Author: Putri Ayu Trisnawati S.H.
Bisnis jasa titipan atau yang biasa dikenal dengan sebutan jastip semakin marak dan digemari masyarakat. Namun rupanya hal tersebut kini menjadi perhatian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Jastip yang kini sudah bertranformasi menjadi sebuah bisnis dari sebelumnya hanya urusan sosial dan budaya. Terdapat dua bentuk yang paling umum dalam bisnis Jastip ini, Personal Shopper dan Direct Selling. Berikut adalah perbedaan bentuk dalam bisnis jastip :
- Personal Shoppermerupakan individu yang bepergian keluar negeri atau ke luar kota untuk kebutuhan membelikan barang titipan konsumennya.
- Direct Sellingmerupakan sebuah metode penjualan langsung, dan barang yang mereka jual adalah barang-barang dari luar negeri.
Berbeda dengan personal shopper yang berbelanja sesuai pesanan si penitip, direct selling menyediakan stok barang tertentu yang di anggap sedang terkenal untuk dijual di pasar Indonesia. Kegiatan jastip yang saat ini telah berkembang meresahkan pengusaha ritel di tanah air. Para pengusaha ritel tersebut sudah mulai mengkhawatirkan keberadaannya, terutama jastip ilegal. Mereka menganggap terdapat ketidakadilan, karena peritel umum membayar bea masuk atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saat mengimpor barang. Di sisi lain, pelaku jastip ilegal justru menghindari itu semua dengan modus-modus menghindari tarif.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak dibawah Kementerian Keuangan sudah menyiapkan aturan mengenai jastip yang saat ini telah berkembang. Selain untuk melindungi pengusaha ritel, aturan itu jika tak diterapkan pada para pelaku bisnis jastip, negara berpotensi akan mengalami kerugian. Potensi kerugian negara mencapai 17% dari harga barang apabila jastip marak di Indonesia. Kerugian ini berasal dari jumlah PPN 10%, PPh 10% dan Bea Masuk 7,5%.
Aturan perpajakan bagi para jastip yang telah disiapkan oleh Kementerian Keuangan juga untuk melindungi barang-barang belanjaan yang telah dibeli dari luar negeri. Selain itu agar barang yang diperdagangkan dalam bisnis jastip tersebut menjadi legal.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama dengan Kementerian Keuangan mengimbau pelaku jastip untuk mematuhi kewajiban pajak dan kepabeanan. Meninjau dari aspek perpajakan, pengusaha jasa titipan juga dikenai wajib pajak. Hal ini diatur melalui Peraturan Dirjen Pajak No PER-32/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Dalam peraturan tersebut ditentukan bahwa pengusaha perorangan melalui media internet (online) wajib membayar pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Walaupun pengusaha jasa titipan dalam hal ini tidak memiliki tempat usaha secara fisik, namun kewajiban pembayaran PPh ini tetap mengikat terhadapnya.
Regulasi untuk impor barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Peraturan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang atau awak sarana pengangkut ini mulai diberlakukan 1 Januari 2018. Beberapa hal yang menjadi terobosan kebijakan dari regulasi baru ini adalah:
- Pemberian fasilitas kepada barang-barang impor yang dibawa penumpang termasuk dalam kategori barang pribadi penumpang. Aturan ini memberikan penegasan dan kepastian penyelesaian atas barang-barang impor yang dibawa penumpang yang tergolong sebagai bukan barang pribadi;
- Menaikkan nilai pembebasan bea masuk (de minimis value) untuk barang pribadi penumpang dari semula (Free On Board) FOB USD 250 per orang menjadi FOB USD 500 per orang, dan menghapus istilah keluarga untuk barang pribadi penumpang;
- Penyederhanaan pengenaan tarif bea masuk yang sebelumnya dihitung item per item barang, menjadi hanya tarif tunggal yaitu 10%. Hal ini sesuai dengan praktik internasional penggunaan tarif tunggal yang juga diberlakukan oleh Singapura (7%), Jepang (15%), dan Malaysia (30%);
- Kemudahan prosedur bagi para penumpang yang akan membawa barang-barang ke luar negeri untuk dibawa kembali ke Indonesia, sehingga pada saat tiba di bandara Indonesia mendapatkan kepastian dan kelancaran pengeluarannya. Contoh: Seseorang yang akan berekreasi ke Singapura dengan membawa sepeda lipat agar memberitahu petugas Bea Cukai di Terminal Keberangkatan dan menunjukkan bukti pemberitahuan tersebut pada saat kembali ke Indonesia. Melalui prosedur ini maka akan memudahkan petugas untuk mempercepat proses clearance dan tidak dikenakan pungutan apapun;
- Mengakomodasi ekspor barang yang karena sifat atau nilainya memerlukan penanganan khusus melalui pembawaan oleh penumpang. Contoh: ekspor perhiasan dari emas. Sehingga ekspor tersebut secara administrasi tercatat resmi dan bisa dipakai sebagai bukti perpajakan;
- Pembebasan bea masuk atas impor kembali barang ekspor asal Indonesia. Contoh: pengrajin Indonesia yang membawa barang untuk dipamerkan di luar negeri agar memberitahu kepada petugas Bea Cukai di Terminal Keberangkatan sehingga pada saat kembali tidak dipungut apapun; dan
- Pembebasan atau keringanan sesuai peraturan impor sementara untuk barang yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri, yang akan digunakan selama berada di Indonesia dan akan dibawa kembali pada saat penumpang ke luar negeri. Contoh: wartawan yang membawa perlengkapan kamera untuk liputan selama di Indonesia agar memberitahu kepada petugas Bea Cukai di Terminal Kedatangan dan tidak dipungut apapun sepanjang barang tersebut akan dibawa kembali ke luar negeri.
Berdasarkan aturan yang telah diterbitkan tersebut diatas barang jastip sebenarnya tidak mendapatkan pembebasan sehingga wajib melunasi pungutan bea masuk dan pajak impor atas keseluruhan nilai barang. Apabila penumpang membawa barang dari luar negeri yang saat dijumlah secara total melebihi batas yang ditentukan, mereka akan dikenakan tarif bea masuk 10% dari harga barang yang dibawa.
Misalnya total barang belanja dari luar negeri mencapai 1.500 USD. Jadi yang terbebas bea masuk hanya 500 USD dari keseluruhan barang penumpang, sedangkan 1.000 USD sisanya terkena tarif bea masuk sebesar 10%. Selanjutnya, penumpang juga perlu melaporkan barang bawaannya dalam dokumen Customs Declaration (BC 2.2). Dokumen tersebut diserahkan kepada petugas bea dan cukai saat kedatangan di Indonesia. Penumpang atau awak sarana pengangkut dapat dilayani tanpa melalui pemeriksaan fisik (jalur hijau). Namun dapat juga dikenakan pemeriksaan fisik (jalur merah) dalam hal membawa barang impor berupa barang impor dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk dan cukai, hewan, ikan dan atau tumbuhan.
Bagi Personal Shopper, diatur dalam PMK/203.04/2017 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, barang bawaan penumpang. kewajiban perpajakan yang dikenakan ialah PPh Pasal 25 dengan norma 50% dari penghasilan bruto.
Bagi Direct Selling, diatur dalam PMK/112.04/2018 Tentang Barang Impor Kiriman dan PER-21/BC/2018 Tentang Pemberitahuan Pabean Ekspor. Kewajiban atas PPh, diatur dalam PP nomor 23 Tahun 2018 Tentang PPh final bagi UMKM sebesar 0,5% dari nilai barang yang masuk. Kemudian ketentuan bea masuk terkait direct selling, dibebaskan apabila nilai kepabeanan tak melebihi 75 USD. Jika melebihi nilai tersebut atau melebihi batas penerimaan dalam sehari maka dikenakan tarif PPh sebesar 7,5% dari nilai barang yang masuk.