(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Stefanus Kurniawan Dharmadji, S.H.

Cek dan bilyet giro sendiri merupakan alat pembayaran, sedangkan kegagalan pembayaran utang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, yaitu keadaan apabila salah satu pihak di dalam satu perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau kewajibannya dan bukan karena keadaan memaksa (overmacht).

Berdasarkan Perpu No. 1 Tahun 1971 Tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong. Maka pada saat ini penarikan cek kosong bukan lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Pada dasarnya mengenai kegagalan pembayaran adalah termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Tetapi apabila unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi dan terbukti bahwa pemberian cek kosong dilakukan untuk melakukan kejahatan, maka pemidanaan tetap dapat dilakukan.

Sebelum melangkah ke upaya hukum ada beberapa hal yang terkait dengan “cek kosong/cek putih” yaitu:

  1. Disebut Cek Kosong apabila saldo rekening giro atau rekening khusus tidak cukup, atau telah ditutup (Psl. 11 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 8/29/PBI/2006).
  2. Sedangkan menurut (SEBI No.2/10/DSAP/2000, IV A), Alasan penolakan cek/bilyet giro adalah saldo tidak cukup, rekening telah ditutup, persyaratan formal tidak dipenuhi, tanggal efektif belum sampai, ditarik kembali oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan, dibatalkan oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran, dan lain-lain.
  3. Apabila cek tersebut kosong maka pihak bank selaku tersangkut wajib menolak pembayaran atas cek yang diunjukan oleh pemegang tersebut dan bank tertarik wajib memberitahukan alasan penolakan (Psl. 10 – Psl.12 Peraturan Bank Indonesia No. 8/29/PBI/2006) dan pihak bank memberikan SKP surat yang ditujukan kepada pemegang yang berisi informasi alasan penolakan atas suatu cek/bilyet giro yang diunjukkan kepada tertarik pada suatu tanggal tertentu baik karena dananya tidak cukup maupun karena alasan lainnya (SEBI No.2/10/DSAP/2000, IV B).
  4. Bank wajib mencantumkan dalam DHIB (Daftar Hitam Individual Bank) identitas pemilik rekening yang melakukan penarikan cek kosong dan bank tertarik wajib membekukan hak penggunaan cek dan/atau bilyet giro selama 14 hari kerja sejak tanggal penolakan cek dan/atau bilyet giro (Psl. 15 ayat (1) dan Psl. 19 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 8/29/PBI/2006). Pemilik rekening yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penolakan cek dan/atau bilyet giro menyampaikannya kepada Bank Indonesia (SEBI No.2/10/DSAP/2000, IV B). Bank Indonesia pun nantinya akan menyebarkan daftar tersebut ke seluruh bank yang ada di Indonesia.

Terhadap penerbit yang telah menerbitkan cek kosong, maka pemegang cek kosong dapat melakukan upaya hukum, yaitu:

  1. Menawarkan kembali surat cek tersebut kepada bank-bank tersangkut di hari berikutnya dalam jangka waktu 70 hari + 6 bulan (Psl 206 dan Psl. 229 KUHD);
  2. Menggunakan hak regres, yaitu Hak Tagih (Psl. 217 KUHD;
  3. Gugatan perdata, dengan alasan wanprestasi → Tidak memberikan sesuatu (Psl. 1234 KUH Perdata) “Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan”.

Karena tidak terpenuhinya salah 1 syarat objektif dalam syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (Psl. 1320 point 3 KUH Perdata) yaitu “Adanya objek / prestasi yang jelas” maka mengakibatkan segala perikatan yang terjadi antara penerbit cek kosong dengan pemegang cek kosong adalah “batal demi hukum” karena pemegang cek kosong tidak mendapatkan haknya atas suatu prestasi dari penerbit cek kosong.

  1. Tuntutan pidana, dengan alasan penipuan;

Upaya hukum ini merupakan upaya hukum terakhir apabila putusan hakim dalam perkara perdata sebelumnya tidak dijalankan oleh tergugat (penerbit cek kosong). Unsur-unsur penipuan (Psl. 378 KUHP)

a. Unsur Subjektif → Dengan sengaja

b. Unsur Objektif → Secara melawan hukum (dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan), menyerahkan barang sesuatu kepadanya, menguntungkan diri sendiri.

Pada hal ini dapat disimpulkan pada dasarnya mengenai kegagalan pembayaran adalah termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Namun, terdapat juga kemungkinan kegagalan pembayaran tersebut dilakukan untuk melakukan tindak pidana, misalnya tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP. Terhadap kasus yang apabila unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi dan terbukti bahwa pemberian cek atau bilyet giro kosong dilakukan untuk melakukan kejahatan, maka pemidanaan tetap dapat dilakukan sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

 

Daftar hukum:

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 1847 No. 23);
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie,Staatsblad tahun 1847 No. 43);
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht,Staatsblad 1915 No. 732);
  4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 1 Tahun 1971 Tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964 Tentang Larangan Penarikan Cek Kosong;
  5. Peraturan Bank Indonesia No. 8/29/PBI/2006;
  6. Surat Edaran Bank Indonesia No.2/10/DSAP/2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.