(031) 8495399 doni.advokat@gmail.com
EnglishIndonesian

Persekutuan Perdata Doni Budiono & Rekan

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hukum waris perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.

Hukum waris diatur di dalam Buku II KUHPer. Pasal yang mengatur tentang waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 KUHPer sampai dengan Pasal 1130 KUHPer. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, mengenai pemindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si pewaris. Terdapat tiga unsur di dalam warisan yaitu:

  1. Adanya pewaris
  2. Adanya harta warisan
  3. Adanya ahli waris

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menegaskan pembagian harta warisan baru bisa dilakukan apabila terjadi kematian. Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan absentantio merupakan warisan yang didapatkan berdasarkan undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris (almarhum yang meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima warisan. Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu anak, istri atau suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek.

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukkan ahli waris berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, terdapat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia suatu saat nanti yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan KUHPer Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris. Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

Di dalam KUHPer telah diatur mengenai penerima waris dalam Pasal 832 menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu: 

  • Golongan I

Keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.

  • Golongan II

Keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan saudara beserta keturunannya.

  • Golongan III

Terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.

  • Golongan IV

Anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lainnya hingga derajat keenam.

Selain itu, terdapat peraturan yang membuat seorang ahli waris tidak berhak menerimanya meskipun sebenarnya berhak mendapatkan warisan baik secara absentantio atau testamentair tetapi di dalam KUHPer telah ditentukan beberapa hal yang menyebabkan seorang ahli waris dianggap tidak patut menerima warisan. Berikut adalah orang yang tidak berhak menerima warisan meskipun sebagai ahli waris:

  1. Orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris. (Pasal 838 ayat 1 KUHPer).
  2. Orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat atau dengan memakai kekerasan telah menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya sendiri. (Pasal 838 ayat 3 KUHPer).
  3. Orang yang karena putusan hakim telah terbukti memfitnah orang yang meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih. (Pasal 838 ayat 2 KUHPer).
  4. Orang yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari pewaris. Dengan dianggap tidak patut oleh undang-undang bila warisan sudah diterimanya maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan. (Pasal 838 ayat 4 KUHPer).

Sementara yang menjadi objek dari hukurn waris adalah harta warisan. Harta warisan adalah kekayaan berupa keseluruhan aktiva dan passiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli waris. Keseluruhan kekayaaan yang berupa aktiva dan pasiva yang rnenjadi milik bersarna ahli waris disebut boedel harta warisan (boedel waris) diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya ketika syarat yang disebut dalam Pasal 830 KUHPer terjadi yakni dengan adanya kernatian dari pewaris.

Adapun yang dimaksud dengan warisan atau harta peninggalan adalah sejumlah harta benda kekayaan pewaris dalam keadaan bersih. Artinya, setelah dikurangi dengan pembayaran hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh meninggalnya pewaris.  Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada BW itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.  

Sistem waris KUH Perdata tidak mengenal istilah “harta asal maupun harta gono-gini” atau harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan, sebab harta warisan dalam KUHPer dari siapa pun juga, merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya.