ditempat dimana akta itu dibuat. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai catatan sipil dan pejabat lelang.

Baca juga: Pembatalan Hibah Wasiat

Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian merupakan salah satu langkah dalam proses perkara perdata. Pembuktian diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa (Ellise T. Sulastini dan Aditya Wahyu, 2011:19). Bukti tulisan dalam perkara perdata adalah merupakan bukti yang utama, karena dalam proses keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai apabila timbul suatu perselisihan, dan bukti tersebut biasanya berupa tulisan.

Didalam Pasal 1868 KUHPerdata menerangkan “Suatu akta otentik, adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya”. Selain itu, akta otentik dibedakan antara akta pejabat dan akta para pihak. Terdapat dua macam bentuk akta notaris, yaitu: (a) akta yang dibuat oleh notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat; dan (b) akta yang dibuat dihadapan notaris atau dinamakan akta para pihak atau akta partij (Pieter E Latumenten, 2010:27).

Selanjutnya dalam Pasal 1870 KUHPerdata menjelaskan bahwa “suatu akta otentik memberikan kepada para pihak yang membuatnya suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya”. Untuk mendapatkan otentisitas sebagai akta otentik, haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: (a) akta dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum; (b) akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; dan (c) Pejabat umum itu harus mempunyai wewenang membuat akta (Adrian Sutedi,2010:32).

Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian atas akta tersebut karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dan diberikan wewenang serta kewajiban untuk melayani publik/kepentingan umum dalam hal-hal tertentu, oleh karena itu notaris ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah (Ellise T. Sulastini dan Aditya Wahyu, 2011:20).

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian yang melekat yaitu (Yahya Harahap, 2005:566):

  1. Kekuatan pembuktian luar. Suatu akta otentik yang diperlihatkan harus dianggap dan diperlakukan sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya bahwa akta itu bukan akta otentik. Selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya pada akta tersebut melekat kekuatan bukti luar;
  2. Kekuatan pembuktian formal. Berdasarkan Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa segala keterangan yang tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan kepada pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu segala keterangan yang diberikan penandatanganan dalam akta otentik dianggap benar sebagai keterangan yang dituturkan dan dikehendaki yang bersangkutan.
  3. Kekuatan pembuktian materiil. Kekuatan akta otentik termaktub tiga prinsip yaitu: 1. Penandatanganan akta otentik oleh seorang untuk keuntungan pihak lain; 2. Seorang hanya dapat membebani kewajiban kepada diri sendiri; Akibat hukum akta dikaitkan kekuatan pembuktian materil akta otentik.

Baca juga: Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Surat Keterangan Waris

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang berhak membuat semua akta otentik, kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat, mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Sebagai alat bukti yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris itu tidak perlu diragukan lagi.

Tag: Berita , Artikel , Advokat