(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Novita Indah Sari

Baru-baru ini sedang ramai kasus seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Fatimah Zahratunnisa yang menceritakan pengalamannya yang kurang menyenangkan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia. Ia menceritakan pengalamannya di Twitter, dimana pada tahun 2015 yang lalu ia pernah memenangkan piala dari acara lomba menyanyi di sebuah acara televisi di Jepang bertajuk “Nodojuman The World”. Dikarenakan ukuran piala tersebut terlalu besar untuk dibawa pulang, ia meminta pihak penyelenggara televisi tersebut untuk mengirimkan piala tersebut ke Indonesia. Namun, setelah piala tersebut sampai di Indonesia dan Fatimah hendak mengambil piala tersebut, ia justru dikagetkan dengan adanya tagihan senilai 4,8 juta rupiah dari DJBC (Dirhantoro, 2023).

Fatimah mengungkapkan bahwa proses pengambilan piala tersebut cukup menyulitkan. Ia diharuskan menunjukkan sejumlah berkas, video, bahkan bernyanyi di depan petugas DJBC untuk membuktikan bahwa piala tersebut benar-benar hadiah yang ia peroleh dari acara lomba menyanyi di Jepang. Meskipun pada akhirnya ia dapat membawa piala itu tanpa membayar karena terbukti piala tersebut hasil lomba, namun ia mengungkapkan kekesalannya karena masih ditanyai kesanggupannya untuk membayar (Dirhantoro, 2023).

Baca juga: Penghapusan Jalur Kuning Atas Impor

Menanggapi unggahan Fatimah yang viral tersebut, DJBC menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan Fatimah atas hal tersebut. DJBC pun memberikan penjelasan bahwa setiap barang yang masuk ke Indonesia akan dicatat sebagai barang impor, sehingga terutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor, termasuk gift yaitu hadiah  (Hariani, 2023).

Dalam perspektif hukum kepabeanan Indonesia, hadiah atau penghargaan yang diterima oleh WNI atas prestasinya di luar negeri dapat dianggap sebagai barang impor dan dikenakan bea masuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) yang menyebutkan bahwa, “Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk”. Adapun yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan.

Jika melihat kasus di atas, piala WNI tersebut dapat dikategorikan sebagai barang kiriman, karena pihak penyelenggara televisi di Jepang yang mengirimkan piala tersebut ke Indonesia. Menurut Pasal 25 ayat (1) UU Kepabeanan, Barang Kiriman dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu dapat dibebaskan dari bea masuk atas impor. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebasan bea masuk diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Oleh karena kasus tersebut terjadi pada tahun 2015, maka peraturan yang digunakan adalah PMK No. 188/PMK.04/2010 (PMK 188/2010).

Berdasarkan Pasal 1 angka 9 PMK 188/2010 menjelaskan bahwa barang kiriman adalah barang impor yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri. Lebih lanjut berdasarkan Pasal 23 ayat (1) dan (2) PMK 188/2010 juga menyebutkan bahwa, “(1) Terhadap Barang Kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dengan Nilai Pabean paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman, (2) Dalam hal Barang Kiriman melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor”.    

Namun, saat ini ketentuan PMK di atas sudah tidak berlaku lagi, dan digantikan dengan PMK No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman (PMK 199/2019). Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) PMK 199/2019 mengatur bahwa barang kiriman yang diimpor untuk dipakai dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 3.00 (tiga US Dollar) per penerima barang per kiriman diberikan pembebasan bea masuk; dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan.  

Lalu, bisakah piala WNI tersebut dikategorikan sebagai barang kiriman hadiah? Memang berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU Kepabeanan juga disebutkan bahwa barang kiriman hadiah juga mendapat fasilitas pembebasan bea masuk. Namun dalam pasal tersebut disebutkan secara spesifik bahwa barang kiriman hadiah yang dimaksud adalah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam. Dalam peraturan pelaksananya pun yaitu PMK No. 70/PMK.04/2012 menyebutkan bahwa pembebasan bea masuk atas barang kiriman hadiah hanya dapat diajukan oleh badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan, dan tidak menyebutkan oleh perorangan. Sehingga dalam kasus di atas piala WNI tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai barang kiriman hadiah, karena WNI tersebut merupakan perorangan.

Baca juga: Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Kembali Barang Yang Telah Diekspor

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam kasus Piala WNI dari Jepang yang ditagih bea masuk dapat diajukan pembebasan bea masuk berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU Kepabeanan, berupa barang kiriman yang tidak melebihi batas maksimal nilai pabean sebagaimana telah dijelaskan di atas. Piala WNI tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai barang kiriman hadiah karena menurut PMK No. 70/PMK.04/2012 pembebasan bea masuk barang kiriman hadiah tidak dapat diajukan oleh perorangan. Sehingga kedepan diharapkan terdapat aturan yang mengatur secara khusus pembebasan bea masuk atas barang kiriman hadiah hasil prestasi WNI di luar negeri, agar jangan sampai WNI yang berprestasi justru dibebani dengan bea masuk yang tinggi. Padahal WNI tersebut telah berkontribusi mengharumkan nama negara dan seharusnya diapresiasi.

Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak