Author: Ihda Aulia Rahmah, S.H.
Peranan desain industri dalam suatu negara sangat penting, mengingat perkembangan desain industri berpengaruh secara langsung terhadap keberhasilan perindustrian dan perdagangan dalam suatu negara. Desain industri merupakan sarana bagi negara untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi yang tinggi dalam suatu industri (Sirait, 2021:247). Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 terkait Desain Industri Pasal 1 angka 1 diatur terkait definisi dari desain industri sebagai suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Sebagai salah satu bentuk hak kekayaan intelektual, desain industri juga harus diberikan perlindungan hukum, untuk meningkatkan kreativitas dalam menciptakan produk yang beragam di sektor manufaktur dan kerajinan (Sirait, 2021:247). Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap desain industri tentu memiliki hubungan yang erat dengan orisinalitas dari suatu desain industri. Orisinalitas dari suatu desain industri menjadi salah satu topik yang umumnya akan dipersoalkan, apabila terdapat suatu produk yang desainnya memiliki kemiripan-kemiripan tertentu terhadap desain industri dari produk yang sejenis (Fadjri, Santoso, & Njatrijani, 2016:2-3).
Baca juga: Hati-Hati Penyiaran Ulang Konten Piala Dunia Dapat Dipidana!
Meskipun demikian, dalam UU Desain Industri justru tidak mensyaratkan adanya unsur “orisinalitas” dalam suatu desain industri. UU Desain Industri justru lebih menekankan unsur “kebaruan” yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa “hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru”. Makna baru tersebut yakni apabila pada tanggal penerimaan desain industri tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Pengungkapan ini dilakukan sebelum tanggal penerimaan dengan diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar Indonesia. Terhadap pengungkapan tersebut juga dapat dilakukan melalui media cetak atau elektronik, termasuk didalamnya keikutsertaan dalam suatu pameran (Boen, 2008).
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa adanya pengungkapan sebelum tanggal penerimaan dapat menghapuskan unsur kebaruan dari suatu desain industri. Selain itu, diaturnya unsur “kebaruan” dalam UU Desain Industri juga cukup problematik. Mengingat tidak ditentukan tolak ukur pasti suatu desain industri dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan desain industri milik orang lain (Dewanti, 2007:93). Hal ini kemudian menyebabkan adanya multitafsir dari unsur “kebaruan” yang tercantum dalam UU Desain Industri. Istilah “sama secara signifikan” dalam unsur kebaruan yang diatur dalam UU Desain Industri tidak dapat diterapkan sama sebagaimana dalam kasus merek yang mengenal istilah “persamaan dalam pokoknya” maupun “persamaan pada keseluruhannya” (Sirait, 2021:248).
Perbedaan penafsiran terkait unsur “kebaruan” dalam desain industri dapat ditemukan dalam salah satu Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 16/Pdt.Sus.Desain Industri/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam putusan tersebut PT. Ayam Geprek Benny Sujono mengajukan gugatan pembatalan Desain Industri atas Kotak Makanan yang dimiliki oleh Ruben Samuel Onsu karena dinilai tidak memenuhi unsur “kebaruan” dalam UU Desain Industri. Pihak PT. Ayam Geprek Benny Sujono mendalilkan bahwa desain industri kotak makanan yang terdaftar atas nama Ruben Samuel Onsu memiliki kesamaan dengan desain industri kotak makanan yang dimilikinya.
Desain Industri dari kotak makanan milik PT. Ayam Geprek Benny Sujono ini sejatinya memang belum terdaftar di Direkturat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sehingga seharusnya apabila menganut asas “first to file”, maka desain industri yang mendapatkan perlindungan adalah desain industri milik Ruben Samuel Onsu selaku pihak yang pertama kali mendaftarkan desain industri tersebut. Hal ini pun dalam UU Desain Industri juga menganut asas “first to file” yang tercantum dalam Pasal 12 yang menyatakan bahwa “Pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industri, kecuali jika terbukti sebaliknya.” Dengan kata lain desain industri yang didaftarkan terlebih dahulu adalah desain industri yang diakui sebagai desain industri yang pertama dan mengandung unsur “kebaruan”.
Hal ini kemudian tidak bersesuaian dengan Pasal 2 UU Desain Industri yang menyebutkan bahwa hak desain industri hanya diberikan pada desain industri baru yang tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya. Melihat hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa desain industri yang telah diungkapkan meskipun tanpa pendaftaran ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan memiliki perlindungan sebagai desain industri yang mengandung unsur “kebaruan”. Hal ini sejalan dengan 2 (dua) perspektif yang ada dalam Putusan Nomor 16/Pdt.Sus.Desain Industri/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst terkait unsur “kebaruan” dalam Desain Industri, yakni:
Dr. Suyud Margono, SH. M.Hum. FCIArb, berpendapat bahwa suatu desain industri dapat dibatalkan dengan syarat ternyata desain industri itu sudah tidak baru, jadi pada saat pendaftaran misalkan pada hari ini Selasa 21 Juli 2020, sebulan yang lalu pernah ada pengenalan atau pengungkapan oleh pihak lain, itu bisa dibatalkan. Pembatalan ini dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dengan membuktikan ketidak baruannya. Kebaruan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan perlindungan. Sehingga terhadap desain industri yang sebulan sebelumnya pernah ada publikasi, pernah ada eksebisi, pernah ada pameran, maka pemilik desain tersebut atau pihak yang berkepentingan dapat membatalkan pendaftaran desain industri.
Henny Marlyna SH., MH., MLI., berpendapat bahwa suatu benda baru mendapatkan perlindungan hukum setelah pemilik desain industri mengajukan pendaftaran atas haknya kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan diterbitkannya Sertifikat Desain Industri. Perlindungan atas desain industri tersebut selama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal diterimanya permohonan desain industri.
Baca juga: Kronologis Sengketa Merek Terkenal antara Solaria Melawan Solaris
Dalam Putusan Nomor 16/Pdt.Sus.Desain Industri/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk mengabulkan gugatan PT. Ayam Geprek Benny Sujono dan membatalkan pendaftaran desain industri yang dimiliki Ruben Samuel Onsu karena tidak memenuhi unsur “kebaruan” seperti yang tercantum dalam UU Desain Industri. Menurut Penulis diperlukan adanya penjelasan yang mengatur secara eksplisit terkait tolak ukur dari unsur “kebaruan” yang tercantum dalam Pasal 2 UU Desain Industri. Agar tidak terjadi multitafsir dan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat terkait desain industri yang dimilikinya.
Download:
Putusan Nomor 16/Pdt.Sus.Desain Industri/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst
Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual
