Author: Putri Ayu Trisnawati
Kemudahan berbelanja melalui e-commerce atau aplikasi belanja online sangat berpengaruh terhadap peningkatan belanja berbagai produk dari luar negeri dengan mekanisme impor barang kiriman. Perkembangan teknologi saat ini sangat memudahkan cara berbelanja barang dari luar negeri. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan volume impor barang kiriman yang menggambarkan minat masyarakat dalam negeri atas produk-produk luar negeri.
Peningkatan impor barang kiriman ini menjadi tantangan bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selaku pihak yang mengawasi masuknya barang impor dan juga melayani urusan pabean masyarakat. Sayangnya, kondisi ini tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman masyarakat tentang prosedur pengiriman barang dari luar negeri dan pungutan pajak yang dikenakan, hingga akhirnya dapat menimbulkan kebingungan dan berbagai pertanyaan setelah melakukan transaksi.
Baca juga: Ancaman Pidana Bagi Importir Pakaian Bekas
Menyikapi banyaknya minat belanja produk luar negeri, pemerintah menerapkan “De Minimis Value Threshold” yang merupakan batas pembebasan Bea Masuk atas barang kiriman dari luar negeri. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman yang berlaku sejak 30 Januari 2020, batas pembebasan Bea Masuk untuk Barang Kiriman berubah dari yang sebelumnya USD 75 menjadi USD 3. Hal ini berarti setiap barang yang dibeli dari luar negeri dengan nilai pabean di atas USD 3 atau kurang lebih setara dengan Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) akan dikenakan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).
Selain itu, perubahan lainnya yaitu pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% atas semua barang kiriman tanpa nilai minimal. Sementara untuk Pajak Penghasilan (PPh) tidak lagi dipungut, hal tersebut dengan pertimbangan bahwa impor barang kiriman pada umumnya merupakan barang konsumsi akhir. Namun, dikecualikan untuk barang kiriman berupa produk seperti tas, sepatu, dan tekstil tetap dikenakan PPh.
Adanya perubahan aturan batas pembebasan Bea Masuk atas barang kiriman dari luar negeri merupakan langkah pemerintah untuk memberikan perlindungan industri dalam negeri dan bukan sekadar meningkatkan penerimaan negara saja. Tujuan perubahan aturan tersebut adalah untuk menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi produk-produk yang diproduksi dalam negeri serta melindungi produsen dalam negeri khususnya dari golongan usaha kecil dan menengah.
Mengutip dari laman beacukai.go.id, sebagai pihak yang mengawasi kegiatan impor di lapangan, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana menjelaskan bahwa impor barang kiriman telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Menurutnya, “Pertanyaan seputar prosedur dan peraturan impor barang kiriman menjadi urutan teratas pada laporan Contact Center Bravo Bea Cukai pada tahun 2022. Tercatat dalam 3 bulan terakhir (November 2022 s.d. Januari 2023), terdapat sebanyak 2.075 permintaan informasi terkait barang kiriman melalui telepon, dengan 151 di antaranya adalah terkait besaran biaya yang dikenakan,” rincinya.
Sesuai ketentuan yang berlaku, terdapat beberapa mekanisme pengenanan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dalam prosedur impor barang kiriman. Pungutan bea masuk tidak dikenakan terhadap kiriman dengan nilai barang maksimal 3 USD, pungutan hanya dikenakan terhadap kiriman dengan nilai 3 USD s.d. 1.500 USD yaitu sebesar 7.5 persen dan kiriman dengan nilai di atas 1.500 USD yang dikenakan tarif sesuai buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI). Bea masuk juga dikenakan terhadap barang dengan ketentuan tertentu, seperti tekstil, tas, sepatu, dan buku.
Selain bea masuk, Hatta menjelaskan bahwa terdapat pungutan lain berupa PDRI, “PDRI dapat berupa pajak pertambahan nilai (PPN) yaitu sebesar 11 persen, pajak penghasilan (PPh) untuk barang kiriman dengan nilai lebih dari 1.500 USD dan barang dengan ketentuan tertentu, serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dengan tarif 10 hingga 200 persen.”
Baca juga: Apakah Barang Kiriman Berupa Hadiah Dikenakan Bea Masuk?
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa kebijakan pungutan terhadap barang kiriman dapat berdampak baik bagi negara dan masyarakat, karena mampu menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan perlindungan terhadap para pelaku usaha dengan skala industri kecil dan menengah (IKM) dari masuknya produk-produk asal mancanegara. Selain itu, diharapkan pemahaman masyarakat yang menggemari belanja produk-produk dari mancanegara bahwa terdapat kewajiban perpajakan yang harus dibayar setiap kali membeli barang impor yang nilainya melebihi 3 USD.
Tag: Berita , Artikel , Kuasa Hukum Pengadilan Pajak