Author: Nur Laila Agustin
Di Indonesia perkembangan karya musik khususnya karya berupa lagu terus meningkat tiap waktu, hal tersebut ditandai semakin banyaknya karya-karya lagu berbagai genre bermunculan di berbagai platform digital. Hal ini menjadi penting bagi pemerintah Indonesia untuk melindungi karya musik berupa lagu dari para musisi atau pencipta lagu tersebut, sebab semakin banyak penggiat musik yang mendapatkan keuntungan ekonomi melalui karya musiknya. Oleh karenanya, karya musik berupa lagu saat ini dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UU Hak Cipta).
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta menyebutkan bahwa sebagai suatu ciptaan yang dilindungi, pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik memiliki hak ekonomi yakni hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan untuk melakukan: penerbitan ciptaan; penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; penerjemahan ciptaan; pengadaptasian; pengaransemenan atau pentransformasian ciptaan; pendistribusian ciptaan atau salinannya; pertunjukan ciptaan; pengumuman ciptaan; komunikasi ciptaan dan penyewaan ciptaan.
Baca juga: Makna Persamaan Pada Pokoknya Dalam Merek
Hampir semua karya musik di Indonesia melakukan pengumumannya dengan menggunakan platform digital. Pengumuman oleh musisi dalam dunia digital itu tidak hanya sebatas memperkenalkan karya musik, tetapi juga pengumuman video clip musik, penampilan live performance dari musisi atau pencipta lagu, lirik lagu, dan chord dari karya musik itu sendiri (Kusumawijaya, 2020). Perkembangan yang sangat pesat tersebut, pencipta atau pemegang hak cipta tetap harus waspada terhadap modus pelanggaran terhadap karya cipta musik. Misalnya seperti pendistribusian karya cipta musik orang lain dalam bentuk VCD.
Sebagai contoh modus pelanggaran terhadap hak cipa dapat dilihat dalam Putusan Nomor 142/Pid.Sus/2018/PN Slt. Dalam putusan tersebut terdakwa atas nama Sartono menjual/mengedarkan VCD bajakan tanpa izin yang berisikan video rekaman yang diproduksi oleh CV. Central Hiburan Gembira Baru dan CV. Musik Perdana Record Surabaya. Modus yang digunakan oleh terdakwa yakni menjual VCD dengan mengedit cover VCD dan tidak mencantumkan logo perusahaan dan Nomor Lulus Sensor (SLS).
Penjualan yang dilakukan terdakwa tersebut mengakibatkan CV. Central Hiburan Gembira Baru dan CV. Musik Perdana Record selaku pemegang hak cipta sama-sama dirugikan dan apabila dilihat dari proses pembuatan album maka kerugiannya kurang lebih sekitar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), selain itu masyarakat juga ikut dirugikan karena selaku konsumen seharusnya mendapatkan kualitas yang bagus dan original dari suatu produk.
Atas kerugian yang dialami, kedua perusahaan tersebut mengajukan tuntutan pidana terhadap terdakwa ke Pengadilan Negeri Salatiga. Atas tuntutan pidana tersebut sebagaimana dakwaan Penuntut Umum, terdakwa didakwa dengan Pasal 113 ayat (3) jo Pasal 9 UU Hak Cipta. Dijelaskan bahwa sanksi atas pendistribusian ciptaan tanpa izin sebagai pelanggaran hak cipta dalam Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta menyatakan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Hak pendistribusian terhadap karya cipta musik itu pada dasarnya telah dilindungi dalam UU Hak Cipta Pasal 9 ayat (1) huruf e yang menjelaskan : “Pencipta atau pemegang hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan pendistribusian ciptaan atau salinannya “. Hak tersebut diperkuat dalam Pasal 40 ayat (1) huruf d yang menegaskan : “Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang berupa lagu/atau musik dengan atau tanpa teks”.
Mengacu pada kedua pasal tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa pendistribusian suatu ciptaan tanpa adanya izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta, dan dapat dituntut secara hukum (Kusumawijaya, 2020). Dalam pertimbangan Majelis Hakim menyatakan terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Penuntut Umum.
Dari putusan tersebut dapat diketahui bahwa perbuatan mengedarkan/menjual VCD bajakan dapat disamakan dengan perbuatan pendistribusian sebagaimana yang dilakukan terdakwa. Hak distribusi merupakan hak pencipta untuk menyebarkan ciptaanya kepada masyarakat. Penyebaran tersebut dapat berupa penjualan, penyewaan atau bentuk lain yang dimaksud agar ciptaan tersebut dikenal masyarakat (DJKI, 2020 : 22).
Baca juga: Konflik Ahmad Dhani dan Once Mekel: Larangan Menyanyikan Lagu Dewa 19
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tindakan pendistribusian VCD dengan cara menggandakan ataupun menjual VCD bajakan merupakan suatu pelanggaran hak cipta. Mengedarkan suatu karya cipta tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta di Indonesia dapat dijerat dengan Pasal 113 ayat (3) jo Pasal 9 UU Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sehingga, melalui UU Hak Cipta tersebut diharapkan tidak ada lagi modus-modus pelanggaran atau kecurangan terhadap hak cipta milik orang lain karena suatu karya atau ciptaan telah dilindungi oleh undang-undang.
Download:
Putusan Nomor 142/Pid.Sus/2018/PN Slt
Tag: Berita , Artikel , Konsultan Kekayaan Intelektual