(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Antonius Gunawan Dharmadji, SH.

Cakupan Sektor Keuangan terhadap APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme)

  1. Perbankan
  2. Pasar Modal
  3. Industri Keuanagan Non-Bank (IKNB)

Dasar hukum

  1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU PPT Sektor Jasa Keuangan.
  2. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) 32/SEOJK.03/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Perbankan
  3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 47/SEOJK.04/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Pasar Modal.
  4. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 37/SEOJK.05/2017 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Industri Keuangan Non-Bank.

Penguatan Pengawasan  Program  Pencucian  Uanng  dan Pencegahan  Pendanaan  Terorisme  (APU PPT)

Points of Concern OJK terkait Penerapan Program APU PPT:

  1. Customer Due Diligence
  2. Enhanced Due Diligence
  3. Beneficial Owner

Perampasan Harta Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Yang Sakit Permanen

Menurut Dr. Warih Sadono Kriteria seseorang dapat dinyatakan menderita sakit permanen yang menghambat pemeriksaannya sebagai tersangka atau terdakwa adalah:

  1. pelaku tidak mampu memahami materi pemeriksaan yang ditanyakan oleh penyidik;
  2. pelaku penuntut umum atau majelis hakim, tidak mampu memahami konsekuensi proses pemeriksaan yang sedang dilaksanakan terhadapnya;
  3. pelaku tidak mampu secara medis untuk mengikuti proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di persidangan;
  4. pelaku tidak mampu berkomunikasi dengan penasihat hukum untuk kepentingan pembelaan
  1. Secara filosofis perampasan harta pelaku tindak pidana korupsi yang menderita sakit permanen tanpa pemeriksaan pokok perkara merupakan cara yang luar biasa dengan mengedepankan asas praduga bersalah.

Lebih lanjut Dr. Warih Sadono menambahkan bahwa secara filosofis perampasan harta pelaku tindak pidana korupsi yang menderita sakit permanen tanpa pemeriksaan pokok perkara merupakan cara yang luar biasa dengan mengedepankan asas praduga bersalah.

Penyitaan dan Perampasan Aset Dalam Upaya Pengembalian Kerugian  Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang

Dasar hukum:

  1. Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  2. Pasal 81 UU 8 Tahun 2010 Tentang TPPU
  3. Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Menurut Dr. Febrie Adriansyah, S.H. M.H. Kesulitan dalam proses penyitaan asset tindak pidana korupsi meliputi:

  1. Harus membuktikan asset tersebut sebagaimana Pasal 39 ayat (1) KUHAP.
  2. Harus dapat memastikan kepemilikan
  3. Penyitaan terhadap aset sebagaimana jaminan uang pengganti.

Dijelaskan lebih lanjut apabila penyelidik/penyidik menemukan aset yang diduga hasil tindak pidana maka harus ada bukti permulaan yang cukup yang koherensi dengan alasan legal  penyitaan  aset,  maka  penyidik  harus  menemukan  adanya perbuatan  melawan  hukum,  kemudian  kesalahan  dan  seterusnya, sehingga  menimbulkan  keyakinan  yang  kuat. Oleh karena itu reformulasi konsep hukum bukti permulaan yang cukup untuk penyitaan aset harus dimasukkan ke dalam revisi Pasal 1 ketentuan umum (the definition of clause) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Akan Datang.