(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Salah satu kejahatan yang dapat dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kemudahan, keuntungan, dan laba yang lebih besar, sehingga dapat mengefisienkan biaya atau modal yang dikeluarkan oleh korporasi, baik itu modal tenaga kerja, waktu, tempat dan dana. Tujuan akhirnya adalah korporasi baik itu sekumpulan atau perorangan akan mendapatkan pengahasilan lebih jika dibandingkan dengan tanpa melakukan tindak pidana korupsi.

Korporasi dijadikan subjek hukum pidana sama dengan manusia, namun perlu diingat bahwa tidak semua tindak pidana dapat dilakukan oleh korporasi dan dikenakan sanksi pidana sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10 KUHP yang tidak semuanya dapat dikenakan pada korporasi. Sanksi yang mungkin dijatuhkan pada korporasi adalah pidana denda. Selain pidana denda, terhadap korporasi juga dapat diberikan tindakan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum adanya kerusakan oleh suatu perusahaan. Sesuai dengan perkembangan ganti rugi juga dapat dijatuhkan pada korporasi sebagai jenis pidana baru. Ganti kerugian ini dapat berupa ganti kerugian terhadap korban. Selain itu juga dapat dijatuhkan sanksi berupa pidana tambahan yaitu penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama 1 (satu) tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkembangan mengenai konsep korporasi sebagai subjek tindak pidana, sebenarnya merupakan akibat perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dalam menjalankan aktifitas usaha. Pada kegiatan usaha yang cukup sederhana dijalankan secara perorangan. Dalam perkembangan kegiatan usaha yang tidak lagi sederhana, timbul kebutuhan untuk mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam menjalankan kegiatan usaha. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan untuk mengadakan kerjasama, antara lain adalah terhimpun modal yang lebih banyak, tergabungnya keterampilan dalam suatu usaha jauh lebih baik dibanding suatu usaha dijalankan seorang diri dan mungkin pula atas pertimbangan dapat membagi resiko kerugian.

Dalam Pasal 59 dan 169 KUHP terdapat ketentuan yang menentukan suatu perkumpulan sebagai subjek hukum yang dapat dikenai pidana, tetapi kesan pasal tersebut ternyata tertuju kepada manusianya, yaitu siapa yang ikut dalam perkumpulan yang dimaksudkan untuk dipidana. Jadi sekarang ini hanya undang-undang di luar KUHP saja yang membuat ketentuan tentang dapat dipidananya korporasi atau badan hukum, yaitu salah satunya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Walaupun dalam pengaturannya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi digunakan dalam rumusan unsur pasal sebagai subjek hukumnya adalah “setiap orang” (tidak ada kata korporasi di dalamnya) seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum  melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”

Dalam Pasal 1 angka 3 dijelaskan bahwa yang dimaksud setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Pengertian “korporasi” dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1, yaitu kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik yang merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Jadi subjek hukum “setiap orang” sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak hanya manusia atau orang perorangan saja akan tetapi juga termasuk korporasi.

Dicantumkannya korporasi sebagai subjek hukum tindak  pidana korupsi sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi dan diperlakukan sama dengan subjek hukum yang lain, yaitu manusia akan memberikan harapan serta optimisme bagi upaya pengusutan korupsi secara tuntas dan efektif. Dengan dianutnya paham korporasi sebagai subjek tindak pidana, berarti korporasi baik sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana (corporate criminal responsibility).