(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Ihda Aulia Rahmah, S.H.

Pada tanggal 4 Agustus 2022 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual digugat oleh Halilitar Anofial Asmid ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Gugatan ini dilayangkan Anofial dikarenakan pengajuan Merek Gen Halilintar olehnya pada tanggal 5 Juni 2018 ditolak Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Terhadap penolakan tersebut pihak Gen Halilintar mengajukan banding ke Komisi Banding Merek. Namun, hasil dari banding Komisi Banding Merek justru memperkuat keputusan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual untuk menolak pengajuan merek oleh pihak Gen Halilintar (Saputra, 2022).

Sejatinya penolakan pengajuan merek Gen Halilintar oleh Halilintar Anofial Asmid yang merupakan “ayah” dari Keluarga Halilintar oleh Ditjen Kekayaan Intelektual bukanlah tanpa alasan. Penolakan ini dilakukan sebab merek Gen Halilintar sebelumnya sudah terdaftar sejak 23 Oktober 2017 oleh PT. Soka Cipta Niaga. Dimana hak atas merek tersebut yang dimiliki oleh PT. Soka Cipta Niaga akan berlaku sampai 23 Oktober 2027. Pendafataran merek ini dilakukan untuk jenis barang berupa baju hangat, baju mantel luar, baju stelan, celana anak-anak dan bayi, celana jeans, celana wanita, gamis, hijab, ikat kepala, ikat pinggang, jaket, jas, dst (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2017).

Baca juga: Pro Kontra Pembatalan Merek “Open Mic Indonesia” Oleh Komika Indonesia

Dalam pendaftaran merek di Indonesia menganut konsep first to file yang artinya dalam mendaftarkan sebuah merek maka yang mendaftar lebih dulu adalah yang berhak atas merek tersebut (Abdurahman, 2020, hal. 430). Sejalan dengan hal ini Pasal 21 ayat 1 huruf a Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Grafis (UU Merek) menyebutkan bahwa permohonan atas merek ditolak jika merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Dalam kasus sengketa merek Gen Halilintar dari data yang ada dalam Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Indonesia di ketahui bahwa PT. Soka Cipta Niaga telah terdaftar memiliki hak merek Gen Halilintar dengan Nomor Permohonan DID2017054190 sejak tanggal 23 Oktober 2017. Sedangkan permohonan merek yang dilakukan oleh Halilintar Anofial Ahmad dengan Nomor Permohonan D002018027834 baru diajukan pada 5 Juni 2018 (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2017).

Pendaftaran hak atas merek merupakan suatu hal yang penting, mengingat nantinya pemilik hak atas merek tersebut nantinya akan memiliki hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Dengan kata lain, selain pemilik hak atas merek tersebut maka dalam menggunakan merek yang sama diperlukan adanya izin dari pemilik hak atas merek untuk menggunakannya.

Dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Merek disebutkan bahwa permohonan pendaftaran merek ditolak jika merek tersebut merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak. Penggunaan kata “Gen Halilintar” melekat pada keluarga Halilintar Anofial Ahmad sejak ditulisnya buku Kesebelasan Gen Halilintar: My Family My Team pada tahun 2015 oleh istrinya Lenggogeni Faruk. Sejak saat itu keluarga dengan nama “Gen Halilintar” semakin naik daun dan dikenal luas oleh publik (Saretta, 2022). Popularitas dari keluarga tersebut dalam masyarakat juga sudah melekat dan dikenal dengan nama “Gen Halilintar”.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sayangnya belum mengatur secara jelas makna dari “nama orang terkenal” dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a. Tidak ada patokan pasti dalam undang-undang terkait kriteria apa agar nama seseorang dapat dianggap sebagai “nama orang terkenal”. Dalam penjelasan UU Merek Pasal 21 ayat 2 huruf a hanya terdapat penjelasan terkait apa yang dimaksud dengan “nama badan hukum” adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai merek dan terdaftar.

Penolakan Ditjen Kekayaan Intelektual atas permohonan merek “Gen Halilintar” dengan berdasarkan pada konsep first to file memang merupakan suatu hal yang berdasar. Namun, sejatinya konsep dari Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia serta bernilai ekonomi (Abdurahman, 2020, hal. 433). Dalam permohonan pendaftaran merek “Gen Halilintar” merupakan upaya yang dilakukan oleh Halilintar Anofial Asmid untuk mepertahankan merek “Gen Halilintar” karena Anofial merasa bahwa penggunaan kata “Gen Halilintar” merupakan hasil dari kreativitas pemikirannya sendiri.

Penggunaaan asas first to file dalam UU Merek memang ditujukan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat. Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah hukum yang berkembang menganut prinsip first to use, dimana perlindungan atau pemberian hak atas merek dilakukan bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu. Prinsip ini pada akhirnya tidak digunakan lagi karena kurang menjamin kepastian hukum, juga menimbulkan persoalan hambatan dalam dunia usaha (Chatarina, 2019, hal. 120).

Baca juga: Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Ponsel HDC

Prinsip first to file yang dianggap mampu memberikan kepastian hukum ini tentunya memiliki kelemahan. Prinsip ini membuka peluang timbulnya pembajakan suatu merek terutama sekali merek dagang yang sudah terkenal didaftarkan oleh bad applicant (pendaftar beritikad buruk). Oleh karenanya harus menjadi perhatian khusus bagi public figure yang namanya sudah terkenal dan ingin menjadikannya merek dagang seperti “Gen Halilintar” . Oleh karena itu, pendaftaran merek harus cepat dilakukan karena dikhawatirkan akan terjadinya sengketa terkait merek yang sama yakni adanya pihak lain yang mendaftarkan nama tersebut terlebih dahulu baik dengan itikad baik atau buruk untuk mendompleng nama terkenal tersebut (Abdurahman, 2020, hal. 440).

Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual