Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H & Fica Candra Isnani, S.H.
Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana. Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada perkara perdata biasa yakni nilai kerugian materiil pada perkara perdata biasa tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan dalam lingkup kewenangan peradilan umum.
Ketentuan mengenai gugatan sederhana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Perma Nomor 4 Tahun 2019) yang menyatakan bahwa “penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.”
Baca juga: Tidak Semua KTUN Dapat Menjadi Objek Sengketa TUN
Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan bahwa “gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Selain itu, terdapat sengketa yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana yaitu perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan dan sengketa hak atas tanah.
Dalam Pasal 4 Perma Nomor 4 Tahun 2019 telah mengatur syarat penyelesaian sengketa dengan gugatan sederhana, yakni: 1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama; 2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana; 3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama;
4) Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat; dan 5) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kuasa insidentil, atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat. Perkara gugatan sederhana tidak wajib diwakili kuasa hukum atau advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa, namun para pihak (Penggugat dan Tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke persidangan.
Dalam proses persidangan gugatan sederhana terdapat pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh hakim yakni terkait syarat-syarat gugatan sederhana dan hakim akan menilai sederhana atau tidaknya pembuktian terhadap sengketa yang diajukan pemeriksaan. Apabila dalam pemeriksaan hakim berpendapat bahwa gugatan yang diajukan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka hakim akan mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana. Penetapan tersebut bersifat final dan tidak dapat dilakukan upaya hukum. Namun, apabila hakim menilai bahwa gugatan memenuhi syarat gugatan sederhana, maka hakim akan menetapkan hari sidang pertama.
Waktu penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama. Proses pemeriksaan persidangan melalui gugatan sederhana dilakukan dengan waktu yang relatif lebih singkat, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 Perma Nomor 2 Tahun 2015 bahwa “dalam pemeriksaan gugatan sederhana, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekovensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.” Proses pembuktian gugatan sederhana sendiri dilakukan apabila terdapat bantahan oleh salah satu pihak terhadap gugatan yang diajukan, sehingga proses persidangannya relatif lebih cepat dibandingkan pembuktian gugatan biasa karena tujuan gugatan sederhana tidak lain adalah untuk mempercepat proses penyelesaian perkara.
Selanjutnya, terhadap hasil putusan gugatan sederhana berdasarkan Pasal 21 Perma Nomor 2 Tahun 2015 menjelaskan bahwa putusan gugatan sederhana dapat dilakukan upaya hukum dengan cara mengajukan permohonan keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Putusan terhadap keberatan merupakan putusan akhir yang berkekuatan hukum tetap dan tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.
Baca juga: Legitime Portie Terhadap Akta Wasiat Yang Merugikan Ahli Waris
Berdasarkan uraian di atas, menurut hemat penulis bahwa gugatan sederhana sangatlah efektif dalam menyelesaiakan sengketa perdata khususnya wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiilnya paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan gugatan yang diajukan telah memenuhi ketentuan Pasal 4 Perma Nomor 4 Tahun 2019. Sehingga, perkara yang diajukan melalui gugutan sederhana baik wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum bisa diselesaikan dengan waktu yang cukup singkat mengingat asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.