(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Amarullahi Ajebi, S.H.

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi undang-undang pada Selasa, 06 Desember 2022. Pengesahan tersebut dalam rapat paripurna DPR RI yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly mengatakan pengesahan tersebut merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Setelah 104 tahun menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri yang memiliki paradigma hukum pidana modern yakni keadilan korektif, yang sebelumnya memiliki paradigma pembalasan.

Menurutnya, hukum produk Belanda dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia saat ini. Sementara KUHP saat ini sudah sangat reformatif, progresif, dan responsif dengan situasi di Indonesia saat ini. Namun demikian, terdapat pasal-pasal yang dianggap bermasalah. Salah satunya adalah pasal tindak pidana korupsi yang hukumannya dipangkas dalam KUHP.

Baca juga: Melihat Lebih Jauh Aturan Terkait Kohabitasi dan Perzinaan Dalam RKUHP

Dalam KUHP terbaru, ketentuan tentang tindak pidana korupsi diatur dalam Bagian Ketiga Pasal 603-606. Sebelumnya tindak pidana korupsi diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Dengan telah berlakunya KUHP terbaru tersebut muncul pertanyaan apakah benar sanksi tindak pidana korupsi dipangkas dalam KUHP terbaru, untuk menjawab pertanyaan tersebut alangkah baiknya membandingkan kedua ketentuan tersebut.

Pasal 603 KUHP terbaru mengatur “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.”

Pasal 604 KUHP terbaru mengatur “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.”

Dalam KUHP terbaru tersebut, ancaman pidana minimal untuk setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan disamakan dengan setiap orang tanpa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Pasal 3 UU Tipikor mengatur “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Dalam ketentuan UU Tipikor tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan ancaman pidana minimal untuk setiap orang tanpa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan diancam dengan pidana penjara minimal 4 (empat) tahun. Sedangkan setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan diancam dengan pidana minimal 1 (satu) tahun. Hal tersebut menurut penulis dirasa tidak adil, seharusnya ancaman pidana minimal bagi setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan setara atau lebih tinggi dibandingkan setiap orang tanpa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

Baca juga: Menelisik Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) Berat Dalam KUHP Terbaru

Setelah membandingkan ketentuan sanksi pidana korupsi antara KUHP terbaru dengan UU Tipikor diketahui bahwa, memang terjadi pemangkasan terhadap sanksi pidana korupsi melalui KUHP terbaru, namun pemangkasan terjadi pada jenis tindak pidana korupsi yang dilakukan tanpa adanya penyalagunaan wewenang atau jabatan. Dalam KUHP terbaru, tindak pidana korupsi yang dilakukan diluar adanya penyalagunaan wewenang atau jabatan dijatuhi ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun sedangkan dalam UU Tipikor ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun. Untuk tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan adanya penyalagunaan wewenang atau jabatan, justru dalam KUHP terbaru mengalami penambahan pada batas minimal sanksi pidana penjara, dimana dalam UU Tipikor ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun sedangkan dalam KUHP terbaru pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun. Hal tersebut dilakukan untuk menjunjung tinggi asas equality before the law atau persamaan di hadapan hukum tanpa memandang kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Selain itu memberikan ruang yang lebih luas kepada Hakim untuk menjatuhkan putusan kepada pelaku tindak pidana korupsi.

Tag: Berita , Artikel , Advokat