Author: Putri Ayu Trisnawati, SH
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhada penciptaan tersebut. Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga ciptaan itu dapatdilihat, dibaca atau didengar.
Sebagai contoh sengketa hak cipta dapat dicermati dalam kasus The Institute For Motivational Living, Inc., perusahaan di Amerika Serikat yang bertindak sebagai Penggugat melawan Yon Nofiar, Indonesia. Penggugat mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta terhadap Tergugat yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam register perkara nomor : 61/Pdt.Sus-Hak Cipta//2013/ PN.NIAGA.JKT.PST.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta (selanjutnya disebut sebagai “UU Hak Cipta”), Pencipta adalah orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, Dengan demikian jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, maka badan hukum tersebut adalah sebagai penciptanya. Hal ini secara tegas diatur oleh Pasal 9 UU Hak Cipta.
Penggugat yang telah menciptakan dan mendaftarkan ciptaannya dan telah memperoleh sertifikat pendaftaran hak cipta dari Kantor Pendaftaran Hak Cipta Amirika Serikat (United States Copyright Office) atas sebagian dan /atau seluruh ciptaan sebagai berikut :
- Person to Person;
- Personality Profile Questionnaire;
- IML DISC Insight Personality System Analysis
- IML DISC insight Personality System Software, untuk semua versinya, termasuk dan tidak terbatas pada V.1.0,2.0,2.05, 2.06, 2.07, 2.09, 2.5;
- The Personality System;
- Pesonality Style Report;
- Understanding Your Personality Style workbook; dan
- Understanding Your Personality Style Point;
Materi cipataan Penggugat tersebut merupakan “Alat Penilaian Perilaku” yang dibuat berdasarkan inspirasi dari teori DISC dari psikolog Wlilliam Marston dimana proses penciptaan dari Materi Ciptaan tersebut dimulai oleh Penggugat sekitar tahun 1970 di Amerika Serikat melalui penelitian berbagai macam pengkajian dan pengembangan dan serta pengujian yang menghabiskan waktu 25 (dua puluh lima) tahun hingga akhirnya Penggugat berhasil menciptakan materi ciptaan yang bisa memahami kebutuhan untuk proses yang handal dan valid untuk menentukan kepribadian seseorang. Materi Ciptaan tersebut telah didaftarkan oleh Penggugat pada Institusi yang berwenang di Negara asalnya, Amerika Serikat.
Penggugat juga telah mendaftarkan materi ciptaannya di Indonesia melalui Direktorat Jenderal Hak ata Kekayaan Intektual, sebagai berikut :
- Surat Pendaftaran Ciptaan tertanggal 07 Juli 2011 untuk judul ciptaan berupa Pesonality Profile Questionnaire;
- Surat Pendaftaran Ciptaan tertanggal 07 Juli 2011 untuk Judul ciptaan berupa IML DISC Insight Personality System Analysis
Tergugat bermaksud untuk menulis dan menerbitkan buku dengan judul DISC: The Leading Behavioral Assesment Tools pada awal Desember 2004 dan karenanya meminta izin kepada Penggugat untuk menggunakan patterndescription dan bagian lainnya (antara lain: quisioner) dari materi ciptaan Penggugat untuk dimasukkan dalam buku karangan Tergugat tersebut. Terhadap permintaan Tergugat, Penggugat menyatakan secara tegas tidak memberikan persetujuan dan atau izin kepada Tergugat untuk menggunakan setiap bagian dari meteri ciptaan Penggugat dalam bentuk apapun karena materi ciptaan Penggugat tersebut merupakan karya cipta yang dilindungi oleh hukum, sehingga terhadap setiap pihak yang bermaksud untuk menggunakan materi ciptaan Penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya wajib membanyar biaya lisensi kepada Penggugat, per penggunaan materi ciptaan Penggugat tersebut
Kenyataannya, Tergugat tetap menulis dan menerbitkan buku berjudul DISC: The Leading Behavioral Assesment Tools (Mengukur Perilaku Kerja) pada tahun 2005 melalui Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Tergugat secara sepihak telah mencantumkan nama Penggugat di dalam Kata Pengantar buku tersebut serta mengklaim Penggugat sebagai pihak pendukung penerbitan buku a quo tanpa izin dan atau persetujuan tertulis dari Penggugat. Tergugat juga menulis, menerbitkan melalui Lembaga miliknya bernama Quantum Quality Internasional dan memperjualbelikan buku berjudul “Handbook of Disc alat Ukur Perilaku Kerja” pada tahun 2009 yang sebagian besar materi serta isinya merupakan duplikasi dan terjemahan dari materi ciptaan Penggugat yang diklaim sebagai ciptaan Tergugat.
Penggunaan, perbanyakan, dan pendistribusian materi ciptaan Penggugat ternyata dilakukan tanpa izin atau persetujuan terlebih dahulu dari Penggugat, bahkan hal tersebut juga dilakukan tanpa menyebutkan atau mencantumkan sumbernya. Tindakan ini berdasarkan UU Hak Cipta secara nyata telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran Hak cipta milik Penggugat, yang diancam pidana penjara dan/atau pidana denda. Menurut Pasal 2 ayat (1) UU Hak Cipta, merupakan hak ekskluif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Selanjutnya penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Hak Cipta menegaskan yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Ketentuan ini berarti tidak ada satu pihak pun yang boleh mengumumkan dan/atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk hal tersebut tanpa persetujuan Pencipta dan /atau Pemegang Hak cipta
Ternyata di dalam perkembangan selain menulis, menerbitkan dan memperjualbelikan kedua buku tersebut di atas, diketahui Tergugat secara sepihak telah mengklaim, menggunakan dan memperjualbelikan “assessment toolkits” (alat penilaian) yang materinya diperoleh atau diambil dari materi ciptaan Penggugat baik secara online melalui website Tergugat (www.discoverystyles.com dan http:// www.qqinternational.com/) maupun non online melalui iklan di media massa hingga sekarang;
Tergugat secara nyata telah mengadakan Program Training dan Sertifikasi (Certified Training Program) yang menggunakan produk buatan Tergugat yang materinya diperoleh dan diambil dari materi ciptaan Penggugat secara berulang kali tanpa sepengetahuan, persetujuan dan penggantian biaya sertifikasi yang berlaku pada Penggugat, dimana pelatihan yang diadakan oleh Tergugat secara langsung maupun tidak langsung, adalah untuk kepentingan komersial Tergugat yang merugikan Penggugat;
Dalam putusannya, majelis hakim memutus
- Menyatakan Gugatan Penggugat tidak diterima (Niet ontvankelijk Verklaard)
- Menghukum Penggugat membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara
Pertimbangan majelis hakim adalah:
1.Bahwa Penggugat tidak memiliki legal standing. Gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) sebab Penggugat tidak mempunyai hak dan kapasitas untuk menggugat, atau tidak memiliki persona standi in judicio di depan Pengadilan atas perkara a quo, hal mana dapat dilihat sebagai berikut :
- Penggugat hanya berasumsi dan dalil-dalil yang disampaikan dalam gugatannya tidak jelas atau kabur. Mengingat Legal standing Penggugat tidak menjelaskan kedudukannya di Amerika Serikat maupun di Indonesia, Penggugat hanya berasumsi sebagai Badan Hukum namun tidak membuktikan Penggugat teregistrasi atau terdaftar pada instansi pemerintah atau Negara bagian mana ? Sehingga terang bahwa Penggugat bukanlah Badan Hukum sebab tidak dapat membuktikan bahwa Penggugat adalah Badan Hukum yang sah
- Gugatan Penggugat telah menyimpulkan sendiri sebagai Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta atas Ciptaannya, namun tidak dapat membuktikan keabsahan Penggugat sebagai Badan Hukum sebagaimana diatur Pasal 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
- Bahwa Penggugat mengakui sebagai Badan Hukum namun lalai mencantumkan keabsahan Badan hukumnya dalam Gugatannya secara jelas, maka tidak dapat dianggap sebagai Badan Hukum.
- Sehingga akibat kekeliruan dan kesalahan tersebut diatas gugatan aquo telah cacat formil, karena Penggugat bertindak sebagai Penggugat yang tidak memenuhi syarat (diskualifikasi in person), oleh karena itu gugatan Penggugat tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)
2.Bahwa gugatan penggugat kurang pihak (plurium litis consortium)
- Gugatan Penggugat mengandung cacat formil karena kurang pihak, dimana dalam gugatan Penggugat tidak mengikut sertakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan 13 Institusi dan pihak-pihak yang menjadi distributor, peserta training akademisi yang dalam hal ini menggunakan, memanfaatkan maupun menyebarluaskan materi ciptaan Penggugat
- Gugatan Penggugat yang tidak mengikuti Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai pihak yang turut digugat adalah merupakan gugatan yang kurang pihak dan untuk itu sudah seharusnya gugatan Penggugat tidak dapat diterima dan dikesampingkan
3.Bahwa gugatan kabur (obscuur libel)
- Tergugat melihat adanya ketidakkonsistenan (inkonsistensi) Penggugat dalam menyusun gugatan a quo terkait mengenai dasar hukum yang digunakan Penggugat dan terlalu dipaksakan serta tidak didukung bukti-bukti yang kuat dalam menyusun gugatan a quo. Bahwa gugatan Penggugat sebagaimana telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat perkara HAKI tanggal 11 September 2013 Nomor : 61/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga JKT.PST., adalah merupakan Gugatan Pelanggaran Hak Cipta, namun ternyata pada faktanya dalam posita gugatan a quo, Penggugat juga menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata sebagai dasar hukum gugatan a quo, sebagaimana ternyata dalam Posita Nomor 31 Gugatan Penggugat
- “Bahwa Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta, mengatur bahwa pelanggaran Hak Cipta menimbulkan hak untuk menuntut ganti rugi dari pihak yang dirugikan kepada pihak yang melanggar Hak Cipta. Hal ini sejalan dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur bahwa pihak yang melanggar hukum dan karenanya telah menimbulkan kerugian pada suatu pihak, wajib mengganti kerugian, baik materil maupun imateril kepada pihak yang dirugikan tersebut “;————- Berdasarkan hal tersebut diatas, Tergugat menjadi bingung dengan gugatan Penggugat, apakah gugatan tersebut merupakan gugatan pelanggaran hak cipta atau gugatan perbuatan melawan hukum, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat menjadi tidak jelas, kabur (obscuur libel), dan sudah sepatutnya menurut hukum gugatan Penggugat haruslah DITOLAK atau setidaknya dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA (niet ontvankelijk verklaard);
- Dalam Posita Gugatan a quo, Penggugat menyebutkan beberapa macam ciptaannya, namun Penggugat tidak menyebutkan secara rinci dan detail mengenai pelanggaran hak cipta apa yang telah Tergugat lakukan terkait dengan materi ciptaan milik Penggugat tersebut, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat menjadi tidak jelas, kabur (obscuur libel) dan sudah sepatutnya menurut hukum gugatan Penggugat haruslah DITOLAK atau setidaknya dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA (niet ontvankelijk verklaard);
- Penggugat dalam gugatan a quo telah keliru dalam menguraikan gugatannya, karena pihak yang dituntut adalah pribadi/perorangan (ic Tergugat), namun dalam tuntutannya Penggugat memasukkan institusi yang melakukan kegiatan program pelatihan dan sertifikasi (Certified Training Program) atau dalam hal ini www.discoverystyles.com dan http://www.qqinternational.com
- Berdasarkan dalil argumentasi yang dikemukakan Tergugat di bagian EKSEPSI tersebut diatas, telah jelas dan nyata menurut ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku di Peradilan Indonesia bahwa gugatan Penggugat dalam perkara aquo ternyata tidak memenuhi persyaratan formal, sehingga kiranya cukup beralasan bagi yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan aquo berkenan untuk menolak seluruh gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat dalam perkara aquo tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), dan untuk menjadi landasan hukum dari putusan Majelis Hakim tersebut di atas perkenankan Tergugat untuk mensitir Yurisprudensi Mahkamah Agung RI