Author: Ihda Aulia Rahmah, S.H.
Binary Option merupakan jenis kontrak opsi menyatakan “biner”, opsi yang memiliki 2 (dua) kemungkinan. Umumnya platform binary option menggunakan mekanisme biner naik atau turun suatu harga aset atau harga komoditi yang mendasarinya, seperti index, forex, produk derivative market (Lestari & Arifin, 2022:20). Dalam platform tersebut nantinya seseorang dapat melakukan binary option trading berupa aktivitas menentukan pergerakan nilai suatu aset dalam periode tertentu yang telah dipilih melalui sistem biner. Dengan menentukan prediksi fluktuasi aset acuan dalam periode waktu tertentu, seseorang dapat meraih keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya (Fixed Payout) atau kehilangan nilai sebagaimana yang telah diletakkan (Rusdiana & Haidar, 2022:162-163).
Rohmini Indah Lestari dan Zaenal Arifin dalam tulisannya yang berjudul “Godaan Praktik Binary Option Berkedok Investasi Dan Trading” menyebutkan bahwa “Sejatinya Binary Option bukan merupakan investasi maupun trading, binary option sering dianggap lebih sebagai permainan zero-sum daripada sebagai sarana investasi yang masuk akal” (Lesatri & Arifin, 2022:25). Adanya binary option oleh publik awalnya dikenal sebagai aset yang diperdagangkan pada Chicago Boart of Exchange (CBOE) atau Bursa Perdagangan Obis Chicago. Perdagangan binary option kemudian mendapat popularitas pada tahun 2008 dan mulai dikenal di Indonesia pada tahun 2018 melalui pemasaran media digital (Paranna & Andersen, 2022:153).
Baca juga: Dapatkah Mengajukan Judicial Review Terhadap Undang-Undang Yang Belum Diundangkan?
Binary option tidak memberikan hak untuk membeli, menjual atau menyimpan aset yang ditentukan kepada pemegang opsi. Pemegang opsi hanya diberikan hak untuk menebak posisi harga aset naik atau turun (Lestari& Arifin, 2022:20). Tidak diberikannya hak untuk membeli, menjual atau menyimpan aset yang ditentukan kepada pemegang opsi ini kemudian menjadi alasan tidak dilegalkannya binary option di Indonesia. Sebab hal tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Bappeti menyebutkan bahwa binary option tidak dapat dilegalkan di Indonesia karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa”Opsi adalah kontrak yang memberikan hak kepada pembeli untuk membeli atau menjual kontrak berjangka atau komoditi tertentu pada tingkat harga, jumlah, dan jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan membayar sejumlah premi.”
Bappeti juga menyatakan bahwa platform-platform binary option yang beredar di internet tidak memiliki kantor cabang di Indonesia sehingga mempersulit apabila hendak meminta pertanggung jawaban, dan yang terakhir dikarenakan minimnya regulasi baik dari dalam negeri ataupun internasional sehingga sulit adanya standarisasi terhadap pelaku usaha yang bertindak secara adil. Dilihat dari sisi legalitas binary option dianggap sebagai kegiatan judi dalam bentuk daring berkedok trading, pada bidang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK). Satuan tugas waspada investasi menempatkan platform perdagangan aset dengan Skema Binary Option sebagai salah satu bentuk investasi ilegal (Paranna & Andersen, 2022:153).
Baru-baru ini kembali ramai diperbincangkan adanya kasus binary option yang melibatkan social media influencer. Hal ini tidak aneh mengingat platform binary option di Indonesia dalam memasarkan produknya menggunakan strategi affiliate marketing. Dimana mekanisme pemasaran ini dilakukan dengan cara afiliator mengajak dan atau membawa pengunjung ke lama platform milik afiliator. Nantinya afiliator ini akan mendapatkan keuntungan dengan metode memberikan komisi dari presentase tiap-tiap transaksi penjualan. Selain itu juga terdapat metode menggunakan kompensasi berdasarkan tiap kali pengunjung melakukan klik di laman platform. Umumnya yang menjadi afiliator adalah seorang social media influencer sebagai orang yang mempunyai pengaruh sosial tertentu, yang biasanya diukur dengan matrik media sosial (misalnya dihitung dari banyaknya pengikut dan/atau tingkat keterlibatan) di atas rata-rata orang pada kanal YouTube, Instagram, dan Telegram (Lestari & Arifin, 2022:26).
Indra Kenz dan Doni Salmanan sebagai Afiliator dari salah satu platfrom binary option harus menelan pil pahit, saat terdapat beberapa orang yang melaporkannya karena merasa dirugikan dengan mengikuti ajakannya untuk melakukan trading binary option. Keduanya sama-sama didakwa jaksa penuntut umum atas Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” Dalam Putusan Nomor 1240/Pid.Sus/2022/PN.Tng dengan terdakwa Indra Kenz dan Putusan Nomor 576/Pid.Sus/2022/PN Blb dengan terdakwa Doni Salmanan, keduanya terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana tersebut.
Selain didakwa dengan menggunakan UU ITE, keduanya juga didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang. Untuk Indra Kenz didakwa dengan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau UU TPPU. Sedangkan Doni Salmanan didakwa dengan Pasal 3 atau 4 yang berbentuk kumulasi alternatif. Dari dakwaan tersebut, Indra Kenz dalam Putusan Nomor 1240/Pid.Sus/2022/PN.Tng secara sah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dalam Pasal 3 UU TPPU. Kejanggalan kemudian terdapat dalam Putusan Nomor 576/Pid.Sus/2022/PN Blb dengan terdakwa Doni Salmanan yang notabenenya melakukan perbuatan yang sama dengan Indra Kenz, dalam putusannya Doni Salmanan justru tidak terbukti telah melakukan tindak pidana Pasal 3 atau 4 UU TPPU.
Dalam pertimbangannya dalam Putusan Nomor 576/Pid.Sus/2022/PN Blb dinyatakan bahwa karena belum ada regulasi yang tegas mengenai trading binary option apakah termasuk sebagai tindak pidana perjudian atau tidak maka majelis hakim berpendapat bahwa masih terlalu premature untuk menyatakan hasil keuntungan terdakwa selaku afiliator dari platform binary option adalah hasil tindak pidana. Hal ini sejatinya tidak sejalan dengan pertimbangan hakim yang sebelumnya menyatakan bahwa terdakwa Doni Salmanan telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana UU ITE dengan menjadi afiliator dalam salah satu platform binary option.
Baca juga: 101 KUHP Terbaru: Semua Bisa Kena?
Selain itu, apabila kita merujuk pada Putusan Nomor 1240/Pid.Sus/2022/PN.Tng dengan terdakwa Indra Kenz dalam pertimbangannya terdakwa dinyatakan secara sah terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, karena uang terdakwa dari hasil afiliator platform binary option dikategorikan sebagai hasil tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Dimana dalam Pasal 45 UU ITE terdakwa diancam dengan hukuman paling lama 6 (enam) tahun. Sehingga pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 576/Pid.Sus/2022/PN Blb dengan terdakwa Doni Salmanan yang menyatakan bahwa terdakwa tidak melakukan tindak pidana pencucian uang bukanlah hal yang dibenarkan. Mengingat Doni Salmanan dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana UU ITE dengan ancaman hukum 6 (enam) tahun penjara. Pasal 2 ayat 1 UU ITE dengan jelas menyebutkan bahwa maksud dari hasil tindak pidana salah satunya adalah tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Download:
Putusan Nomor 1240/Pid.Sus/2022/PN.Tng