Author: Ihda Aulia Rahmah
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase memiliki hasil akhir berupa putusan arbitrase. Putusan ini diambil oleh arbiter atau majelis arbitrase berdasarkan pada ketentuan hukum, keadilan dan kepatutan. Dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS) diatur bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta mengikat para pihak atau final and binding. Sifat final memiliki makna bahwa terhadap putusan arbitrase telah tertutup segala kemungkinan untuk mengajukan upaya hukum seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali (Andriani, 2022:29). Sedangkan sifat mengikat dalam hal ini memiliki makna bahwa putusan arbitrase tersebut secara otomatis mengikat para pihak untuk melaksanakannya (Andriani, 2022:32).
Umumnya dalam putusan arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase menetapkan suatu batas waktu bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan isi putusan. Dimana dalam putusan tersebut majelis arbitrase juga dapat menetapkan sanksi dan/atau denda dan/atau tingkat bunga dalam jumlah yang wajar apabila pihak yang kalah lalai dalam melaksanakan putusan tersebut (Andriani, 2022:29). Kewajiban para pihak untuk melaksanakan putusan arbitrase terhitung sejak putusan tersebut dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Sebab putusan arbitrase berkekuatan hukum sejak dijatuhkannya putusan tersebut, berbeda dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sejak tidak ada upaya hukum lagi (Harahap, 2018:130).
Baca juga: Akibat Hukum Termohon Tidak Hadir Dalam Proses Sidang Arbitrase
Meskipun demikian pelaksanaan putusan arbitrase bersifat sukarela dan sangat bergantung pada itikad baik dari para pihak yang bersengketa. Eksekutorial putusan arbitrase pada dasarnya menghendaki tidak dilibatkannya pengadilan negeri dalam pelaksanaan putusan arbitrase. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada faktanya tidak semua putusan yang dihasilkan melalui arbitrase akan memberikan kepuasan kepada para pihak. Sehingga ada kalanya suatu putusan arbitrase tidak dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah putusan arbitrase diragukan keabsahannya atau alasan lain. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela maka putusan dapat dilaksanakan atas dasar perintah dari Ketua Pengadilan Negeri (Andriansyah, 2014:333).
Hal tersebut diatur dalam Pasal 61 UU AAPS yang mengatur bahwa “Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.” Eksekusi putusan arbitrase melalui pengadilan negeri harus didahului dengan pendaftaran putusan arbitrase. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 59 ayat 1 UU AAPS yang mengatur bahwa “Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri.” Selanjutnya dalam Pasal 59 ayat 4 UU AAPS kembali ditegaskan bahwa “Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.”
Adanya ketentuan dalam UU AAPS yang mengatur tentang pendaftaran putusan arbitrase sebagai salah satu syarat dapat dilaksanakannya putusan menimbulkan pertanyaan, apakah sifat pendaftaran ini bersifat wajib atau dapat dikesampingkan (Situmorang, 2016:318). Mengingat pada dasarnya putusan arbitrase bersifat final dan mengikat serta berkekuatan hukum mengikat sejak putusan tersebut dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Sehingga seharusnya tanpa adanya pendaftaran putusan arbitrase ke pengadilan negeri, suatu putusan arbitrase dapat dilaksanakan oleh para pihak. Selain itu, adanya pelaksanaan dan pendaftaran putusan arbitrase di pengadilan negeri ini juga dapat menjadikan celah hukum bagi para pihak yang memiliki itikad tidak baik untuk menunda-nunda pelaksanaan putusan tersebut. Hal ini karena penyelesaian sengketa melalui pengadilan memiliki asas tersendiri dan cenderung memakan waktu yang lebih lama dari penyelesaian sengketa melalui arbitrase (Andriani, 2022:33).
Morgan Situmorang dalam tulisannya yang berjudul “Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia” berpendapat bahwa pendaftaran putusan arbitrase di pengadilan negeri bersifat opsional atau tidak wajib. Dalam hal ini pendaftaran putusan tersebut dilakukan sebagai bentuk antisipasi apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela. Sehingga sangat dimungkinkan apabila arbiter atau kuasanya tidak mendaftarkan putusan arbitrase, jika dinilai oleh para pihak pendaftaran tersebut akan sia-sia dan pemborosan biaya karena akan dibebankan kepada pemohon padahal putusan sudah dapat dilaksanakan secara sukarela (Situmorang, 2016:318).
Meskipun demikian ada juga putusan yang membutuhkan eksekusi resmi dari pengadilan negeri walaupun secara nyata sudah dilaksanakan oleh para pihak. Contohnya adalah eksekusi yang berhubungan dengan penyerahan suatu hak atas tanah dan/atau bangunan, karena dalam praktiknya Badan Pertanahan Nasional akan meminta salah satu syarat berupa berita acara eksekusi apabila para pihak ingin membalik nama tanah tersebut. Dengan demikian kesediaan para pihak dalam melaksanakan putusan yang mengakibatkan perpindahan hak atas tanah dan/atau bangunan tidak cukup hanya dilakukan oleh para pihak saja akan tetapi sebaiknya didaftarkan pada masa tenggang waktu 30 hari sejak putusan diucapkan, sehingga dapat dilakukan eksekusi secara formal (Situmorang, 2016:318).
Baca juga: Apakah Adanya Klausula Arbitrase Dapat Menghentikan Proses Pengajuan Permohonan Kepailitan?
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa kekuatan eksekutorial dari putusan arbitrase dalam hukum Indonesia adalah dilakukan secara sukarela dengan itikad baik oleh para pihak yang bersengketa. Meskipun demikian, dalam hal mengantisipasi tidak dilaksanakannya putusan arbitrase oleh para pihak yang bersengketa secara sukarela, maka arbiter atau kuasa dari para pihak dapat mendaftarkan putusan tersebut ke pengadilan negeri. Melalui pendaftaran tersebut nantinya para pihak dapat mengajukan permohonan pelaksanaan putusan arbitrase jika putusan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak.